Bagian 3

395 36 4
                                    

"Jeosonghamnida, bisakah aku melihat dompet itu?" Sebuah suara membuyarkan lamunan Gweboon.
"Ne?" Gweboon mendongakkan kepalanya.
"Gweboon?"
"Eh?" Gweboon terkejut. Bagaimana mungkin orang yang di hadapannya ini mengetahui namanya sedangkan bertemu saja baru pertama kali ini? "Jeongsonghamnida, kalau boleh saya bertanya, darimana anda tahu nama saya?" Dengan sedikit ragu, Gweboon bertanya.
Tapi bukannya menjawab pertanyaan Gweboon, Jinki justru menatap gadis itu lekat. Menatap Gweboon dengan tatapan yang sulit diartikan, membuat Gweboon bergidik ngeri dan tanpa sadar memundurkan langkahnya.
Hening. Tetap tak ada respon apapun dari Jinki. Gweboon yang tak ingin mendapat masalah karena tatapan Jinki -yang menurutnya mengertikan itu- segera angkat bicara.
"Tuan, anda tidak apa-apa?" Tanya Gweboon sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Jinki. Tak peduli akan jarak mereka yang cukup jauh.
Jinkipun terkesiap. "Ah, maaf. Boleh saya lihat dompet itu?" Tanya Jinki sambil menunjuk dompet di tangan Gweboon.
"Dompet ini?" Tanya Gweboon dengan nada ragu sambil mengangkat dompet yang dipegangnya.
"Saya kehilangan dompet saya di sekitar sini. Dan dompet yang anda bawa sama persis dengan dompet saya yang hilang." Jelas Jinki seakan mengerti keraguan -atau bisa juga dikatakan ketakutan Gweboon.
"Oh, tentu saja. Silahkan!" Gweboon pun maju selangkah, mengulurkan tangannya dan menyerahkan dompet itu kepada Jinki.
Jinkipun mengecek dompet itu. Setelah dia yakin itu benar-benar dompet miliknya Jinki segera berterimakasih kepada Gweboon.
"Ne, senang bisa membantu." Kata Gweboon sambil tersenyum.
"Sekali lagi terimakasih banyak." Jinki membungkukkan tubuhnya.
"Ah, tidak perlu seperti itu. Saya hanya tidak sengaja menemukannya tadi." Gweboon merasa sungkan karena Jinki terus saja berterimakasih padanya.
Jinki kembali menegakkan tubuhnya dan memasukkan dompet itu ke saku belakang celananya. Keheningan tercipta setelah itu. Jinki sibuk memerhatikan Gweboon, sedangkan yang diperhatikan justru terlihat melamun. Ah, tidak. Memikirkan sesuatu lebih tepatnya.
Gweboon teringat foto 'dirinya' yang dia lihat di dompet Jinki. Gweboon ingin bertanya kepada Jinki, tapi takut dianggap lancang karena mereka baru saja bertemu. Tapi jika tidak bertanya Gweboon akan semakin penasaran. Tidak jadi masalah kalau suatu saat mereka bertemu lagi, tapi jika tidak Gweboon akan dihantui rasa penasaran.
"Maaf, boleh saya bertanya?" Akhirnya Gweboon memutuskan untuk bertanya.
"Tentu saja. Apa yang ingin anda tanyakan?" Tanya Jinki sambil menatap Gweboon dengan senyum menawannya. Membuat Gweboon sedikit tersipu.
"Emm... itu... di dompet anda, saya me-"
Drrtt Drrtt Drrtt
Belum sempat Gweboon menyelesaikan pertanyaannya, getaran ponsel Jinki terdengar di telinga mereka berdua.
"Ah, tunggu sebentar!" Kata Jinki kemudian sedikit menjauh dari Gweboon.
Sedangkan gadis itu hanya menghela nafas panjang. 'Seharusnya aku tidak perlu menanyakannya.' Rutuk Gweboon dalam hati.
Beberapa saat kemudian Jinki kembali dengan wajah penyesalannya. "Maaf, saya harus segera pergi. Ada urusan mendadak."
"Tapi-"
"Sekali lagi saya minta maaf, saya harus pergi sekarang." Pamit Jinki kemudian berlalu dari hadapan Gweboon. Sedangkan Gweboon hanya tersenyum tipis dan membalikkan badannya. Tapi tepukan lembut di bahunya membuatnya kembali menoleh. Dan kening Gweboon berkerut begitu mengetahui siapa orang yang telah berdiri di belakangnya.
"Ini kartu nama saya. Untuk pertanyaan yang tadi ingin anda tanyakan, akan saya jawab lain waktu" Kata Jinki sambil menyerahkan selembar kertas kecil kepada Gweboon.
"Ne."
Jinki sedikit membungkukkan tubuhnya sebelum benar-benar berlalu dari hadapan Gweboon.
* * *
"Huwaaaa~ Appa~ Sakit... hiks... hiks... hiks..." Tangisan seorang gadis kecil terdengar di seluruh penjuru rumah keluarga Lee.
"Aigo~ gadis kecil appa katanya jagoan, kenapa menangis sekeras itu hanya karena luka sekecil ini, eoh?" Bukannya menenangkan Eunsook, Jinki justru mengejek putrinya itu.
"Tapi ini sangat sakit, Appa. Meski kecil tapi lukanya sangat dalam." Kata Eunsook tak mau kalah.
