Bab 15. Bawang Merah Akhirnya Digoreng

24.8K 2.2K 501
                                    

 "Bangau-bangau minta aku leher, badak-badak minta aku daging."

Merasa kurang senang karena orang lain mempunyai kelebihan.

..........................................

Status? Kenapa kalian ingin mengetahui status mereka sekarang?

Tidak ada yang berubah dari mereka. Semua tetap sama. Prins masih "majikan" Putee, sementara Putee juga masih merasa keren sendirian. Dia tidak perlu pacar, meski dia sudah sadar kalau dia naksir berat dan juga jatuh sayang pada Prins.

Kenapa Putee baru sadar sekarang tentang makna Prins di hatinya?

"Prins, gue laper..." Tengah malam Putee merajuk, mengiba. Prins yang sedang tidur nyenyak di bed-nya hanya terusik sekilas, lalu kembali memejamkan mata. Putee menoel pipinya, merayu.

"Bikin mie sana!" Prins separuh tersadar. Kantuk masih menderanya. Kesadarannya terkikis begitu saja, sementara Putee hanya terdiam dengan wajah manyun.

"Gue pengen nasi..."

"Masak sendiri. Udah ada rice cooker."

Putee termangu. Dia ingin nasi goreng. Kalau harus menunggu matang, Putee pasti menahan kelaparan lebih lama. Karena otak jeniusnya tiba-tiba memekikkan sebuah ide, Putee berdiri. Cowok tengil itu punya ide absurd lagi. Apa?

Beli nasi goreng di luar.

Prins spontan membuka mata saat menyadari cowok itu keluar rumah. Prins bangkit dari bed miliknya, lalu segera berlari menyusul cowok tengil itu. Bagaimana kalau Putee misalnya sampai diculik oleh om-om jahat? Atau tante girang misalnya?

Prins tahu seberapa rawan cowok itu melangkah tak tentu arah. Putee bisa saja berjalan jauh, lalu menghilang seperti waktu itu. Prins berlari, memindai keberadaan cowok tengil itu hingga dilihatnya Putee – cowok yang jadi fokus utamanya – sedang duduk sambil menunggu abang-abang pedagang kaki lima yang sibuk menggoreng nasi.

Kaki Prins sampai di depannya. Putee mendongak, lalu tersenyum cerah.

"Lo juga laper? Kebetulan tinggal dua piring lagi, Prins! Mau ya?" Putee mengangguk antusias. Prins menggeram, lalu mengambil salah satu kursi plastik dan menyeretnya di samping Putee.

"Kok lo maen keluyuran aja?"

"Kan gue udah bilang kalo gue laper."

"Lo bisa masak sendiri."

"Kelamaan, Prins. Belum lagi bikin lauknya. Mendingan beli nasi goreng." Putee menaikkan alisnya, tersenyum dengan wajah cerah.

"Lo emang dari dulu suka bikin orang kelabakan, ya?" Prins mendengus kesal. Putee nyengir, lalu kembali sibuk dengan abang yang sedang menggoreng nasi.

"Prins, lo keluar ke sini cuma pake boxer. Nggak dingin?" Putee seolah menamparnya dari kenyataan yang sedang terjadi padanya. Prins terlalu panik dan gusar tadi hingga tidak menyadari apa yang sedang dia pakai. Dia hanya fokus mengejar Putee, yang saat itu pasti sedang melangkah tak tentu arah untuk mencari makanan.

"Lo juga sampe belain jalan... Lo juga kelaparan, ya?" Lagi-lagi Putee berkomentar, seolah sedang menyindirnya. Prins menggeram, berdehem sebentar lalu mengedikkan bahunya. Bagaimanapun cara Putee mencoba bertanya, Prins tahu kalau cowok tengil di sebelahnya ini pasti hanya sekedar bertanya karena dia memang kepo. Tidak ada unsur menyindir dan sejenisnya. Putee murni kepo dan ingin tahu.

"Bang, nasinya dibungkus aja ya!" Prins beralih ke arah si abang. Abang pedagang hanya mengangguk.

"Kok malah dibawa balik? Kan seninya makan pinggir jalan itu karena dinikmati di tempat, Prins!"

GarlicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang