11. Second Wish

9.7K 383 0
                                    

Setelah kepulangan Carla, Karin dan Kevin, ruang inap Diva menjadi sunyi dan senyap. Diva sampai bosan tidak melakukan aktivitas apapun.

20.30

Hanya ada ia dan bundanya disini. Bahkan bundanya sudah tidur di kasur sebelah diva. Mungkin bundanya kelelahan, jadi diva tidak tega membangunkannya. Sedangkan bara? Bara baru saja pamit keluar sebentar, katanya ada sesuatu hal kecil yang harus diurus. Jadilah diva hanya menggonta-ganti channel tv di depannya. Tidak ada acara yang menarik perhatiannya. Jadi diva memutuskan mematikan tv dan mulai bermain dengan iPhonenya.

Diva tidak sadar jika ada yang menggeser pintu ruang inap kamarnya. Suara deheman membuat diva terkejut dan hampir saja menjatuhkan iPhonenya. Diva menggerutu kesal.

"Ih bara! Gausah ngagetin gue dong" ucap diva tanpa melihat siapa pemilik deheman itu. Diva masih saja melanjutkan aktivitas bermain dengan gadget kesayangannya.

"Udah bagus di jengukin" suara berat di sebelahnya membuat diva menegang.

Eh? Itu kan bukan suara bara. Mampus, siapa dong malem-malem gini ke kamar gue. Diva mulai bergelut dengan pikiran-pikirannya.Diva mendongak dan bertatapan dengan mata hazel hitam yang sudah membuat diva jatuh akan pesonanya.

"Eh br-brian?" ucap diva gugup. Ia tidak menyangkan seorang Brian Anggara akan menjenguknya. Diva bukan perempuan yang suka bermimpi terlalu tinggi jika akhirnya akan terhempas.

Brian hanya menatap diva datar. Jauh di dalam hatinya ia khawatir saat mendengar semua temannya membicarakan diva yang jatuh terguling di tangga rumahnya. Ia ingin sekali segera mengunjungi diva pulang sekolah tadi. Tapi, melihat carla dan karin dengan segera berlari keluar kelas membuat brian membatalkan niatnya.

"Bodoh, ceroboh" pikir brian saat itu.

"Ngomong kek yan. Bosen gue lo ngalamun mulu" celetuk diva membuat brian kembali ke dunia aslinya. Brian mengedarkan pandangannya dan melihat seorang wanita paruh baya sedang tidur di atas tempat tidur di sebelah diva.

"Mungkin ibunya" pikir brian. Brian melihat diva yang senantiasa masih memandanginya. Brian mendengus.

"Mau keluar?" tanya brian. Diva mengernyit lalu mengangguk. Brian membantu diva berdiri. Ia mulai berjalan berdampingan dengan diva. Tidak ada pembicaraan antara mereka. Sesekali brian melihat diva tengan tersenyum dan menyapa beberapa perawat yang lewat.

Diva dan brian duduk di taman dekat rumah sakit. Udara malam itu sangat dingin membuat diva merapatkan tubuhnya dengan tangannya. Ajakan brian terlalu mendadak hingga ia lupa membawa jaket, mengingat saat ini ia hanya menggunakan kaos tipis.

Brian tertawa kecil melihat diva yang tengah kedinginan. Ia melepaskan jaket yang ia kenakan, lalu menyampirkannya di tubuh kecil diva. Brian melihat ekspresi kaget yang tercetak jelas di wajahnya.

"Thank brian" ucap diva kikuk dan brian hanya mengangguk. Sejauh ini mereka hanya diam. Tidak ada yang mencairkan suasana. Diva berdehem pelan.

"Ngapain kesini?" tanya diva setelah menetralkan detak jantungnya dan setelah menemukan kembali suaranya.

"Jenguk lo" jawab brian membuat jantung diva berdetak lagi. Diva mendengus, ia memohon agar Tuhan mengabulkan brian tidak mendengar suara detak jantungnya yang kelewatan normal.

"Oh" diva melihat penampilan brian. Tanpa kacamata. Diva berpikir sebentar lalu berkata lagi.

"Yan, gue mau minta wish ke 2" ucap diva lagi. Brian menoleh, sedikir mengernyit lalu akhirnya mengangguk.

Diva menarik nafas pelan lalu menatap kedua mata brian. "Gue mau, lo berhenti berpura-pura. Jadi diri lo sendiri, jadi brian yang asli."

Brian sedikit tersentak mendengar permintaan kedua diva yang menurutnya sangat impossible untuk brian lakukan. Memang menjadi cupu hanya alasan bagi brian untuk menghindari kenyataan. Tidak ada hal lain. Brian hanya lelah menjadi sorotan. Hanya saja, dulu saat ia masih SMP, masih ada Zaky yang menemaninya menjadi sorotan. Sekarang semua sudah berbeda.

"Gue gabisa" jawab brian akhirnya. Diva tertawa kecil.

"Berarti lo gagal yan. So, biarin gue bikin lo-"

"Oke oke gue mau." ucap brian akhirnya membuat diva tersenyum miris.

Kenapa gak lo tolak yan? Seenggaknya bikin gue buat merjuangin lo. Walaupun akhirnya lo tolak. Batin diva menjerit.

"Tapi gue gamau jadi sorotan diva" ucap brian akhirnya jujur. Diva tersenyum saat menyadari brian sedikit demi sedikit membuka diri padanya. Ia tidak memaksa, jika brian mau bercerita, diva siap menjadi pendengar yang baik.

"Gu-gue gamau kejadian SMP terulang lagi. Gue gamau jadi sorotan lagi." lanjut brian. Diva terhenyak mendengar penuturan brian.

"Gue bakal ada disisi lo brian. Gue janji" ucapan diva membuat hati brian menghangat.

Dia indah melepas gundah

Dia yang selama ini kunanti

Diva bersenandung kecil. Brian mengamati diva lalu tersenyum kecil. 'Lo udah mulai ngrubah gue diva' batin brian.

Membawa sejuk memenjarasa

Dia yang selalu ada untukku

Brian tersihir oleh nyanyian diva. Brian ikut bersenandung kecil.

Didekatnya aku lebih tenang

Bersamanya, jalan lebih terang.

Tetaplah bersamaku, jadi teman hidupku

Berdua kita hadapi dunia

Kau milikku ku milikmu

Kita satukan tuju

Bersama arungi derasnya waktu

Diva tertawa saat brian ikut bernyanyi bersamanya. Brian heran melihat diva tertawa.

"Ngapain lo ketawa?" tanya brian akhirnya.

"Gapapa. Masuk yuk yan, udah malem. Takut bara marah-marah" ucap diva dan brian mengangguk.

"Gue anter ke kamar lo"

🌸🌸🌸🌸

🙈🙈🙈🙈

stitches [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang