24. Jalan Hidup yang Berbelok

25.7K 3.7K 263
                                    

Silakan dibaca Norenya

________________________________________

Relis tidak mau menjelaskan lebih detail maksud ucapannya, dia bilang biar Nore saja yang menjelaskan semuanya. Akibatnya lebih dari seminggu ini aku terus dibayangi rasa penasaran. Aku ingin mendapatkan jawaban, tapi tidak punya keberanian cukup kuat untuk bertanya langsung pada Nore. Apalagi sejak terakhir bertemu di rumah keluarga Mada, dia tidak pernah muncul lagi di hadapanku. Dia juga tidak bertemu Lika dan hanya sesekali menelponnya.

Sudah berhari-hari Lika menanyakan keberadaannya. Aku yang tidak tahu di mana dia berada hanya bisa menjawab, kalau Nore sedang sangat sibuk dengan pekerjaannya.

"Mama... ayo ke rumah papap Nore." Lika mulai merajuk lagi. Sudah lebih dari satu jam dia meminta hal yang sama berulang kali. Dari tadi aku hanya memberikan jawaban kalau kita tidak bisa pergi hari ini. "Mama dari kemarin bilangnya besok-besok terus tapi nggak pergi-pergi."

"Yak kan mama bilang besok."

"Besoknya kapan mama!" balasnya kesal.

"Besok."

"Ahh... mama mah... Lika pengin ketemu Papap Nore." Rengeknya lagi, kali ini bahkan dengan menggerak-gerakkan kakinya tidak sabar.

"Kamu antarkan dia ke rumahnya saja kenapa sih, Ian? Kan nggak jauh ini. Telinga Tante sampai sakit denger dia merengek-rengek terus."

"Nore lagi sibuk, Tante. Takutnya Ian kesana malah dia nggak ada." Jawabku berbohong.

"Walaupun nggak ada Nore, Lika kan bisa ketemu oma dan opanya di sana."

"Sekarang hari Sabtu, Ian takut ganggu istirahat mereka."

"Mana ada ganggu, yang ada mereka senang cucu mereka datang."

"Hmm..." aku berpikir, mencari-cari alasan lain.

"Lika telepon rumah Papap Nore aja." Selesai berkata seperti itu, Lika langsung berlari menuju telepon rumah, penuh semangat memencet tombol nomor yang sudah dia hafal di luar kepala.

Dari tempatku duduk, aku memerhatikan Lika dengan khawatir. Aku masih belum siap bertemu Nore, bagaimana kalau dia masih mengabaikanku seperti kemarin.

"Ma... Ma..." teriak Lika sambil berlari-lari ke arahku. "Ma.. kata Opa, Papap Nore sakit. Ayo Ma ke rumah Papap. Lika mau ketemu Papap."

"Sakit apa?"

"Lika nggak tah, Papapnya nggak mau dibawa ke rumah sakit. Terus opa nyuruh Lika datang buat bujukin papap, biar mau diobati di rumah sakit."

Rumah sakit? berarti parah dong sakitnya.

"Ayo, Ma." Lika menarik tanganku tak sabar.

"Bentar sayang, Lika bangunin Papap Krisna dulu, siapa yang mau nganterin kita?"

"Naik taksi aja, bangunin Papap Krisna pasti lama. Ayo ma."

"Lika, sebentar." Potongku, "mama mesti ambil tas mama, kita mesti ganti baju, kamu juga belum mandi."

"Mandi di rumah Papap Nore aja."

"Lika..."

"Iya, Lika mandi dulu." Sahutnya sambil cemberut.

*****

Kami pergi menggunakan taksi, karena percuma membangunkan Krisna di Sabtu pagi. Sejak ada Nore, yang menemani Lika berenang di rumah Mas Rey bukan lagi Krisna. Alhasil Sabtu-Minggu menjadi jadwal Krisna bangun siang. Tidak bisa di ganggu gugat.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang