Aku, kau dan dia

401 48 5
                                    

Aku mulai lagi di sambungan kedua.
Aku gak berharap besar untuk cerita ini. Tapi disini bakal banyak konflik.

Happy reading ya ....

Century

**

Kara kembali masuk kedalam kamar menyiapkan seribu jawaban elakan atas kedatangan seseorang yang sangat asing dimata ibu nya.

Kara mulai membuka pintu kamar ibunya dengan perasaan tegang meskipun ia menunjukkan wajah santai.

"Bu.. " panggil Kara dengan suara lirih.

Kara semakin mendekati tempat tidur ibu nya dengan ukuran besar itu.

Mata ibu nya terpejam.

Kara mendekati ibunya dan menutup tubuh ibu nya dengan selimut.

Ditatapnya wanita tua itu lekat-lekat.

"I love you, mom." Kara mencium kening ibu nya dengan mata berkaca-kaca.

"Dengar atau tidak Kara cuma mau bilang kalo Kara akan memenuhi permintaan ibu. Tapi bukan berarti orangnya harus Alvin. Kara gak cinta sama dia." Kara mengungkapkan uneg-unegnya didengar atau tidak tak masalah bagi Kara. Karena yang terpenting adalah Kara sudah mengungkapkan nya.

"Kara juga gak mau jadi anak durhaka yang mau menentang permintaan ibu nya. Tolong ngertiin Kara, bu." Kara menangis sesenggukkan didepan ibu nya yang sedang terlelap.

Setelah puas mengeluarkan seluruh perasaan dan air mata, Kara keluar dan masuk ke dalam kamar. Mungkin dia lelah.

**

Tak lama berkutat dengan buku novel lama mililnya. Kara mendengar ponselnya berdering. Gairah nya hari ini sangat minus. Bahkan untuk bernafas pun tak ingin. Rumah begitu sepi. Biasanya Kara bercerita dengan suster Jani kalau ibu nya sudah tidur. Tapi kali ini rumah jauj dari kata ramai. Begitu hampa.

"Halo, Nya." Suara lesu Kara semakin parau karena menangis.

"Ra... loe dirumah?" Tanya Anya.

"Iya, kenapa?" Tanya Kara datar.

"Juarman, Ra...." suara Anya semakin menghilang.

"Juarman? Dia kenapa?" Tanya Kara dengan suara semakin besar. Mata Kara membesar mendengar pola bicara Anya yang terlihat tidak becanda.

"Nya... jawab gue." Teriak Kara yang semakin penasaran dan menegang.

"Dia tabrakan. Wajah nya penuh darah." Jawab Anya singkat. Hanya isakkan yang didengar Kara setelah itu panggilan pun terputus.

Kara mencoba menghubungi Anya namun panggilan sibuk.

Kara tanpa berpakaian resmi langsung mendatangi rumah sakit yang kemungkinan besar Juarman ada disana.

Rumah sakit alphent.

Kara kembali menghubungi nomor telepon Anya dan alhamdulillah tersambung.

"Anya... gue dirumah sakit alphent loe dikamar nomor berapa? Lantai berapa? Jawab dong.

"Iya.. gue di lantai 2, mawar 03. Cepat ya?" Suara Anya pun hilang.

Dengan lari cepat Kara mencari kamar yang telah disebutkan oleh Anya.

Setiba diruangan itu Kara hanya melihat seseorang tak tau laki-laki atau perempuan yang pasti wajah dan tubuhnya sudah seperti mumi. Kara menahan air matanya namun tidak bisa. Memeluk pun tak bisa. Hanya bisa bertanya-tanya bagaimana keadaan Juarman? Apa dirinya adalah Juarman.?" Seribu pertanyaan bahkan lebih telah mengelilingi otak Kara.

A Husband For KaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang