Ternyata dugaanku benar. Mama dan John tidak akan begitu saja membiarkanku tinggal di Indonesia sendirian tanpa pengawasan. Jadi disini ada Gabriella—tentu saja sejak awal Gabriella memang bukan pelayan hotel, tapi pelayanku—dan supir sekaligus pengawal pribadiku yang baru, Pak Taufik. Plus, John bilang aku masih akan bertemu satu teman hidup lagi di apartemenku nanti.
Aku belum sempat bertanya apapun, tetapi sepertinya Pak Taufik cukup mengerti kecanggunganku dan menjelaskan semuanya tanpa kuminta. Ia bilang aku, ditemani Gabriella, akan tinggal di sebuah apartemen di daerah Kuningan, Jakarta. Sekolah baruku, The Grand International High Schoolof Indonesia, berlokasi tak jauh dari situ dan Pak Taufik bilang Ia akan mengantarku kemanapun aku mauselama kurang lebih beberapa bulan masa tengah semesterku—sebelum aku dibiarkan memiliki kendaraan dan surat ijin mengemudi sendiri. John memintanya untuk mengurusi semuanya untukku.
Aku tidak ingin membayangkan kembali bagaimana saat-saat terakhirku di Bristol. Mama terus-menerus menangis hingga adik-adikku yang masih kecil pun ikut menangis. Kalau aku tidak cukup yakin dengan keputusanku kembali ke Indonesia, pastiMama dan semua kemelankolisannya berhasil membujukku. John tidak bisa mengatakan apa-apa—sepertinya ia ingin sekali membela Mama dan memintaku untuk tinggal, tapi di satu sisi ia juga tak ingin memaksakan kehendakku.
Mama bahkan tidak mau mengantarku ke bandara pada awalnya, sebelum menyesal dan memutuskan untuk menyusulku sebelum pesawatnya berangkat.Kali ini kami tidak memakai pesawat pribadi. Aku hanya bisa membuat Mama tenang dengan janji-janjiku bahwa aku akan baik-baik saja; aku akan begini, aku akan begitu. Tapi sepertinya meskipun sudah berusaha keras, kekhawatiran Mama belum bisa sepenuhnya lenyap.
Jika perban yang masih membelit kepalaku ini belum cukup, berada di pesawat seakan membuat kondisiku semakin buruk. Gabriella terus-menerus memandangiku hampir setiap menit untuk berjaga-jaga siapa tahu aku menunjukkan tanda-tanda ingin muntah lagi. Aku sampai capek mengatakan bahwa aku baik-baik saja dan ini memang biasa terjadi.
Pelayanku bilang ia sangat bersemangat dari sejak awal John memberitahunya bahwa ia akan tinggal bersamaku. Tentu saja John menyuruhnya untuk tutup mulut soal ini selama di hotel, ia takut aku akan membujuk untuk dibiarkan tinggal sendirian saja. Aku banyak mengobrol dengan Gaby(sekarang aku mulai memanggilnya begitu).Ia memintaku menceritakan segala hal tentang Indonesia, tentang semua orang disana dan tempat-tempat yang asyik untuk dikunjungi. Gaby sepertinya cocok denganku, walau ia masih agak ragu tentang bagaimana seharusnya ia bersikap; menganggapku seperti atasannya, atau teman biasa. Aku bilang aku lebih suka dianggap sebagai teman dan ia setuju untuk berusaha tidak canggung lagi, walaupun ia tetap ngotot tidak mau melepaskan seragam pelayannya. Ia bilang ia harus tetap mempertahankan 'penampilan kerja'nya.
Kami sampai di Bandara Soekarno-Hatta, Tanggerang, pada pukul 9 malam. Lalu setelah Pak Taufik mengurus ini-itu, kami akhirnya diantar langsung ke apartemen baruku—tempatku tinggal selama kurang-lebih beberapa bulan kedepan. Butuh kira-kira dua jam perjalanan darat untuk sampai ke Jakarta, jalanan agak macet di hari-hari liburan dan kami sangat beruntung karena menggunakan kendaraan pribadi.
Apartemen ini bernama Taman Rasuna; beberapa gedungnya kembar, ada 18 tower, masing-masing tinggi menjulang khas gedung pencakar langit. Mataku berusaha menyusuri ketinggiannya, aku bahkan tidak ingin membayangkan jumlah kamarnya.
Ternyata John memberiku kapasitas privasi lebih luas dari yang awalnya sempat kubayangkan. Ia memisahkan unit apartemenku dan Gaby—walau Gaby bilang John memerintahkannya untuk menggunakan kamar pribadinya hanya untuk tidur malam dan tetap menjalani hari-harinya di unit apartemenku dan mengurus semua kebutuhanku disana—meskipun jaraknya tidak terlalu jauh. Aku tinggal di tower dan lantai yang sama dengan Gaby.
KAMU SEDANG MEMBACA
MASK(S)
Science FictionBagaimana kalau pacarmu ... punya kekuatan super? Shenia, seorang gadis biasa yang terpaksa harus keluar dari zona nyamannya secara tiba-tiba ketika ibunya memutuskan untuk menikah. Ia tak pernah mengira bahwa kepindahannya adalah awal dari segala y...