Fifth Cup: Tabula Rasa

106 6 3
                                    

Masaki's POV

Aku memandangi foto-foto di handphoneku dengan senyum bodoh.

Apa yang sedang dia lakukan sekarang? Melihat lautan dan langit malam dengan mata sendunya yang menggoda? Membuat resep kopi yang baru?

Aku lalu memijit kontaknya.

"Hai. Ada apa meneleponku malam-malam begini?"

Aku tersenyum. Mendengar suaranya saja membuat jantungku berdegup kencang. "Aku merindukanmu."

Terdengar tawa keras di sana. "Hei. Kita bahkan bertemu setiap hari. Kau pasti bosan denganku."

"Kau sedang apa?"

"Hanya sekedar menonton TV kebetulan sebentar lagi siaran langsung pertandingan serie A. Napoli vs AS Roma. Kau?"

Aku tersenyum. "Memikirkanmu."

"Ck. Berhentilah menggombaliku! Aku lelah mendengarnya tahu."

Aku tertawa. "Idih! Galaknya. Apakah minggu depan ada waktu luang tidak? Barang dua atau tiga hari."

"Ada apa? Tumben sekali."

"Aku ingin mengajakmu ke Sicilia. Mau kan?"

"Sicilia? Yang benar saja? Itu terlalu jauh! Kita bahkan harus menyeberang pulau untuk kesana. Apa kau serius?"

"Tentu saja. Kau mau atau tidak? Aku sudah pesan tiket bus untuk kita berdua."

"Kau sudah memesannya sebelum memberitahuku? Dasar licik!"

Aku tertawa. "Well, itu adalah satu-satunya cara agar kau tidak menolak. Aku pintar kan?"

Dia mendesah. "Baiklah. Aku akan menyerahkan kedai pada Filipo selama di sana."

Aku tersenyum. "Kalau begitu, aku dan Carlo akan menjemputmu besok lusa. Dah!"

"Dah!"

Aku menutup telepon dan menatap langit-langit. Tersenyum.

☕☕☕☕

Seperti yang ia janjikan, dia menjemputku keesokan paginya untuk membawaku ke pekan raya di pusat kota.

Dia tersenyum lalu menyerahkan helm padaku. "Siap untuk berpetualang?"

Aku mengangguk. Memasang helm lalu duduk di belakang.

☕☕☕☕

Kami tiba di pekan raya itu. Sangat ramai di sana. Kios baju, kios makanan, dan kios-kios lainnya yang tumpah ruah di alun-alun pagi itu.

"Selamat berburu pakaian murah dan makanan lezat." Ucapnya. Aku melangkah menuju sebuah kios makanan.

"Kira-kira apa yang enak disini?" Tanyaku. Dia tampak berpikir.

"Hm. Bagaimana kalau Cuopo Napoletano. Sangat enak, sangat nikmat, dan pas di lidah semua pedatang."

"Kalau begitu aku pesan satu."

Satoshi memesan makanan yang kuinginkan kepada penjaga kios. Kami menunggu beberapa saat sembari mengobrol.

"Pesananmu, nak!"

Panggil seseorang. Satoshi menoleh dan tersenyum.

"Satu Arancini dan satu Cuopo Napoletano. Semuanya 10 euro*."

Dia lalu memberikan sebuah corong kertas berisi aneka makanan laut yang digoreng dengan adonan tepung padaku.

"Grazie!**" ucap si penjaga kios.

A Cup of FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang