Brian terlihat terburu-buru memasuki Bandara Soekarno-Hatta. Ia mendengar bahwa papanya sedang kritis dan mendapat perawatan intensif di Belanda.Brian khawatir, karna jujur sekarang ia hanya memiliki papanya. Ia tidak mau menjadi anak durhaka lagi. Tidak untuk dulu, dan tidak untuk sekarang.
Jet pribadi milik keluarga Brian melesat dengan cepat membelah langit di atas Benua Asia menuju ke Benua Eropa. Tidak membutuhkan waktu lama untuknya agar sampai di Belanda.
Brian turun dengan tergesa-gesa. Ia segera menaiki mobil yang sudah disiapkan. Ia diam tidak berbicara. Ia kembali menjadi Brian yang dingin dan kejam.
Mobil Brian berhenti. Brian dengan di kawal oleh beberapa orang turun dari mobilnya. Semua tatapan mata mengarah ke arahnya dengan takjub dan kagum. Tapi, Brian tidak peduli. Ia melangkah dengan langkah pasti menuju ke ruang dimana operasi papahnyaa berlangsung.
Ia berhenti saat melihat mamahnya menangis. Mamah tirinya dulu yang sangat Brian benci. Mamah yang menggantikan mamahnya dulu. Tapi, Brian mencoba mengubah semua pendapatnya dulu. Bahwa itu salah. Itu terlalu kekanak-kanakan.
Brian berjalan mendekat dan memeluk mamahnya yang menangis tersedu-sedu.
"Gapapa mah. Papah bakal baik-baik aja." gumam Brian pelan. Mamahnya hanya mengangguk. Tidak lama kemudian, mamahnya tertidur. Brian menyuruh pengawalnya untuk memesan kamar untuk mamahnya. Agar mamahnya bisa tidur dengan nyaman.
Brian duduk disana hampir selama tiga jam. Tapi, tidak ada tanda-tanda operasi akan segera berakhir. Brian memejamkan matanya. Ia membuka mata saat dirasakan ada suara pintu berdecit terbuka.
Banyak perawat yang keluar. Brian segera berdiri dan menanyakan keadaan papahnya. Namun, semua perawat hanya tersenyum.
Brian menunggu di pintu. Dan tidak lama, dokter yang mengoperasi papahnya keluar.
Brian mengamati saat dokter itu membuka masker dan menggerai rambutnya. Ia tertegun. darahnha berdesir hangat. Jantungnya berdetak tak karuan. Perasaan rindu yang selama ini ia pendam mencuat begitu saja.
"Diva?" panggil Brian lirih.
Dokter itu terdiam. Ia menghentikan aktivitasnya dan menatap ke arah orang yang memanggilnya. Tubuhnya menegang. Perasaannya campur aduk. Keringat dingin keluar dengan deras dari tubuhnya. Dan dengan perasaan rindu yang sama mencuat begitu saja.
"Br-brian?"
End.
14 April 2015 ❤Fyi, yeay udah selesai. Tunggu extra capter ya. Kalo ada. Terus kalo pada mau.
Big love, kankan.
Thaxxxu soo mucchhhhh
KAMU SEDANG MEMBACA
stitches [completed]
Ficção Adolescente"Kalau kamu tau sesakit apa rasanya mencintai dalam diam, mencintai tanpa harapan, mencintai seseorang tanpa diinginkan. Kalau kamu tau rasanya sesakit apa, kenapa kamu membiarkan aku merasakan itu semua, Brian? Sebenarnya tidak masalah, meskipun k...