Gweboon terkejut begitu mendapati Jinki telah menunggunya di depan butik. Laki-laki yang masih terlihat tampan di usianya yang sudah tidak muda lagi itu menyandarkan tubuhnya pada cap mobil miliknya. Tersenyum begitu mendapati seseorang yang ditunggunya ada di depan matanya.
"Gwe." Tersenyum manis ke arah Gweboon yang memandangnya bingung.
"Jinki oppa? Apa yang oppa lakukan disini?" Tanya Gweboon penasaran.
"Menjemputmu." Jawab Jinki singkat.
"Menjemputku? Tapi kan kita ti-" perkataan Gweboon terhenti saat tangan besar itu menggenggam erat tangannya. Membukakan pintu mobil dan menyuruh Gweboon masuk ke dalamnya.
"Oppa." Panggil Gweboon begitu Jinki telah duduk di kursi kemudinya.
"Ya?" Menatap Gweboon lekat.
Ah, tatapan itu. Sungguh. Gweboon malu untuk menatap mata sipit itu lebih lama. Memalingkan wajahnya, menatap lurus ke depan. Entah apa yang dipikirkan Jinki tentangnya. Selalu saja seperti ini. Saat berbicara jarang sekali Gweboon menatap mata Jinki. Bukankah terlihat tidak sopan? Tapi... Gweboon tidak bisa menatap mata itu. jadi apa yang harus dilakukannya?
"Kenapa oppa tiba-tiba menjemputku?" Gadis itu masih menatap lurus ke depan. Seakan pemandangan di depannya lebih indah dari wajah tampan Jinki.
"Hanya ingin mengajakmu ke suatu tempat." Jawab Jinki.
Berbeda dengan Gweboon, Jinki sangat suka menatap wajah cantik gadis itu. Mengagumi wajah putih mulus itu. Suka sekali menatap mata kucing gadis itu, tapi sayang sekali Gweboon terlalu malu hingga jarang sekali dia bisa menatapnya. Tapi tak apa, dia justru merasa senang. Ada orang berkata, jika dia mencintaimu, dia akan malu untuk menatap matamu.
Ya. Jinki yakin Gweboon mencintainya. Tapi apakah cinta itu begitu besar, begitu dalam, hingga saat nanti laki-laki itu menceritakan semuanya, Gweboon bisa menerima? Menerima cinta yang dengan tulus Jinki berikan untuk gadis itu.
"Kemana?" Tanya Gweboon penasaran
"Kau akan tahu nanti."
Jinki mencodongkan tubuhnya, mendekat ke arah Gweboon. Membuat gadis cantik itu terkejut dan refleks memundurkan tubuhnya.
"Apa kau begitu gugup hingga lupa memasang selfbeat?" Oh, lihat senyuman menggoda yang tersungging di wajah Jinki. Membuat gadis itu semakin malu dan hanya bisa menundukkan kepalanya. "Terimakasih, Jinki oppa."
Jinki tersenyum mendengarnya, mengusap lembut kepala gadis itu. "Jadi Nona Kim, duduklah dengan tenang dan kau akan tahu tujuan kita."
* * *
"Oppa, ini rumah siapa?" Gweboon terkejut begitu mobil Jinki berhenti di sebuah rumah yang cukup megah namun tampak minimalis itu.
"Rumah orangtuaku." Jawab Jinki. Laki-laki itu berjalan menghampiri Gweboon. Menggenggam tangan gadis itu dan mengajaknya berjalan. Tapi gadis itu menghentikan langkahnya.
"Kenapa?" Menatap Gweboon heran.
"Seharusnya aku yang bertanya, oppa. Kenapa kita datang kesini?"
"Kedua orangtuaku ingin bertemu denganmu."
"Orangtua oppa?" Tanya Gweboon memastikan. Jinki hanya menganggukan kepalanya.
"Tapi..."
Gweboon ragu. Oh, rasanya seperti kau akan dihadapkan pada klien penting. Tapi sepertinya ini lebih dari itu. Yang akan ditemuinya bukanlah klien melainkan orangtua Jinki. Orangtua dari laki-laki yang dicintainya. Dan dia harus menyiapkan diri juga mentalnya. Dia tidak ingin meninggalkan kesan yang buruk kepada orangtua Jinki. Dan sudah siapkah dia sekarang? Sejujurnya tidak, karena ini terlalu mendadak.
Tapi, tunggu! Kenapa laki-laki ini mengajaknya bertemu orangtuanya? Ingin bertemu? Oh, sudah sejauh mana Jinki menceritakan tentang Gweboon kepada orangtuanya? Jinki belum melamarnya, jadi adakah alasan untuk membawanya kemari? Melamar? Ah, apa Gweboon mengharap sekarang? Jika boleh jujur, iya. Gweboon sangat ingin Jinki melamarnya, sekalipun mereka baru satu bulan berkenalan. Tapi Kim Gweboon, lupakah dengan kejadian sebulan yang lalu? Jinki melamarmu secara tidak langsung. Kim Gweboon terlalu tidak peka untuk mengetahui maksud perkataan Jinki saat itu.
"Kenapa? Jika begini kau seperti seorang remaja yang akan dikenalkan kepada calon mertua." Jinki menggoda Gweboon.
"Ah, tidak. Bukan begitu. Hanya saja, aku... tidak percaya diri."
"Kenapa? Kau cantik, Gwe." Pipi itu lagi-lagi bersemu merah. Astaga, Jinki pintar sekali membuat gadis itu malu.
"Oppa..." Memukul pelan lengan Jinki, sedangkan laki-laki itu hanya tertawa kecil.
"Ayo, masuk!" Tangan besar itu mengenggam erat tangan mungil Gweboon.
* * *
"Seperti yang dikatakan Jinki, kau benar-benar cantik, Kim Gweboon." Puji Nyonya Lee sambil menggenggam erat tangan gadis itu.
"Terimakasih, ahjumma." Sedikit membungkukkan badannya sopan.
"Jangan panggil ahjumma, panggil saja eomma. Bukankah sebentar lagi kau akan menjadi bagian keluarga Lee?" Nyonya Lee tersenyum menatap Gweboon.
Mereka berwajah sama, tapi gadis ini tampak lain, pikir Nyonya Lee.
"Eh? Ah... iya, Eomma." Gweboon tersenyum kikuk.
Gadis itu bisa bernafas lega karena sepertinya eomma Jinki bisa menerimanya dengan baik, tapi bagaimana dengan appa Jinki? Ah, semoga saja tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Eomma, dimana appa?" Tanya Jinki heran karena hanya eommanya yang menyambut kedatangan mereka.
"Appamu masih di kantor. Makan malamlah disini, sekalian menunggu appamu datang."
"Baiklah."
"Duduklah, Gweboon-ah. Kita berbicara sebentar sambil menunggu appa Jinki datang. Eomma dengar kau mempunyai sebuah butik?"
"Ya, eomma." Gweboon mendudukkan dirinya di samping Nyonya Lee. Wanita yang sudah berusia 55 tahun itu tidak melepaskan genggaman tangannya dari Gweboon.
"Aku ke dalam dulu. Eomma, ingat! Jangan berbicara hal yang macam-macam kepada Gweboon." Jinki memperingatkan eommanya.
Oh, tentu saja! Jinki tidak ingin mengambil resiko masa lalunya diceritakan kepada Gweboon. Biarkan dia saja yang menjelaskannya, bukan orang lain, sekalipun itu orangtuanya sendiri. Jauh-jauh hari, Jinki sudah mewanti-wanti orangtuanya untuk tidak mengatakan hal itu kepada Gweboon.
Semula mereka menolak, tapi karena Jinki terus memohon akhirnya mereka memenuhi keinginan putra semata wayangnya. Lagipula Jinki sudah dewasa, laki-laki itu tahu mana yang terbaik untuknya. Bahkan saat laki-laki itu menceritakan hubungannya dulu dengan Choi Gweboon dan keinginannya untuk menikahi gadis bernama Kim Gweboon. Orangtua Jinki hanya bisa mendukung putra mereka.
"Tenang saja, Jinki-ya. Kau bisa pegang janji eomma." Menepuk pelan lengan Jinki, dan mendorongnya untuk segera masuk ke dalam.
* * *
Gweboon dan Jinki memutuskan untuk bersantai di halaman rumah Jinki. Nyonya Lee sedang memasak untuk makan malam mereka, sebenarnya Gweboon ingin membantu tapi wanita itu menolaknya. Dan sekarang yang bisa dilakukannya hanyalah menunggu Tuan Lee datang dan makan malam bersama. Oh, kenapa dia begitu gugup sekarang?
"Apakah eomma baik kepadamu?" Jinki memulai pembicaraan.
"Hmm... Eomma sangat baik, dia memperlakukanku seperti putri kandungnya." Jawab Gweboon.
"Beliau tidak berbicara yang macam-macam kan?" Jinki bertanya dengan takut. Oh, jangan sampai eommanya itu melanggar janjinya.
"Tidak. Beliau banyak bercerita tentang oppa sewaktu kecil, juga tentang Eunsook. Dan beliau juga bertanya tentang butikku. Sekarang aku tahu darimana sifat ingin tahu dan cerewet yang dimiliki Eunsook." Gweboon terkekeh geli.
Maklum saja, Nyonya Lee termasuk talkactive.
"Wajar saja, karena eommalah yang merawat Eunsook sejak kecil."
"Kurasa eomma merawat Eunsook dengan baik."
"Kau benar. Gwe..." Panggil Jinki.
Gadis itu menoleh, mendapati Jinki yang menatap lurus ke depan.
"Ya?"
"Apakah kau sudah mempertimbangkannya?"
"Mempertimbangkan apa, oppa?" Gweboon menatap Jinki heran.
"Permintaan Eunsook... di cafe... sebulan yang lalu..."
"Permintaan Eunsook?" Gweboon masih bingung. Oh, mungkinkah gadis itu lupa?
"Eunsook memintamu untuk menikah denganku. Apakah kau telah memikirkan jawabannya?" Kali ini Jinki menatap Gweboon. Mata itu menatap Gweboon dengan lembut.
"Itu... Aku..." Gweboon tampak ragu untuk menjawab. Ah, bukan ragu dengan jawabannya, hanya saja Gweboon malu jika harus mengatakannya pada Jinki.
"Gwe, bisakah menjawabnya nanti saja? Ada yang ingin aku beritahukan kepadamu." Jinki menyela perkataan Gweboon.
"Apa itu oppa?"
"Kau ingat pertemuan pertama kita?"
"Iya, saat itu aku menemukan dompet oppa." Gweboon mengingat kejadian sebulan yang lalu.
"Bukankah saat itu kau ingin bertanya sesuatu kepadaku?"
"Ah, Itu... aku... sebenarnya bukan hal yang penting." Saat Gweboon masih sibuk menjawab pertanyaan Jinki, laki-laki itu mengeluarkan dompet dari sakunya. Mengambil selembar foto dari dompet itu dan menyerahkannya pada Gweboon.
"Kau pasti ingin bertanya tentang foto ini, benar bukan?"
Gweboon menerima foto itu. Bagaimana laki-laki itu bisa tahu tentang pertanyaan yang bahkan belum gadis itu tanyakan?
"Karena gadis di foto itu mirip denganmu, aku berpikir pasti kau akan menanyakan hal ini kepadaku. Tapi sebelum bertanya, bolehkah aku mengatakan sesuatu kepadamu?"
"Apa itu?"
"Tentang foto itu... sebenarnya dia adalah..." Jinki menggantungkan kalimatnya. Enggan untuk mengatakan kebenerananya pada Gweboon, tapi bukankah dia harus mengatakannya? Entah bagaimana akhirnya nanti, setidaknya dia ingin memulai hubungan dengan Gweboon tanpa adanya kebohongan.
"Siapa dia, oppa?" Gweboon yang tidak sabaran bertanya pada Jinki.
"Dia adalah istriku."
"Apa?"TBC
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
I Found You For Me And My Dad | Complete
FanfictionKetika putrimu berusaha menjodohkanmu dengan orang lain. Ketika kau jatuh cinta dengan seseorang yang telah mempunyai seorang putri yang cantik. Apakah yang akan terjadi dengan kalian berdua?