Sixth Cup: Luna Rossa

101 5 2
                                    

Masaki's POV

Dia mengajakku ke rumahnya siang itu. Seperti biasa, aroma bebungaan yang ramah.

Aku memasuki rumahnya dan disambut dengan baik oleh kakeknya seperti yang sebelum-sebelumnya.

"Ah! Nak! Masuklah." Ucap kakeknya dengan ramah dan bersemangat seperti biasanya. Aku tersenyum.

"Hei, nak! Bantu aku disini!" Seru neneknya dari dapur. Satoshi langsung ke dapur menyusul neneknya. Kakeknya merangkulku.

"Kemarilah, nak! Aku ingin memberikan sesuatu padamu."

Aku melanglah ke dalam bersamanya. Dia lalu mengeluarkan sebuah botol berisi cairan cokelat dari dalam sebuah kardus.

"Ini madu hutan Madagaskar. Sangat bagus untuk kesehatan." Ucapnya. Dia lalu menatap Satoshi.

"Terutama jika diminum sebelum melakukan sesuatu yang nakal pada cucuku."

Wajahku terasa panas. Dia tertawa dan menepuk punggungku.

"Laura, apa makanannya sudah siap? Aku lapar."

"Sedikit lagi."

"Duduklah disini selagi mereka membuat makanan di dapur. Kita sedikit mengobrol."

Tak lama kemudian, Satoshi dan neneknya mengantar makanan ke meja makan.

"Maaf membuat perut lapar kalian menunggu." Ucap Satoshi sembari meletakkan bakso dan salad di atas meja. Neneknya pun tak lama mengantarkan linguini carbonara ke meja dan duduk. Satoshi menyusul di sebelahku tak lama kemudian setelah membereskan peralatan masak.

"Sekarang siapa yang akan pimpin doa makan?" Ucap kakeknya.

"Hei, Francesco. Kau adalah kepala keluarga. Harusnya kau yang memimpin." Ucap neneknya.

"Baiklah. Mari kita berdoa untuk makanan lezat yang kita santap siang ini."

Setelah selesai berdoa, kami menyantap makanan kami sembari mengobrol. Aku tersenyum.

Sudah berapa lama tidak makan bersama keluarga seperti ini?

☕☕☕☕

Aku dan dia bersantai di balkon kamarnya. Dia meneguk jus jeruknya. Terlihat kakeknya sedang mengurusi kapal di dermaga.

"Sudah setua itu dia masih kuat mengurusi kapal dan berlayar sendirian. Maksudku...lihatlah! Tidak ada kakek-kakek berusia 80 tahun yang masih kuat mengangkat peralatan berat semacam itu. Kakekmu itu makan apa?" Ucapku sembari menatap kakeknya dengan takjub.

Dia tertawa. "Hanya soft boiled egg, polenta dan susu setiap pagi. Dia tidak bisa minum kopi karena asam lambungnya."

Aku memperhatikan pemandangan di sekelilingku. Melihatnya serasa seperti di rumah. Sangat damai dan menyenangkan.

"HEI, NAK! BISA BANTU AKU DISINI? AKU PERLU SEDIKIT BANTUAN!" Pekik kakeknya pada kami.

Dia menatapku dan mengangkat sebelah alisnya. Aku mengikutinya dan turun.

☕☕☕☕

HOEEEKKK

Aku mengeluarkan seluruh isi perutku dan mengusap bibirku. Satoshi menertawaiku dan melemparkan sebotol air minum padaku. Aku meneguknya.

"Wah! Ternyata kau mabuk laut ya? Maafkan aku, harusnya sebelumnya aku bertanya sebelum mengajakmu."

"Tidak mas...hoeekk."

Kakeknya lalu memberikan sebuah tablet berwarna putih. "Minumlah aspirinnya. Setidaknya bisa menghilangkan sedikit rasa mualmu."

Aku mengambil aspirin itu dan meminumnya.

A Cup of FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang