"Lo tuh ceroboh ya nyet" ucap Bara setelah mengobati luka diva. Diva hanya meringis mendengar ocehan kakaknya itu.
"Sorry" ucap diva lirih. Dia melihat Bara menghela nafas.
"Jangan ceroboh lagi. Lo tau gue paling gabisa liat lo luka setelah peristiwa itu" diva menatap Bara dengan mata berkaca-kaca. Ia memeluk bara.
"Maaf kak. Gue janji gue gabakal ceroboh lagi"
"Heeh. Udah gak usah ftv an gini" bara terkekeh melihat diva berdecak kesal.
"Ih bara tay"
"Mau makan gak lo?" tanya bara.
"Gak ih. Galaper"
"Padahal mau gue traktir" bara tersenyum miring.
"Ih bara!"
"Iya iya. Pankapan aja gue traktir. Lo istirahat aja" ucap bara lalu beranjak keluar dari kamar diva.
❤❤❤❤
Diva berdiri di depan kelas. Semua temannya memandang diva bingung. Diva berdehem. "Setiap kelas disuruh ngasih perwakilan cewek cowok buar pensi hari sabtu besok. Siapa yang mau?" tanya diva.
"Lo aja div"
"Lo kan hebat div"
"Diva lo aja"
Teriak teman-teman sekelas diva. Diva mengangguk. "Oke, terus cowoknya?"
Semuanya diam. Tidak ada yang bersuara. Diva mendengus, pasti seperti ini. Pasti tidak ada perwakilan cowok untuk pensi.
Diva memejamkan mata sebentar. Ia mengingat peristiwa kemarin. Ia membuka mata dalam 2 detik.
"Brian?" panggil diva. Semua mata sontak menoleh ke belakang dan melihat brian yang sedang menulis sesuatu di bukunya. Brian mendongak saat merasakan ia ditatap. Ia mengernyit bingung.
"A-apa?" jawab brian kikuk.
"Can you?" tanya diva ragu.
Sontak satu kelas membulatkan mata saat diva mengajak brian.
"Brian bisa?"
"Lho si cupu bisa apa emang?"
"Jangan deh div. Ntar dia ngrusak acara"
Diva menatap brian memohon. Brian menghela nafas lalu menggeleng. Diva menunduk. Entah sudah berapa kali penolak yang ia dapat dari brian. Diva juga tidak tau.
"Oke. Ntar gue pikirin buat cowoknya, sekarang lo semua boleh istirahat."
Tanpa menunggu, mereka sudah keluar kelas dengan semangat. Diva masih menunduk memikirkan penolakan yang brian berikan.
"Diva kantin yok" ajak carla dan karin. Diva mendongak dan melihat brian sedang berjalan ke luar kelas.
"Nggak deh. Gue mau ngurus ini." tolak diva halus."Lo yakin?"
"Heeh. Udah ah, duluan yo" tanpa memedulikan pertanyaan carla, diva segera berlari keluar kelas dengan terburu-buru. Ia segera pergi ke lapangan belakang sekolah.
Diva tersenyum lega saat melihat brian duduk di atas rumput. Diva memperhatikan brian dalam diam. Dia melihat brian melepas kacamatanya.
Sinar matahari menerpa rambut coklat yang dimiliki brian. Diva semakin terpana melihat pemandangan di depannya. Tapi senyum diva memudar saat brian mengambil seputung rokok dari dalam sakunya.
Diva menghela nafas, ia berjalan mendekat dan duduk di samping brian.
"Lo, gabisa gak ngerokok ya yan?" pertanyaan diva membuat brian tersedak asap rokoknya sendiri.
"Lo ngapain disini?" tanya brian dingin. Lagi-lagi diva meringis.
"Sini" diva mengambil rokok yang brian pegang dan membuangnya asal.
"Lo!" ucapan brian menggantung saat diva memberinya dua buah permen.
"Apaan sih div?!" brian membuang permen yang diva berikan.
"Jangan ngerokok"
"Apa urusannya sama lo! Yang ngerokok kan gue"
"Nanti lo bisa sakit yan!" ucapan diva meninggi.
"Terus hubungannya sama lo apa!"
"Gue gamau lo sakit, please yan"
"Lo kenapa sih? Jangan sok kenal sama gue. Lo kayak perayu tau gak"
Jleb.
"Pe-perayu?" ucap diva tergagap. Otaknya masih mencerna apa yang brian katakan. Diva menghela nafas, "gue cuma peduli sama lo yan"
Brian terdiam, peduli? Masih adakah seseorang yang masih peduli terhadap pembunuh seperti dirinya?
"Jangan bohong!" ucap brian. Diva berdiri dan brian mengikuti diva untuk berdiri. Diva mendorong bahu brian pelan.
"Apa? Lo bilang gue bohong hah?" tanya diva parau. "Gue suka lo yan. Gue suka sama lo"
Brian terdiam, "jangan suka sama gue" jawab brian dingin. "Cewek kodratnya buat dikejar, bukan ngejar. Dan lo ngejar gue? Lo gk lebih dari seorang cewek murahan div." lanjutnya lalu pergi setelah mengambil kacamatanya yang ia letakkan di bawah.
Ucapan brian sukses menohok hati terdalam diva.
Lo gak lebih dari seorang cewek murahan.
Lo gak lebih dari seorang cewek murahan.
Lo gak lebih dari seorang cewek murahan div.
"Murahan?" gumam diva pada diri sendiri. "Serendah itu gue di mata lo brian? Serendah itu?" diva menutup mulutnya saat isakan kecil mulai keluar dari mulutnya.
"Brian, Please. Berhenti dingin sama gue. Brian please."
🌸🌸🌸🌸
Tiati typo, awas typo 🙈
KAMU SEDANG MEMBACA
stitches [completed]
Novela Juvenil"Kalau kamu tau sesakit apa rasanya mencintai dalam diam, mencintai tanpa harapan, mencintai seseorang tanpa diinginkan. Kalau kamu tau rasanya sesakit apa, kenapa kamu membiarkan aku merasakan itu semua, Brian? Sebenarnya tidak masalah, meskipun k...