"Kau ini terlalu berlebihan, luka seperti ini saja dibilang dalam." Jinki menyentil kening Eunsook pelan. Tapi seperti biasa putri kecilnya itu pasti akan melebih-lebihkan segala sesuatu.
"Huwaaaaaaa~ Appa nappeun! Lututku sakit dan Appa masih menambah kesakitanku dengan memukul keningku." Gadis kecil itu mengusap-usap keningnya.
Jinki hanya memutar bola matanya malas. Selalu saja seperti ini. Putrinya itu selalu membuatnya kesal tapi juga bahagia dalam waktu bersamaan. Eunsook memang suka mengerjainya, tapi bagi Jinki itu adalah salah satu cara baginya untuk bisa lebih dekat dengan Eunsook. Putri kecilnya itu memang suka melebih-lebihkan keadaan, tapi bagi Jinki itu adalah hiburan tersendiri untuknya, meski terkadang semua itu mengesalkan juga. Tapi Jinki bahagia, sangat bahagia dengan adanya Eunsook disisinya.
"Appa hanya menyentil keningmu, bukan memukulnya. Lagipula apa yang kau lakukan sampai bisa terluka seperti ini? Bukankah Appa sudah melarangmu berlarian, hmm?" Jinki mula mengomel. Sedangkan Eunsook mengerucutkan bibirnya mendengar omelan appa tercintanya.
"Changmin, Appa."
"Changmin? Teman sekelasmu itu? Kenapa dengannya?" Tanya Jinki.
"Dia mengejekku terus, membuatku kesal dan akhirnya berlari mengejarnya, tapi aku justru tersandung batu. Dan itu membuatnya semakin mengejekku. Benar-benar menyebalkan." Gerutu Eunsook sambil menghentak-hentakkan kakinya. Sepertinya gadis kecil itu lupa jika lututnya tengah terluka.
"Changmin mengejekmu seperti apa hingga membuat gadis kecil appa yang cantik ini menjadi kesal, hmm?" Tanya Jinki sambil membereskan kotak P3K yang baru saja digunakannya untuk mengobati luka Eunsook.
"Dia terus mengejekku karena aku tidak pernah dijemput oleh eomma." Jawab Eunsook yang membuat Jinki sedikit terkejut. Jinki terdiam sejenak, tapi beberapa saat kemudian senyum terlukis di wajah tampannya.
"Tapi bukankah setiap hari ada Park ahjussi yang menjemputmu?" Tangan Jinki mengelus lembut puncak kepala Eunsook.
"Aku tahu, Appa. Tapi semua temanku... mereka dijemput oleh eomma mereka. Hanya aku saja yang dijemput oleh supir." Jawab Eunsook sambil menundukkan kepalanya.
"Kalau begitu bagaimana jika mulai besok appa saja yang menjemputmu?" Tawar Jinki.
"Tidak perlu, Appa. Appa pasti sangat sibuk di kantor, aku tidak mau mengganggu pekerjaan Appa." Tolak Eunsook.
"Lalu apa keinginanmu sekarang? Appa tidak ingin kau diejek terus oleh teman-temanmu yang lain."
"Bagaimana kalau appa mencari eomma baru?" Tanya Eunsook dengan mata berbinar. Sedangkan Jinki membelalakkan matanya terkejut. Pasalnya ini kali pertama Eunsook memintanya untuk menikah lagi. Bukankah selama ini Eunsook adalah orang pertama yang mendukung dirinya untuk tidak menikah lagi setelah kepergian eomma Eunsook? Lalu kenapa tiba-tiba gadis kecilnya itu berubah pikiran?
"Menikah itu tidak semudah yang kau pikirkan, sayang."
"Tapi bukankah menikah itu hanya bergantung pada pilihan Appa. Appa tinggal memilih siapa yang ingin appa nikahi lalu kalian menikah dan aku akan punya eomma. Yeay!" Eunsook benar-benar merasa senang hanya dengan membayangkannya saja.
"Tidak semudah itu, Sookie. Kalaupun Appa memilih seseorang belum tentu orang itu mau dengan Appa."
"Kenapa tidak mau? Appa tampan, baik, kaya, perhatian, dan juga penyayang. Pokoknya Appa itu perfect." Kata Eunsook sambil mengacungkan kedua jempolnya.
Jinki hanya tersenyum simpul melihat tingkah lucu putrinya itu. "Tapi Appa duda dengan satu putri." Kata Jinki sambil mencubit hidung Eunsook.
Eunsook hanya cemberut sambil mengusap hidungnya yang jujur saja sedikit sakit akibat cubitan Jinki. Sedangkan Jinki hanya menatap putri semata wayangnya itu. hanya dengan menatap Eunsook membuat rasa rindu kepada mendiang istrinya terobati. Senyum itu begitu mirip satu sama lain.
Lama mereka terdiam hingga tiba-tiba...
"Ah! Aku tahu, Appa!" Teriakan Eunsook membuat Jinki terkejut.
"Apa? Kau tahu apa, Sookie?" Tanya Jinki bingung.
"Aku tahu siapa yang pantas menjadi istri Appa."
"Siapa?" Tanya Jinki penasaran.
"Gweboon eonni."
"Eh?"
TBC

I Found You For Me And My Dad | CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang