Bab 14. Selamat Mencintaiku Meski Aku Lebih Cinta Diriku Sendiri

22.1K 2.4K 662
                                    

 "Dinding sampai ke langit, empang sampai ke seberang."

Suatu peraturan yang tidak boleh diganti.

..........................................

Putee cemburu.

Cowok itu sedang kesal karena alasan yang bahkan belum pernah dia duga sebelumnya. Karena Prins sedang kencan dengan cewek. Meskipun cewek tadi mengatakan kalau mereka akan kerja kelompok, tetap saja Putee menduga hal sebaliknya. Itu namanya modus. Hingga bel pulang berbunyi, Putee masih belum bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Meskipun saat ini mereka sedang perang dingin, namun Prins bisa saja kan mengiriminya SMS.

Putee termangu di halte sendirian, menunggu bus yang bisa membawanya ke tempat kerja. Dari jauh Camo tersenyum, lalu menghampirinya.

"Lo nggak bareng si Prins?" Camo berhenti di depannya. Putee mengerjap, namun kembali murung karena tahu kalau itu hanya Camo.

"Dia kerja kelompok."

"Lo mau kerja, kan? Ayo gue antar!"

Putee masih terdiam. Camo turun dari motornya, lalu menatap Putee lagi. Cowok itu bahkan sudah duduk di sebelah Putee. Sementara cowok yang sedang dia tatap hanya mengedikkan bahu dan terdiam dengan wajah tak acuh.

"Kenapa lo masih di sini?" Putee bertanya. Tak suka.

"Gue anterin ke tempat kerja lo, yuk!"

Putee menggeleng kencang.

"Gue naik bis aja."

"Bis udah jarang jam segini, Putee..." Camo masih ngotot ingin mengantarkan seorang Putee. Putee termangu, melengos dengan wajah jengah.

"Gue nggak perlu dianterin..." Putee menjawab dengan intonasi keras kepalanya. Namun perlahan bayangan Prins dan si Yina melintas di otaknya. Mereka berdua berboncengan mesra lalu bercengkerama dengan tugas kelompoknya. Putee panas hanya karena membayangkannya, apalagi kalau dia harus melihatnya.

Putee harus tahan banting saat ini. Dia tidak boleh mundur dan menyerahkan rasa ini pada Prins. Rasa apa, Put? Sekarang ini mulai jadi rasa cemburu dan juga tidak rela. Harusnya Prins adalah miliknya. Milik Putee sepenuhnya. Mereka berbagi nasib. Sama-sama kesepian, sama-sama keren, sama-sama pintar... belum lagi mereka juga sama-sama pengagum lukisan dan tinggal serumah. Bahkan pernah sekasur.

"Lo beneran nggak keberatan?" Putee mengerjap kali ini. Masa bodoh dengan janjinya bersama Prins, toh dia juga sedang bertengkar dengan cowok itu. Camo menggeleng sambil tersenyum. Meski Camo sekarang jadi lebih lunak padanya, namun Putee lebih suka Prins yang seperti itu. Putee lebih nyaman bersama Prins. Bahkan Putee pernah mengatakan pada dirinya sendiri kalau dia tidak butuh apapun di dunia ini selain Prins. Lucu? Iya, lucu! Karena Putee tidak mengerti apa yang sedan dia pikirkan saat itu.

Putee duduk di boncengan Camo. Duduk diam menunggu Camo menghidupkan mesin motornya. Putee memakai helm yang Camo sodorkan lalu kembali melamun. Kalau mata Putee tidak salah lihat, saat ini di seberang jalan... ada seseorang yang tengah menatap mereka dengan tatapan marah.

Seseorang bernama Prinstavi Atmajaya. Cowok yang sedang duduk di atas motornya dengan wajah berang.

***

Putee baru sampai di rumah Prins menjelang pukul sembilan. Dia mengendap saat sampai di halaman rumah Prins. Rumahnya sudah gelap. Dugaan pertama Putee adalah Prins sedang terlelap saat ini. Putee menghela nafas lega. Dia mengeluarkan kunci, membuka pintu depan dan menutup pintu itu tanpa suara. Ketika Putee sudah menguncinya, dia berbalik untuk kembali ke kamarnya. Hingga cowok tengil itu menjerit kaget. Histeris. Sesosok bayangan sedang duduk di sofa ruang tengah. Sosok itu sedang menatapnya tajam.

GarlicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang