Ch.17

469 34 10
                                    

Happy Reading~

Jessi-Harry

Jessi Pov
Gue sama Harry sudah ngelilingin lantai 2 tapi nggak ada apa apa sehingga kami memutuskan untuk lanjut ke lantai 3.

"Gue capek" Harry mulai mengeluh
"Jess.. Istirahat yok.."
"..."
"Jess.. Pliss Jess, gue capek.."
"..."
"Jess? Kok diem? Jawab dong.."
"..."
"Jess-"
"DIEM!"
"..."

Harry Pov
"DIEM!" Demi Tuhan salah gue apaan T_T Setelah di suruh diem ya gue diem aja terus. Ntah kena setan apa, Jessi jalan dengan muka dingin tanpa ngomong sedikitpun. Gue masih setia berjalan beriringan di sampinya sambil menerangi jalan dengan senter satu satunya.

"E-ehem!" Gue iseng iseng berdeham untuk memecah keheningan. Jessi tiba tiba berhenti dan gue juga berhenti.
"Lo mau apa!?" Tanyanya ketus
"Ng-nggak papa kok!" Gue jawab dengan cepat karena kelabilan Jessi sepertinya kumat lagi.

Setelah gue jawab, perbincangan berakhir hanya dengan 2 percakapan. Kemudian kami lanjut jalan. Dalam keheningan. Total.

Merasa bosan, gue bernyanyi pelan. Hanya beberapa penggalan lagu saja.

We don't talk anymore
We don't talk anymore
We don't talk anymore
Like we used to do~

We don't love anymore
What was all of it for
Oh we don't talk anymore
Like we used to-

"Stop. Plis Har gue badmood banget jadi plis jangan buat macem macem. Ok!?" Jessi tiba tiba memutus nyanyian kecil gue.

"Ya.. At least, ngomong dong. Gue gak tahan kalo cuma kicep sepanjang jalan. Paling nggak biarin lah gue nyanyi." Gue melas supaya dia berhenti memboikot gue.

"..." Jessi gak jawab apa apa lagi. Gue cuma diberi death glare dan sepertinya sesuai dengan lagu yang gue nyanyiin tadi.

We don't talk anymore.
Kami tidak berbicara lagi.

~~~

Sekarang kami berada di dalam sebuah ruangan. Sebenernya ini ruangan terakhir kami untuk dijajah (?) kalo nggak ada apa apa, kami balik ke depan pintu utama dan berharap mereka juga sudah balik dan salah satunya menemukan apa yang kami cari dari tadi.

Ugh..
Gue benci tempat kek gini.
Udah gelap, tertutup, hawanya gak enak lagi. Gue mencoba bernegosiasi sama Jessi supaya kami cepatan keluar dari sini.

"Jess, cepetan dong. Lo tau kan gue phobia gelap."

Jessi yang sedang memeriksa laci laci meja yang ada di ruangan gaje ini menghentikan sejenak gerakannya dan membalik badan ke arah gue.

"Lo kan masih punya penerangan ditangan lo" ucapnya sambil melirik ke senter yang gue genggam erat di tangan kanan yang gue angkat ke atas supaya cahayanya menyebar. Kemudian ia melanjutkan pencariannya.

"I-iya sih tapi tetep a-" omongan gue diputus lagi oleh death glare andalannya sehingga gue nyali gue menciut.

Gue ngikutin Jessi yang dari tadi mondar mandir ke segala arah dan mendatangi hal hal yang menurutnya aneh dan patut di selidiki. Sekarang kami berada di depan sebuah meja. Meja kerja dari kayu berukuran cukup besar lengkap dengan buku dan kertas kertas berserakan di atasnya. Di belakang meja terdapat kursi dan lemari buku usang yang terbuat dari kaca dan kayu. Di sebelahnya terdapat sebuah gantungan dan tergantung sebuah jas hitam serta topi hitam misterius. Jessi terlihat sedang melihat lihat buku dan kertas di atas meja yang penuh debu dengan semangat sampai akhirnya ia mengangkat salah satu buku catatan besar. Ia meniup debu dari atas buku yang menutupi judulnya kemudian mengelapnya sedikit dengan tangan.

"Eh liat deh." Ujarnya sambil menyodorkan buku tersebut ke hadapan gue.

"Diary" gue membaca judul yang tertera di sampul buku tersebut.

"Sir John Evans. Headmaster of YGX High School" Jessi melanjutkan tulisan di bawah judul.

Gue sama Jessi bertukar kontak mata kemudian kembali fokus ke buku yang telah dibuka oleh Jessi satu persatu.
Gue nggak ikut baca karena gak tahan ngeliat tulisan dokternya sehingga gue cuma ngeliat Jessi yang komat kamit membaca buku itu dengan lancar. Secara gak sadar, gue tersenyum tipis ke arahnya sampai akhirnya gue melihat pemandangan aneh di pojokan yang sejajar dengan mata gue. Damn! Gue langsung mengalihkan pandangan setelah melihat setan yg melotot ke arah gue. Gue langsung kembali fokus menatap Jessi, pujaan gue untuk mengalihkan perhatian. Gue diberi tau oleh paman gue yang indigo juga kalo nggak mau di ganggu jangan sampai 'mereka' tau kalo elo bisa ngeliat mereka.

Gue terus menyebutkan kalimat di hati
"Jangan tatap jangan tatap hiraukan aja Harry hiraukan kalo elo mau hidup tenang!" Jujur gue bingung sama orang orang yang takut hantu termasuk gue. Pertama, mungkin beberapa orang takut karena film film yang menggambarkan bahwa hantu itu mengerikan. Jika ia mati tertabrak maka kondisinya juga akan seperti itu dan itu memang benar. Hantu di pojokan sana itu lehernya bekas sayatan dan hampir putus. Mungkin ia salah satu korban pembunuhan disini. Kedua, di film film biasanya hantu itu bisa ngebunuh yang sebenarnya nggak! Hantu itu cuma gangguin aja dan kalaupun elo mati mungkin itu karena elo dah gila gegara hantu yang mengganggu lo dan gue pernah mengalami ini waktu kecil sampai sampai gue mau terjun dari gedung rumah sakit tempat gue dirawat. Mungkin karena trauma ini gue takut sama hantu yang jelas jelas gue bisa liat.

Merasakan sebuah sentuhan ringan dan dingin di pundak kiri gue sangat sukses membuat bulu kuduk merinding. Semua badan gue tiba tiba mati rasa. Bahkan senyum gue nggak bisa diturunkan menyebabkan wajah gue seperti orang yang dipaksa senyum. Dengan tubuh bergetar dan keringat dingin mulai terlihat, gue mencoba memanggil Jessi sekuat tenaga.

"Jes-!" Shit mulut gue dibekap dengan tangan yang tidak terlihat. Gue berusaha mencoba bersikap biasa supaya ia tidak tau kalo gue bisa ngeliat dia. Kalo nggak kelar idup gue.

"Hah? Apaan? Ngomong aja gue dengerin kok." Jessi masih terpaku dengan buku tebal, besar, kotor di tangannya sedangkan gue masih senantiasa memegang senter tepat di atas buku itu sambil memanjatkan doa keselamatan hidup gue saat ini.

"Har? Harry? Lo mau ngomong apa?" Jessi yang merasa gue nggak ngomong apapun akhirnya menoleh ke arah gue yang masih senyum tipis dan keringat dingin yang masih bercucuran deras sampai membuat seragam gue basah.

"Kok baju lo basah gitu?" Jessi memberi pertanyaan lagi dan masih nggak gue jawab. Bukannya apa, gue nggak bisa ngegerakin mulut gue yang masih dibekap.

"Har! Jawab dong masa gue dicuekin." Jessi mulai hilang kesabaran. Bagus. Sekarang gue harus berdoa lagi untuk keselamatan gue dari Jessi. Perlahan gue merasa mulut gue seperti terbebaskan sehingga gue dapat bicara lagi. Langsung gue teriak

"Jes! Kita per-"

"I know you can see me"

"Fuck!"

TBC
Holla~
Voment jangan lupa ya
Add ke library juga jadi tau saat cerita ini di update

Hope you still enjoy this story
Bye~^^

Horror PartyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang