《Nine》

1K 81 4
                                    

Perbuatan Audy yang suka ceroboh membuatku benar-benar kesal. Biasanya dia akan diantar oleh papa. Karena papa masih ada pekerjaan di luar kota, aku disuruh mama mengantarnya. Sebenarnya tidak masalah kalau dia berangkat bersamaku, asalkan tahu waktu. Saat di tengah perjalanan, dia mengatakan padaku kalau buku tugasnya tertinggal. Dengan sangat terpaksa, aku mengantarnya kembali ke rumah untuk mengambilnya. Akibatnya, hari ini aku terlambat.

Dan berakhir dengan hukuman membersihkan gudang belakang yang kotornya minta ampun. Bukan hanya itu, Pak Candra, selaku guru tata tertib menyuruhku menyelesaikan hukuman ini bersama Kak Rafa.

Gudang ini banyak sarang laba-laba dan sangat lembap. Aku sampai terbatuk-batuk karena menghirup debu yang beterbangan. Gudangnya agak gelap dengan lampu yang sudah redup. Kata para murid kalau malam gudang ini sangat menakutkan. Bagiku yang lebih menakutkan adalah hanya berdua dengan seorang laki-laki tanpa pengawasan dari pihak guru.

Aku mulai membersihkan gudang dengan menyapu terlebih dahulu. Aku menyuruh Kak Rafa membersihkan langit-langit gudang yang banyak dihinggapi sarang laba-laba. Dia hanya menurut tanpa mengatakan apa pun padaku.

Soal Vexia, dia masih sakit. Bahkan, dia sedang menjalani rawat inap karena dinyatakan terkena penyakit demam berdarah. Nanti sepulang sekolah aku akan menjenguknya. Untuk masalah dia dan Kak Rafa mungkin akan kutanyakan saat kondisinya sudah membaik.

Masalah Kak Devan yang tiba-tiba menyatakan kalau aku menjadi kekasihnya, itu juga masih belum selesai. Tadi pagi dia menjemputku agar mau berangkat bersamanya. Namun, kutolak mentah-mentah karena aku tidak mau para murid menganggap kami memiliki hubungan spesial. Dan satu-satunya cara untuk terbebas darinya adalah dengan menghindar. Aku juga tidak akan memedulikannya dan terus menghiraukannya. Akan kupancing terus amarahnya agar suasana bertambah panas dan hubungan palsu ini akan segera berakhir.

Setelah menyapu aku mengambil alat untuk mengepel. Dengan bibir yang mengerucut dan pipi yang menggembung, aku melanjutkan hukuman dengan malas-malasan. Sangat lelah tentunya karena Kak Rafa sama sekali tidak berniat membantuku dan dia malah duduk sambil menopang dagunya, menatap kosong ke arah depan. Penasaran, aku pun menghampirinya.

"Kenapa, Kak?" tanyaku pelan sambil mengguncang bahunya.

Dia masih bisu, tak berkutik sama sekali. Aku yang bingung hanya dapat memandangnya dengan dahi mengernyit. Apa ini ada hubungannya dengan keluarga, Vexia, dan Kak Sheren?

"Jadi, lo udah pacaran," gumamnya dengan senyuman sinis.

Aku menggeleng lemah. "Aku nggak punya pacar."

Dia tiba-tiba menatapku tajam dan mengintimidasi. Tentu saja membuatku ketakutan karena Kak Rafa menjadi sosok yang mengerikan.

"Segitu dendamnya, ya, lo sama Vexia sampe jadiin Devan pacar pura-pura. Lo tau nggak? Lo itu murahan dan nggak punya harga diri," tandasnya dingin penuh penekanan di setiap kata-katanya.

Hatiku mencelos mendengar penilainnya tentang diriku. Sesak yang menikam dadaku sangat sakit hingga aku tak sanggup lagi menahannya. Satu tetes air mata akhirnya keluar dan mengaliri pipiku. Aku tersenyum getir dan mengatakan, "You are too much. Don't insult me! " bentakku marah, tak terima dengan ucapannya tadi.

I know that love doesn't mean to posses. And I know if i'm not good for you. But I stuck on you and you make my day complete.

"Kenapa? Kenyataannya lo, kan, emang kayak gitu. Jadi, jangan mengelak."

Aku membalikkan tubuh darinya dan mengepalkan kedua tanganku kuat-kuat. "Ini semua hanya salah paham. Harusnya hubungan Kakak dan Vexia itu salah. Hubungan aku sama Kak Devan itu juga salah besar karena atas dasar pemaksaan dan aku nggak akan pernah menerima. Dan perlu Kakak tau, dia cuma jadiin aku sebagai pelarian," jelasku.

The Force of First SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang