Sadness

2.6K 208 4
                                    

Daniel menggenggam tangan Prilly erat. Kini gadis itu terbaring lemah di atas kasur ruang kesehatan di markas nya. Wajahnya yang pucat mengingatkan Daniel dengan 4 tahun yang lalu saat Prilly terbaring lemah di rumah sakit akibat terlalu banyak menghirup gas beracun.

Terdengar pintu di ketuk dari luar membuat Daniel tersadar dari lamunan. "Masuk"

Tak lama masuklah Aster dengan sebuah plastik makanan di tangannya. Daniel menatap Aster sekilas sebelum akhirnya kembali menatap wajah Prilly. Aster berjalan mendekati Daniel, menatap nanar tangan Daniel yang sedang menggenggam tangan Prilly dan menghembuskan nafas berat.

"Niel, kamu gak mau makan dulu? Seharian ini kamu belum makan. Nih, aku bawain sushi kesukaan kamu" ucap Aster seraya mengangkat kantung plastik yang ada di tangannya. Daniel hanya diam sambil mengelus tangan Prilly lembut.

"Daniel? I know you're hurt, but by being like this will make you sick. And if you are sick, Prilly will be sad. Kamu mau dia sedih?" ujar Aster yang membuat Daniel menghembuskan nafas lelah.

Daniel menatap Aster kemudian beralih menatap kantung plastik yang di bawanya. Dengan lembut ia mengambil kantung plastik tersebut dan tersenyum tipis. "Thanks"

Aster membalas senyuman Daniel kemudian berlalu meninggalkan ruangan itu. Daniel meletakkan kantung plastik tersebut ke atas meja di samping kasur Prilly. Daniel kembali menatap Prilly yang tak kunjung membuka matanya sejak 7 jam yang lalu.

Merasakan mata nya yang memberat, perlahan Daniel pun menguap dan menidurkan kepalanya di samping tangan Prilly yang sejak tadi masih ia genggam. Tak berapa lama ia pun terlelap dengan nafas yang beraturan.
-

Prilly membuka mata nya secara perlahan. Cahaya lampu langsung masuk ke penglihatannya membuat ia meringis sesaat, sebelum akhirnya ia dapat menyesuaikan cahaya. Ia menoleh ke kiri dan mendapatkan Daniel yang tengah tertidur di sampingnya. Tangan hangat Daniel masih bersarang di tangannya membuat Prilly tersenyum kecil.

Menyapu pandangan ke sekeliling ruangan, Prilly pun menemukan jam yang ia cari. Di lihatnya jam yang menunjukkan pukul 12 malam. Dengan perlahan ia bangkit dari tidur nya, dalam posisi duduk Prilly mengelus tangan Daniel pelan lalu melepaskan genggaman tersebut.

Saat sudah terlepas, Prilly menyibakkan selimut yang menutupi separuh tubuhnya kemudian bergerak turun dari kasur. Prilly berjalan menuju meja di sampingnya dan mendapatkan kantung plastik yang berisi sushi yang sudah mendingin. Ia menatap Daniel lembut, "Pasti lo belum makan kan? Dasar"

Setelah berkata seperti itu, Prilly pun beranjak menuju pintu ruang kesehatan. Membukanya dan keluar. Di luar ia menemukan lorong yang sepi, maklum beberapa agen pasti sudah pulang atau tidur di ruangan khusus untuk bermalam di markas.

Dengan perlahan, Prilly berjalan menuju pintu keluar markas. Sesampainya di luar markas, Prilly langsung menuju parkiran untuk mengambil mobilnya dan mengendarai mobil tersebut ke tempat ia biasa menenangkan diri.

Setibanya disana, Prilly berjalan menuju puncak dan duduk dengan menekuk kan kaki sambil memeluknya. Ia menatap suasana bukit dari puncaknya seraya tersenyum kecil mengingat masa lalu nya.

Prilly menyandarkan kepalanya pada bahu Ansel. Sambil berpegangan tangan Ansel berkata, "Princess, do you know what i'd see in the sky now?"

"Stars?"

"yeah, bintang. Bintang adalah hal yang paling ku sukai selain kamu. I like to see all of the stars with you, karena kamu spesial. Seperti bintang"

Prilly menatap Ansel lembut begitupun sebaliknya. Perlahan, Ansel mencium kening Prilly lama sebelum akhirnya memeluk Prilly lembut. "Wanna hear something?"

"What?"

"You're beautiful from your heart. Don't let the emotion changes you, karena kamu saat kamu emosi bukanlah diri kamu yang sebenarnya Princess. Jangan biarkan emosi membuat kamu melukai orang lain, karena itu sama saja dengan melukai diri kamu sendiri secara perlahan."

Prilly tersenyum kemudian menatap Ansel lembut, "Apa.. Aku harus berjanji?"

"Of course Princess. Promise?"

"Promise"

Lagi, air mata turun membasahi pipi lembut milik Prilly. Ia tak sanggup mengingat kenyataan bahwa yang ia kuburkan adalah boneka, ya boneka. Kenapa mereka semua bisa tega kepada dirinya? Ia hanya ingin tenang. Namun apa? Kenyataan pahit kembali menerpa Prilly.

"Where are you Ansel? I miss you" ucap Prilly lalu menyusupkan kepala ke lekukan kaki nya. Ia menangis sepuas-puasnya hingga ia merasakan sebuah pelukan hangat menghinggapi punggung nya.

Prilly mendongak. Saat melihat siapa yang memeluknya, ia pun langsung menubruk badan orang itu dan memeluknya erat. "Sshh.. Udah Prill, gue ga mau liat lo nangis"

Prilly tetap terisak di pelukan orang itu. Di sela isakan dengan terbata-bata ia pun berkata, "Niel.. Kenapa lo gak bilang kalo jasad Ansel engga di temukan? Kenapa lo bohong ke gue,huh? Why?"

"I'm sorry. Gue ga mau liat lo sedih Prill.. Yang nyuruh buat make boneka itu juga mr. Cowell karena dia ga mau liat lo sedih" sahut Daniel.

"Dia ada Niel. Dia ada disamping gue waktu itu! Kenapa kalian sampe ga bisa nemuin dia Niel? Kenapa?!"

"Gue ga tau. gue nemuin lo pingsan disana seorang diri dan ngeliat beberapa bercak darah di lantai. Gue pikir Ansel ada disana, tapi pas gue cari, dia gak ada Prill." ungkap Daniel.
"Terus Ansel dimana? Dimana Daniel? Dimana?!" isak Prilly. Daniel menutup matanya, mendengar isakan Prilly membuat hatinya perih. Baginya Prilly adalah perempuan terpenting setelah ibunya yang sudah meninggal. Ia tak tega melihat Prilly sedih dan rapuh seperti ini.

"Sshh.. Stop crying Prill.. Crying don't settle the problem, disini dingin. Kita pulang ya?" Prilly menggeleng lemah.

"Tapi Prill--"

"Plisss Niel. Gue mau kaya gini bentar aja..." pinta Prilly. Daniel pun mengangguk pasrah dan memeluk Prilly lebih erat lagi sampai tangisan gadis itu mereda.

Beberapa saat dalam posisi tersebut, Prilly pun terlelap. Daniel dapat merasakan hembusan nafas teratur di lehernya. Tanpa basa basi, Daniel langsung menggendong Prilly dan membawanya menuju mobil Prilly dan mobilnya di parkirkan.

Disana, ia dapat melihat Brill menyandar ke kap mobil nya. Daniel memang terbangun saat Prilly mengelus tangannya di ruang kesehatan tadi, namun ia pura-pura masih dalam keadaan tidur. Saat mengetahui Prilly kabur, ia pun mengikutinya. Kebetulan pada saat itu Brill berada di ruang dokumen dan melihat Prilly berjalan keluar markas diikuti Daniel di belakangnya.

"Lo bawa mobil Prilly, biar gue anter Prilly pake mobil gue" ucap Daniel, Brill mengangguk kemudian bergegas menangkap kunci mobil yang di lemparkan Daniel. Walaupun Brill keluar dari ruangan penuh amarah, namun tak bisa ia pungkiri bahwa ia sayang kepada Prilly. Ia sudah menganggap Prilly sebagai adiknya sendiri.

Setelah meletakkan Prilly di dalam mobil, Daniel pun langsung menancap gas menuju kediaman Prilly.

-

A/N

Double update, ntar liat di sebelah(lagi baik nih gue) .. Jangan lupa Vote ya!

Salam,
Adek angkatnya Aliando syarief

04 03 2016

DifficultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang