Bagian 11

383 32 3
                                    

ENJOY
* * *
"Dia adalah istriku."
"Apa?"
"Itu adalah foto istriku, Choi Gweboon."
Gweboon membelalakkan matanya terkejut, apa dia salah dengar sekarang? Wanita di foto itu mempunyai nama yang sama dengannya. Apa ini nyata? Apakah ada kebetulan seperti itu di dunia ini? Jikapun ingin menyangkal, tapi nyatanya kebetulan itu tersaji dengan jelas di hadapannya.
"Choi Gweboon? Oppa tidak bercanda kan? Ini sama sekali tidak lucu." Gweboon berusaha menampik kenyataan yang ada.
"Aku tidak bercanda, Gwe. Dia memang istriku yang sudah meninggal 8 tahun lalu. Aku sendiripun terkejut ketika pertama kali melihatmu. Aku pikir dia hidup kembali, tapi ternyata kalian berdua berbeda. Wajah dan nama kalian mirip, tapi sungguh, kalian benar-benar dua orang yang berbeda." Jinki menatap Gweboon lekat. Sejujurnya laki-laki itu khawatir. Bagaimana jika Gweboon tidak bisa menerima semuanya? Bagaimana jika Gweboon tidak mempercayainya?
"Jadi apakah karena ini oppa mendekatiku?" Gweboon bertanya dengan ragu. Oh, dia benar-benar takut jika memang itulah alasan Jinki mendekatinya.
"Tidak. Tentu saja bukan. Aku tertarik mengenalmu sejak pertama kali melihatmu." Bantah Jinki.
"Apakah karena aku mirip dengan istri oppa?" Gweboon berusaha meminta penjelasan laki-laki itu. Bahkan dia sendiri tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada hubungan mereka setelah ini.
"Itu..."
"Aku mengerti. Apakah Eunsook juga demikian?" Gweboon terlalu takut untuk mendengar jawaban Jinki. Bagaimana jika jawaban itu menyakitinya? Ah, bukankah laki-laki itu sudah menyakitinya sekarang?
"Ya?"
"Eunsook... apakah dia menyukaiku karena aku mirip eommanya?" Bolehkah Gweboon berharap jawaban Jinki akan memuaskannya?
"Aku... jujur saja aku tidak tahu, Gwe. Yang aku tahu dia begitu menyukaimu. Dan... dia begitu ingin kau menjadi eommanya." Jawab Jinki merasa bersalah. Oh, apakah sekarang kau sadar jika telah melukai hati gadis yang kau cintai, Tuan Lee Jinki?
Apakah jawaban itu memuaskan bagi Gweboon? Sepertinya tidak. Mata kucing itu mulai berkaca-kaca.
"Oppa... aku..."
"Gwe..." Menggenggam tangan gadis itu. Gweboon ingin menarik tangannya, tapi Jinki menahannya.
"Apakah oppa mencintaiku?" Entah mendapat keberanian darimana Gweboon bertanya seperti itu, tapi yang pasti dia sangat ingin mendengar jawaban Jinki.
"Tentu saja, Gwe. Aku mencintaimu, sangat." Jawab Jinki menatap mata Gweboon lembut. Sedangkan gadis itu hanya menundukkan kepalanya. Menyembunyikan air mata yang mulai menetes itu. Dia gadis yang lemah. Ya. Hati seorang Kim Gweboon begitu lembut. Saat dia mulai merasakan kembali apa itu cinta setelah hampir 5 tahun tidak merasakannya, secara mengejutkan dia harus dihadapkan pada hal seperti ini. Dicintai karena wajahnya mirip dengan seseorang. Dicintai karena dirinya mengingatkan orang yang mencintainya kepada seseorang dari masa lalu orang itu. Bukankah itu menyakitkan? Oh, Gweboon bersumpah, jika dia tahu akan seperti ini jadinya, Gweboon tidak akan mau mengenal Jinki. Tidak akan menyukai dan menyayangi gadis kecil bernama Eunsook itu. Tapi apa yang bisa dilakukannya sekarang? Semua telah terjadi, dan apakah dia bisa mundur sekarang?
"Apakah dulu oppa mencintai istri oppa seperti oppa mencintaku sekarang?" Gweboon ingin memastikan satu hal sebelum dia mengambil keputusan.
Jinki menghela nafas sejenak. "Ada satu hal yang harus kau tahu, Gwe."
"Apa?" Tanya Gweboon penasaran.
"Aku dan istriku tidak saling mencintai."
"Ya?" Apalagi ini? Kebenaran apalagi yang harus diterimanya hari ini?
"Choi Gweboon... sejak pertama kali melihat gadis itu aku selalu menganggapnya adik kecilku. Dan itu akan terus berlaku sampai kapanpun. Tubuhnya yang lemah membuat orangtua kami menjodohkan kami. Dan kami pikir tidak ada salahnya menikah, selain bisa membahagiakan kedua orangtua kami, kami juga bisa saling menyayangi dan menjaga dengan status yang berbeda. Tapi sungguh, bahkan tidak pernah sedikitpun rasa cinta itu ada di antara kami. Dia memiliki cintanya sendiri, dan itu bukan aku. Tapi karena perjodohan kami, dia memilih untuk memendam cinta itu seorang diri tanpa mengatakan apa-apa pada orang itu. Aku tidak pernah tahu siapa orang yang dicintai itu, karena dia tidak pernah mau menceritakannya kepadaku." Jelas Jinki.
"Lalu bagaimana dengan oppa?"
"Aku? Jika boleh jujur, kaulah gadis pertama yang aku cintai, Gwe. Aku menghabiskan begitu banyak waktu untuk menjaga Gweboon. Hingga tidak pernah memikirkan gadis manapun. Tapi sekarang... aku ingin mengabulkan permintaan terakhirnya."
"Apa itu?" Tanya Gweboon penasaran.
"Menikah dengan orang yang aku cintai dan mencintaiku. Itulah permintaan terakhirnya."
"..." Gweboon terdiam. Haruskah dia percaya pada Jinki?
"Gwe... Aku mencintaimu, dan akan selamanya seperti itu. Mulai sekarang aku akan menjagamu, seperti aku menjaganya dulu. Tidak hanya itu, aku akan memberikan hati ini untukmu, hanya untukmu. Jadi... Maukah kau hidup bersamaku? Mendampingiku, merawat Eunsook bersama-sama, dan membangun keluarga kecil yang bahagia."
"Oppa..."
"Gwe, aku tidak tahu harus memberimu bukti seperti apa. Tapi yang pasti inilah kebenarannya."
"Bisakah oppa memberiku waktu?" Gweboon menatap Jinki dengan serius. Oh, hanya saat seperti inilah gadis itu berani menatap mata Jinki.
"Untuk?" Tanya Jinki heran.
"Memikirkan semua ini... Bisakah oppa memberikannya?"
"Berapa lama?"
"Entahlah. Aku akan datang kepada oppa setelah menenangkan diri."
"Gwe..." Jinki menatap Gweboon dengan tatapan tidak rela. Siapa yang akan rela jika harus tidak bertemu dengan orang yang cintai?
"Kumohon, oppa." Gweboon menatap Jinki dengan linangan air mata dipipinya. Jinki tidak tega melihatnya, laki-laki itu menghapus air mata gadis itu dengan kedua tangannya. Menatap Gweboon dengan sayu.
"Baiklah, jika itu maumu." Dengan berat hati Jinki menyetujuinya.
"Dan juga.... selama waktu itu... bisakah oppa dan Eunsook tidak menemuiku?" Mata itu menatap Jinki dengan tatapan memohon.
"Gwe..."
* * *
Jinki menatap Eunsook yang tengah belajar dengan sedih. Bisakah dia memberitahu putri kecilnya itu. Apakah Eunsook tidak akan sedih? Bahkan dirinya sendiripun tidak bisa menggambarkan betapa sedih dan sakitnya hati itu sekarang. Ingin menangis, tapi bahkan air mata itu tidak mau keluar. Ingin marah, tapi apa dia punya hak? Ingin memohon kepada Gweboon, tapi dia terlanjur berjanji pada gadis itu. Berjanji untuk memberinya waktu berpikir.
Jinki punya Eunsook. Ya, laki-laki itu masih mempunyai Eunsook yang harus dijaga dan disayanginya. Lalu jika seperti ini, bisakah Jinki mengatakannya? Bisakah Jinki melihat wajah sedih putrinya itu?
"Appa..." Panggilan dari Eunsook membuyarkan lamunan Jinki.
"Ya, Sookie?" Menatap putri kecilnya dengan sayang. Mengusap rambut panjang Eunsook dengan lembut.
"Besok ada acara di sekolah, jadi aku akan pulang terlambat. Karena aku tidak tahu acara itu berakhir pukul berapa, appa jangan menjemputku dulu sebelum aku menghubungi appa. Mengerti?"
"Ya, putri kecil appa." Senyum itu diberikannya untuk Eunsook. Tapi apakah Eunsook menyadari jika senyum itu dipaksakan? Jika dibalik senyum itu tersimpan kesedihan dan... ketakutan?
"Appa, besok aku ingin makan es krim bersama Gweboon eonni. Boleh 'kan?" Eunsook bertanya dengan riang tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi antara appa dan Gweboon eonninya.
"Tidak bisa, sayang." Tolak Jinki lembut.
"Kenapa?" Wajah gadis kecil itu tampak kecewa.
Oh, haruskah Jinki melanjutkannya? Sanggupkah Jinki melihat wajah manis itu bersedih?
"Gweboon eonni sedang sibuk, sayang. Gweboon eonni berpesan kepada appa untuk tidak menemuinya sementara waktu karena pekerjaannya yang banyak beberapa hari ke depan." Ya. Berbohong lebih baik daripada harus melihat putri kecilnya menangis.
"Sampai kapan?"
"Entahlah. Appa tidak bertanya."
"Sayang sekali." Eunsook mendesah kecewa.
"Tidak apa, sayang. Appa akan menemanimu membeli es krim, bagaimana?" berusaha menghibur Eunsook. Ah, bukankah dirinya yang seharusnya dihibur? Bukankah laki-laki itu yang merasakan sakit di dadanya? Tapi dia bukan anak kecil lagi, dia sudah mempunyai Eunsook yang harus lebih dia utamakan daripada dirinya sendiri. Dan dia tidak bisa egois, memperlihatkan kesedihan itu di depan Eunsook. Dia harus menjadi appa yang tegar, appa yang bisa di andalkan oleh putri kecilnya.
"Baiklah. Besok kita beli es krim. Berdua!" Eunsook memamerkan senyum manisnya. Ya. bukankah seperti ini lebih baik?
* * *
Seminggu sejak kesepakatan itu. Selama itu pula baik Jinki maupun Eunsook tidak pernah datang lagi menemui Gweboon. Dan itu membuat hati Gweboon semakin sakit. Apa yang harus dilakukannya sekarang?
"Eonni..."
"..."
"Gweboon eonni..."
"..."
"YA!!! KIM GWEBOON!!!" Taeyeon berteriak keras karena sejak tadi Gweboon tidak menyahuti panggilannya.
"Jangan berteriak, Tae."
"Mau bagaimana lagi? Eonni sejak tadi aku panggil tidak merespon. Eonni sadar tidak, sejak eonni datang ke butik, wajah eonni tampak menyedihkan, dan eonni sering melamun." Taeyeon memutar bola matanya kesal.
"Ya, aku memang menyedihkan, Tae."
"Kenapa? Apakah ada masalah?" Menatap gadis cantik dihadapannya itu dengan serius.
"Tidak." Elak Gweboon.
"Eonni, ceritakan padaku! Mungkin saja aku bisa membantu eonni. Sejak seminggu yang lalu aku sudah merasa aneh dengan sikap eonni yang lain dari biasanya."
"Taeyeon-ah, apa yang harus aku lakukan?" Wajah itu benar-benar tampak sedih dan... lelah.
"Apa?" Tanya Taeyeon bingung.
"Dia mendekatiku karena aku mirip dengan mendiang istrinya."
"Dia? Jinki oppa maksud eonni?" Gweboon hanya mengangguk menjawab pertanyaan Taeyeon.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah akhir-akhir ini kalian sering menghabiskan waktu bersama?" Tanya Taeyeon heran.
"Sejak awal dia dan Eunsook mendekatiku karena aku mirip dengan istrinya. Tidak hanya wajah, tapi namapun juga sama. Dia... mengatakan itu setelah memintaku menjadi istrinya."
"Apa eonni menerimanya?"
"Tidak."
"Kenapa?" Taeyeon menatap Gweboon lekat. Bisa dilihat mata gadis itu membengkak. Oh, apakah Gweboon banyak menangis beberapa hari ini? Apakah gadis itu juga kurang tidur?
"Aku masih meragukan perasaannya kepadaku."
"Apa dia mencintai eonni?"
"Dia mengatakannya."
"Apakah eonni percaya?"
"Entahlah. Tapi mata itu tidak berbohong."
"Apa eonni mencintai juga?"
"Kalau aku tidak mencintai, aku tidak akan sesedih ini, Tae."
"Kalau begitu apalagi? Apa yang membuat eonni seperti ini?" Taeyeon geram. Entahlah. Dia merasa Gweboon begitu bodoh sekarang.
"Aku takut dia tidak tulus padaku."
"Tapi eonni percaya kan dia mencintai eonni?" Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya. Rasanya terlalu sulit untuk sekedar berkata-kata.
"Berhentilah menyiksa diri sendiri eonni. Aku yakin bukan hanya eonni yang sedih, pasti Jinki oppa juga, terlebih Eunsook. Gadis kecil itu tidak tahu apa-apa eonni."
"Tapi kenapa dia tidak jujur kepadaku sejak awal? Kenapa harus mengatakannya setelah aku mencintainya?"
"Apakah akan berubah jika dia menceritakannya sejak awal? Apakah eonni akan tetap mencintainya jika dia jujur?"
"Entahlah."
"Eonni, yakinlah, pasti ada alasan kenapa Jinki oppa baru mengatakannya sekarang. Mintalah penjelasan padanya, tanyakan kenapa tidak jujur sejak awal. Aku yakin eonni belum menanyakan hal itu, benar bukan?"
"Aku telalu takut untuk mendengar jawabannya."
"Kebahagiaan itu tidak didapat dengan cara yang mudah, eonni. Ada hal yang harus dikorbankan untuk mendapat kebahagiaan itu. Ada kesedihan dan air mata yang harus dikeluarkan sebelum kebahagiaan itu kita rasakan."
"Tae..."
"Kejarlah eonni. Kejar cinta eonni sebelum dia benar-benar pergi dari hidup eonni."
* * *
Jinki mendongakkan kepalanya saat mendengar suara pintu terbuka. Terlihat Eunsook memasuki ruang kerjanya sambil mendekap erat boneka kelincinya. Gadis kecil itu berjalan perlahan mendekati sang appa.
Jinki berdiri dari duduknya, memutari meja kerjanya dan berlutut menunggu Eunsook menghampirinya.
"Appa..." Gadis kecil itu memeluk appanya dengan erat. Jinki merasakan bajunya basah. Oh, apakah putri kecilnya itu menangis?
Jinki melepaskan pelukan Eunsook, menangkup wajah kecil putrinya dan menghapus air mata itu.
"Putri appa kenapa menangis, hmm?"
"Appa, aku rindu Gweboon eonni."
Hati Jinki mencelos. Oh, haruskah dia menangis sekarang? Bukan Eunsook saja yang merindukan Gweboon, tapi dirinya juga. Seminggu tak bertemu gadis itu, dan dia sangat ingin memeluknya.
"Appa juga merindukannya, sayang."
"Appa, ayo kita kerumah Gweboon eonni." Rengek Eunsook. Gadis kecil itu kembali menangis.
"Tidak bisa, sayang. Eunsook ingat kan Gweboon eonni sedang sibuk?" Jinki berusaha memberi pengertian pada Eunsook.
"Tapi sampai kapan? Ini sudah seminggu. Aku mencoba meneleponnya, tapi tidak diangkat. Apa Gweboon eonni membenci Eunsook?" Gadis kecil itu bertanya dengan polos. Dia tidak nakal, bukan? Lalu kenapa Gweboon eonni tidak ingin bertemu dengannya? Itulah yang dipikirkan gadis kecil berusia 8 tahun itu.
"Tidak, Sookie. Gweboon eonni tidak membenci Eunsook." Memeluk putri kecilnya itu dengan erat. Mengelus punggung Eunsook dengan sayang.
'Dia tidak mungkin membencimu, Sookie. Tapi mungkin dia membenci appa.' Batin Jinki.
"Tunggu sebentar lagi, sayang. Nanti appa akan mencoba menghubungi Gweboon eonni."
"Appa janji?"
"Janji. Sekarang Sookie harus tidur, sudah malam. Ayo, appa antar Sookie ke kamar."
Lee Jinki, sampai kapankah kau sanggup bertahan?
* * *
Jinki memutuskan untuk keluar setelah menidurkan Eunsook. Entahlah. Dia tidak peduli jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 9 malam. Laki-laki itu berjalan seorang diri. Merapatkan jaket hitamnya dan memasukkan kedua tangannya di saku jaket itu. Tersenyum miris saat teringat jaket itulah yang dia gunakan untuk menghangatkan Gweboon. Saku jaket itulah yang menghangatkan tangan mereka berdua.
Jinki tidak tahu apa lagi yang harus dilakukannya. Ingin sekali menghubungi Gweboon. Ingin sekali mendengar suara itu, melihat wajah cantiknya dan memeluk gadis itu dengan erat. Tapi dia ingat janjinya. Dan bisakah dia melanggar janji itu? Apakah dengan melanggarnya akan membuat Gweboon datang kepadanya secepatnya? Apakah dengan memaksa bertemu Gweboon, akan meluluhkan hati gadis itu? Dia tidak tahu jawabannya. Dan dia tidak ingin mengambil resiko buruk dari hal-hal yang dia tidak tahu pasti seperti apa akibatnya.
"Choi Gweboon, beginikah rasanya harus kehilangan orang yang kita cintai? Dulu, aku tidak memahami saat kau menangis di hadapanku dan berkata betapa hancurnya hatimu saat itu. Dan kini aku menyadari, jika cinta dan luka itu berdiri berdampingan. Berani jatuh cinta, berarti harus siap patah hati. Tapi bahkan aku tidak pernah membayangkan akan merasakan sakit itu. Melihat Eunsook tersenyum, melihat wajah cantik gadis itu setiap harinya membuatku tidak pernah merasakan kesedihan. Tapi sekarang justru karena orang yang aku cintai itulah aku merasakan sakit. Tapi apakah sakit ini sebanding dengan sakit yang dirasakannya? Apakah aku menyakitinya terlalu dalam hingga dia tak kunjung datang kepadaku?"
Laki-laki itu bermonolog sambil berjalan menyusuri jalan besar di tengah-tengah kota. Dia bahkan tidak sadar jika dia sudah terlalu jauh dari rumahnya. Laki-laki itu berhenti saat matanya menangkap sebuah taman. Taman yang pernah dikunjunginya dengan Gweboon sebulan yang lalu. Taman yang menjadi saksi dimulainya kisah cinta mereka berdua.
Kaki itu melangkah perlahan memasuki taman. Melihat sekeliling taman yang tampak sepi. Dalam penglihatannya dia melihat Eunsook yang tengah bermain bersama anak-anak seusianya. Dia juga melihat dirinya dan Gweboon menghabiskan es krim yang dibelinya. Air mata itu menetes dengan sendirinya. Setidaknya biarkan Jinki menangis sekarang. Laki-laki itu sudah menahan air matanya selama seminggu. Jadi berilah waktu baginya untuk menangis, mungkin bisa sedikit mengurangi kesedihannya.
Berjalan perlahan menuju bangku dimana dirinya dan Gweboon duduk. Merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan ponselnya. Bibir itu menyunggingkan senyum sekalipun terkadang air mata itu masih menetes dari mata sipitnya. Dua orang yang paling dicintainya tersenyum dalam foto itu. Dan dua orang itu pula secara bersamaan mencium pipi kanan dan kiri Jinki. Oh, itu adalah permintaan kecil putrinya. Berfoto bersama. Dan Eunsook pulalah yang meminta Jinki untuk menggunakan foto itu sebagai wallpaper ponselnya.
Mata sipit itu masih fokus pada layar ponselnya, tidak menyadari seseorang yang sejak tadi memperhatikannya dari jauh. Mata itu tak lepas memandang Jinki sejak dia memasuki taman itu. Berjalan perlahan mendekati Jinki. Berhenti saat jarak mereka terpisah satu meter.
"Jinki... oppa..."
Jinki, laki-laki itu mendongakkan kepalanya saat mendengar seseorang memanggil namanya.
"Gwe?"
Laki-laki itu terkejut.
TBC
* * *

I Found You For Me And My Dad | CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang