Bab 10: So Right..

185 7 2
                                    

Gadis berambut pendek itu sedang asyik mengobrol dengan mbak Nadine dan papa di ruang tamu, seketika obrolan mereka terpaksa berhenti sejenak ketika  sadar akan kedatangan Marcel. Kanaya  langsung menoleh ke arah Marcel yang terlihat lepek dan berkeringat, "Marcel habis darimana kamu?" Tanya ayahnya.

"Lari pah."

"Biasa Marcel mah sambil godain dedek-dedek gemes di taman," ledek mbak Nadine, "Kanaya udah makan?" Tanyanya lagi.

"Udah mba tadi di rumah,"

"Kak, Kan, pah aku bersih-bersih dulu ya lepek banget nih,"

"Yaudah sana deh bau asem tau ngga!"

Akhirnya Marcel pun ngeloyor ke kamarnya meninggalkan Kanaya, Mbak Nadine dan papa bertiga di ruang tamu.

"Kamu kemana aja sih Kan? Jarang main ke rumah lagi yah?" Tanya laki-laki paruh baya yang sekarang-sekarang ini lebih sering menghabiskan waktunya di rumah,

"Aku sibuk terbang om, Osaka sama Melbourne terus.."

"Kamu putus yah sama Marcel?"

Tiba-tiba saja ayah Marcel melontarkan pertanyaan yang langsung mengorek luka lama yang sudah Kanaya pendam selama ini, bahkan sekarang saja ia masih belum bisa menerima kenyataan kalau dirinya putus dengan Marcel, "Iya om," jawabnya sambil tersenyum tapi raut matanya menunjukan kesedihan.

"Kenapa sih kalian? Nggak ada angin nggak ada ujan tiba-tiba putus," sambung mbak Nadine.

"Memang udah baiknya kaya gini kali mbaa," jawab Kanaya,  Nadine sih yakin benar  perempuan ini masih sayang dengan adik laki-lakinya.

"Iya mungkin kalian butuh waktu buat masing-masing dulu kali ya. Kalau jodoh juga bakal balik lagi. Kaya aku sama Vino," jelasnya. Vino adalah suami mba Nadine. Mereka berpacaran hampir empat tahun tetapi semuanya tidak berjalan mulus-mulus saja, mereka harus melewati tahapan putus sambung, "dari kuliah kita pacaran terus sempet putus ehhh ujung-ujungnya balik lagi sama Vino, sekarang malah punya Russel deh!" Ujar Nadine membuat Kanaya berharap kisah cintanya bisa berujung indah seperti mbak Nadine.

"Mas Vino kemana mba? Ngga keliatan?" Kanaya mengalihkan pembicaraan ia sudah jengah terus-terusan dibanjiri pertanyaan seputar hubungannya dengan Marcel.

"Dia lagi ngurusin proyek di luar kota, makanya aku disini sekalian ngurusin om juga nih," Matanya melirik sang ayah.

"Om sering banget ditinggal sama Marcel makanya kesepian, kalau ada Nadine kan bisa main juga sama cucu om, si Russel,"
ucapnya jujur sambil tertawa lalu beliau beranjak dari kursinya, "Om tinggal dulu ya? Om mau istirahat di kamar,"

"Mau Nadine antar pah?"

Tangan laki-laki beruban itu memberikan isyarat bahwa dirinya tidak perlu diantar, "kamu temani saja Kanaya," lalu beliau berjalan menuju kamarnya. Tidak lama, Marcel kembali dengan penampilan lebih segar dan bersih.

"Lama bener Mar, udah ah gue mau ngecek Russel ke kamar, tuh temenin Kanaya kasian nungguin lo mandinya lama!" Mba Nadine juga beranjak dari kursinya lalu meninggalkan Kanaya dan Marcel berdua di ruang tamu.

"Kan, kamu ngga terbang?"

"Baru pulang cuma selanding. Jadi aku bisa mampir kesini. Kangen Russel deh.."

"Anaknya lagi tidur paling Kan.. Nanti kalau udah bangun aku suruh kesini biar main sama tante Kan Kan.." Ucapnya sambil mengusap pelan kepala Kanaya. Jujur, Kanaya rindu sekali momen-momen seperti ini.

"Kamu lari sendirian tadi?" Tiba-tiba saja Kanaya ingin bertanya itu pada Marcel.

Ekspresi Marcel berubah kaku. "Ngga sih sama temen.." Jawabnya tidak mau berbohong. Emang sama temen kan?

Cabin Crew Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang