XII. DIIKUTI

63 6 0
                                    

RESTORAN tempat Stefhan mengajakku makan berbeda kali ini. Bukan restoran tradisional seperti biasanya, melainkan Gokkana Ramen & Teppan, restoran Jepang yang juga favoritku. Aku tak tahu apakah itu hanya kebetulan, atau Stefhan memang mencari tahu segala macam yang berkaitan denganku. Namun begitu memikirkannya, otakku sendiri menyangkal pemikiran itu. Stefhan tidak mungkin terobsesi denganku—seharusnya akulah yang terobsesi dengannya.

"Kau suka tempat ini, bukan?" Stefhan tersenyum.

"Dari mana lagi kau tahu? Situs formspring?" Aku memutar bola mata. "Aku hanya mencoba memikirkan tempat-tempat yang sesederhana mungkin, yang kira-kira bakal kau sukai."

"Gokkana bukan tempat sederhana, kau tahu?" timpalku. "Lain kali akan kuajak kau ke tempat sederhana yang benar-benar akan membuatmu tercengang."

"Siapa takut?" tantang Stefhan.

Sebenarnya aku sudah tidak terlalu lapar, tapi tetap kupesan ramen dan segelas ocha. Ramen di sini porsinya besar, aku sudah mengira aku tak akan menghabiskannya. Stefhan menanyakan apa selera makanku sedang bermasalah, tapi aku bilang aku sama sekali sedang tidak tertarik pada makanan.

"Ceritakan lebih banyak lagi tentang kau."

"Rupanya kau hanya ingin menginterogasiku, tentu saja."

"Apa aku sudah bisa mulai dengan pertanyaan pertama?" Aku tak mengacuhkan protesnya.

"Asal jangan korek terlalu dalam dan jangan paksa aku. Karena bagiku,
sangat sulit untuk menolak permintaan yang keluar dari mulutmu, Shenia."

"Tak masalah. Aku akan baik padamu." Aku setuju.

"Bagus." Stefhan memegang janjiku.

"Oke... pertama-tama, aku penasaran dengan Tatiana," aku memulai. "Untuk apa ia menyusulmu ke Indonesia?"

"Apa yang ia katakan padamu? Liburan?" Stefhan tertawa, sejurus kemudian, air mukanya berubah serius. "Ia diburu mati-matian di Pilipina dan terpaksa kabur ke sini."

Aku berpikir sebentar. "Apa Tatiana juga punya... kemampuan sepertimu?"

"Ya," jawab Stefhan. "Hanya saja, ia sedikit... berbeda." "Berbeda bagaimana?" tanyaku, semakin penasaran. "Sulit sekali menjelaskannya secara ilmiah."

"Coba saja."

"Oke. Begini, kemampuan kami merupakan hasil dari teknologi pengembangan rekayasa genetik terhadap sebuah serum. Aku dan Tatiana memiliki serum yang sama, tapi inti zatnya berbeda, sehingga menghasilkan sel-sel baru yang juga berbeda walau tetap berkaitan karena kesamaan zat induknya. Dalam kasus Tatiana, misalnya, ia tidak bertransformasi sepertiku." Stefhan berpikir sejenak, berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Ia hanya mempunyai sedikit kendali pada... waktu."

"Aku tak mengerti," ujarku. Tentu saja aku tak mengerti. "Maksudmu, ia bisa mengendalikan waktu?"

"Sudah kubilang kau harus menonton Heroes atau mungkin The Time Traveler's Wife dalam kasus ini." Stefhan nyengir. "Tatiana jarang sekali bepergian dengan kendaraan, kau tahu? Ia bisa berada di mana saja ia mau, hanya dengan menginginkan berada di tempat itu—dengan kata lain berteleportasi. Pernahkah kau mendengar teori yang mengatakan bahwa seandainya saja ada sesuatu yang bergerak melampaui kilatan cahaya dalam kecepatan maksimal, maka sesuatu itu akan dapat menembus ruang dan waktu?" Stefhan berhenti saat melihat wajah kebingunganku.

"Berbicaralah dalam bahasa manusia, atau setidaknya kau bisa menjelaskannya pelan-pelan."

"Nanti juga kau akan mengerti. Jangan terlalu paksakan akal sehatmu. Secara teoretis, hal-hal seperti ini memang tak mungkin bisa selaras dengan akal sehat."

MASK(S)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang