PROLOG

654 33 13
                                    



KERINGATKU terus menetes walau dinginnya udara di sekitar tempatku berdiri rasanya sanggup membekukan tubuhku. Aku bisa merasakan mataku berkilat-kilat gelisah seraya menengok ke sana kemari, mewaspadai siapa saja yang mungkin datang karena aku yakin suara ledakan tadi cukup keras.

Tubuhku semakin mengkeret.

Air mataku belum berhenti. Aku menyekanya dengan sebelah bahuku, sementara kedua tanganku memegang benda berbobot sekitar 2 sampai 3 kilogram yang berguncang-guncang karena gemetarku yang belum kunjung hilang. Napasku kian memburu—aku terkena serangan panik. Di tengah-tengah semuanya, aku sadar yang paling kukhawatirkan bukanlah diriku sendiri. Seandainya aku sanggup, aku akan mempertaruhkan apa saja—apa saja untuk menyelamatkan dia.

Karena itulah, saat ini aku harus berani. Aku tahu aku sanggup percaya pada diriku sendiri. Secepat kilat aku berusaha membenahi rasa ketakutanku. Aku harus merasa percaya diri. Ini bukan saatnya untuk menangis. Kami akan selamat, aku tahu itu.

Dan beberapa saat kemudian, aku terkesiap saat telingaku menangkap sesuatu.

Suara langkah-langkah dari arah lorong sebelah kiri. Langkah-langkah berat setengah berlari yang semakin mendekat dan menuju ke sini, ke tempatku berdiri.

MASK(S)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang