Eighth Cup: Message

78 5 2
                                    

Masaki's POV

Aku menikmati embusan angin pantai siang itu dengan dia yang ada di pelukanku.

Dia tertidur pulas dengan kepalanya yang tersandar di dadaku. Aku tersenyum dan mengusap rambutnya.

Handphoneku berdering. Aku mengeceknya.

😁KABAR GEMBIRA!!!!

KAU MAU TAHU?

AYO TEBAK? Heheheh

Aku membalas pesan itu. "Berisik ah! Ada yang sedang tidur tahu! 😪😬"

Siapa? Si seksi itu? Tinggal silent mode kan handphonemu apa susahnya sih? 😩

Aku menyetel handphoneku ke mode getar.

"Baiklah. Apa kabar gembiranya?"

Dia mengirim stiker. "Penerbit menyukai karyamu!!! Mereka siap untuk mencetaknya dalam dua edisi. Edisi soft cover dan edisi limited edition berupa hard cover plus tanda tanganmu."

Aku mengirim stiker. "Benarkah? Kau serius kan? Tapi karyaku kan agak sedikit terlambat."

"Sungguh! Untuk apa aku berbohong? Mau bukti surat penerbitannya? Akan kukirimkan."

Tak lama kemudian, Ninomiya mengirim sebuah foto padaku. Aku membukanya dan melongo.

"Damn! Ini mendadak sekali!!! Aku belum menyiapkan perayaan apapun..."

Dia mengirim stiker. "Well...kapan kau akan kembali ke Tokyo? Penerbit ingin mendiskusikan soal penerbitan buku denganmu."

Aku berpikir sejenak. "Entahlah. Aku masih belum tahu. Lagipula aku betah disini."

Aha! Pasti gara-gara si seksi itu kan? Hebat sekali dia. Biasanya kau tidak betah bepergian.

"Jangan bawel! Sana cari pacar biar tidak mengganggu orang lain 😆"

Sialan ah! 😒 kuharap kau cepat kembali. Penerbit benar-benar serius soal karyamu.

"Tidak bisakah kau yang urus semuanya? Pleaseee...😢"

Dia mengirim stiker. "Heh, goblok! Aku tidak hanya mengurusi dirimu saja tahu! Pffttt..."

"Kumohonnnn...yaaahhh? Mau kan? Akan kuoleh-olehi sedus wine terbaik se-Napoli untukmu. 😏"

"Sedussss???!!! Okay, pegang janjimu ya!"

"Kau kan tahu aku. Mana pernah aku ingkar janji." Balasku lalu mengirim stiker.

"Baiklah. Selamat bersenang-senang dan berburu wine untukku. Kalau bisa red wine yang sedikit tua ya. Heheheh."

"Iya. Sampai jumpa di Tokyo."

Aku meletakkan handphoneku di meja. Sosok di pelukanku menggeliat. Dia lalu bangkit dan menatapku.

"Sudah puas tidurnya?" Candaku. Dia tersenyum.

"Aku lapar."

Aku mencubit kedua pipinya. "Tidakkah kita baru saja makan tadi?"

Dia tersenyum. "Ya...aku lapar lagi. Lapar kan manusiawi toh?" Ucapnya lalu berdiri.

"Mau lasagna?" Tanyanya. Aku tersenyum lebar.

"Siapa yang menolak lasagna?" Ucapku lalu berdiri dan menyusulnya.

☕☕☕☕

Dia menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan dengan cekatan.

"Dimana lasagna strips nya?"

A Cup of FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang