"Harimau putung kena penjara, pelanduk kecil menolaknya."
Orang kecil itu pun kadang-kadang dapat juga menolong orang yang lebih besar.
..........................................
Prins berdecih jijik. Kesal. Murka. Belum lagi ada beberapa bagian dari dirinya yang mulai merasa jengah pada cowok di depannya ini. Bagian mana? Mata! Prins jengah meski hanya melihat Putee yang sedang sibuk menyuapkan makanannya.
"Jadi, lo ngapain di sini?" Prins bertanya tajam. Dia tidak pernah sarapan di rumah dan sengaja berangkat lebih pagi untuk makan di kantin. Namun nyatanya, ada si rusuh gaya preman tampang manis yang juga makan di tempat ini. Katakan saja memang ini tempatnya. Kantin memang tempat makan. Namun bukan itu masalahnya. Sama sekali bukan. Di antara sekian banyak bangku kosong, kenapa Putee harus duduk di depannya?!
"Makan, lah! Emangnya lo kira gue lagi ngapain? Ngupil?" Putee mengangkat bahunya dengan wajah santai. Topik ngupil dan makan memang sangat kontra, tapi Prins yang cueknya selangit itu sama sekali tak peduli. Apapun yang Putee katakan, apapun yang Putee ucapkan... Prins akan mencoba untuk mengabaikannya. Putee makin bahaya kalau direspon.
"Bisa pindah nggak lo?"
Putee menggeleng, lalu menyuapkan sesendok nasi pecel ke dalam mulutnya. Mengunyahnya setelah itu. Mengunyah sambil merem-merem penuh takzim lagi.
"Udah pewe. Posisi wenak.."
Prins berdiri. Kalau memang cowok alien ini tidak mau pergi, Prins saja yang menghindar darinya. Ketika Prins berdiri, Putee menahan lengannya.
"Tapi gue nggak segan-segan buat pindah kalau temen makan gue pindah..."
Prins kira, Putee jauh lebih menyebalkan akhir-akhir ini. Prins menyerah dengan mudah, lalu duduk di depannya lagi. Dia mulai menyuapkan soto Lamongan yang sudah dia pesan tadi. Sabar, ya Prins! Sabar...
"Jadi, lo udah ngerjai PR Fisika belom?" Putee mencari topik obrolan. Sengaja. Meskipun topiknya sangat mainstream dan juga membosankan.
Prins diam, tak mau menanggapi.
"Gue males banget ya ngerjain. Nyontek, dong!"
Prins masih enggan merespon.
"Sebagai sesama temen, kan harusnya saling bantu..."
Prins lagi-lagi tak terlalu minat untuk peduli.
"Kalau nggak mau minjemin buku, ntar gue dihukum. Tega amat, deh lo sebagai temen!"
Bubar! Kesabaran Prins sudah habis. Awalnya dia hanya berharap untuk menikmati sarapannya dengan damai, namun setelah cowok alien ini datang.. semuanya bubar. Prins jadi tak minat untuk melanjutkan makan. Seleranya menghilang begitu saja. Perutnya kenyang hanya dengan mendengar celotehan Putee di pagi hari.
"Denger, Garlic! Gue nggak peduli lo mau apa, tapi gue bukan temen lo!" Prins berdecak, sedikit menggebrak meja hingga sebotol kecap – ini botol dari plastik untungnya – terjatuh dan menggelinding di kaki meja sisi lain.
"Garlic?" Bukan kemarahan Prins yang jadi fokus Putee, namun cara Prins memanggil namanya. "Kenapa jadi Garlic?!" Putee emosi. Suaranya meninggi, dengan nada yang naik beberapa oktaf.
"Gue nggak minat jadi temen lo!" Lagi-lagi Prins menegaskan. Putee menggeleng.
"Jangan panggil gue Garlic!" Putee menjerit kencang, histeris dengan wajah horror. Putee benci dengan segala macam nama yang muncul dalam black calling list-nya. Putee sudah menulis nama orang yang memanggilnya dengan sebutan aneh. Seperti Gar, Lici, Io... Dan sekarang, setelah digabung jadi Garlic... Putee jadi makin membenci namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garlic
FanfictionPernah tahu cerita "Bawang Putih dan Bawang Merah"? Bagaimana seandainya si Garlic yang selalu ditindas itu malah jadi cowok nakal dan pemberontak? . Bawang putih dan bawang merah versi humu. Yaoi. Kita sebut saja fanfiction. Ff yang beda. Ini buka...