Enam

1.5K 121 0
                                    

Dengan langkah tergesa Riana berjalan sambil memeluk erat dokumen-dokumen tersebut menuju ruang rapat.

"Aw!" pekik Riana ketika tanpa sengaja ia menabrak seseorang.

"Gimana sih kalau jalan?! Pakai mata dong!!" bentak seorang gadis yang ditabrak Riana.

"Ma-maaf, Mbak. Saya...Lea!!" Riana mengerjapkan matanya untuk memastikan bahwa gadis berpakaian ketat dengan wajah full make up ini adalah teman masa SMA nya.

"Riana!" seru Lea tak kalah kaget.

"Maaf, Le. Aku buru-buru." ucap Riana dengan nada yang terkesan datar.

"Kamu kerja disini?" tanya Lea panik.

Riana mengangguk, "Aku permisi dulu." ucapnya seraya berlalu.

"Permisi." Riana tersenyum canggung ketika melihat ruang meeting sudah hampir penuh dan hanya menyisakan satu tempat saja.

Di ujung meja terlihat Fachri menatap Riana geram. Bisa-bisanya ia terlambat untuk meeting pertamanya. Dasar!

***

"Tolong catatan hasil meeting serahkan ke saya nanti. Oh ya, apakah saya ada jadwal meeting dengan klien hari ini?" tanya Fachri yang berjalan bersisihan dengan Riana menuju ruang kerjanya.

"Tidak ada, Pak." sahut Riana.

"Sayang!!" seru seorang gadis dengan pakaian ketat dan wajah full make up nya.

Fachri yang mengenali suara itu hanya bisa menulikan pendengarannya. Sedangkan Riana membeku seketika. Lea dan Fachri? Apakah mereka?

"Kau? Kenapa dekat-dekat dengan tunanganku?" tanya Lea posesif.

Tunangan?

Oh, astaga! Jadi Fachri...

Tiba-tiba saja seluruh sendinya melemas. Hatinya sakit, dadanya sesak dan matanya memanas. Oh Tuhan!

"Kau mendengarku kan, bitch?" tanya Lea sinis.

"Maaf." sahut Riana sekenanya sebelum kemudian memutuskan kembali duduk di tempatnya.

Sementara Fachri berjalan mendahului Lea masuk ke ruangannya.

"Fachri!! Kenapa kau pekerjakan jalang itu, huh?" tanya Lea tak terima.

"Aku tidak tahu." sahut Fachri sekenanya.

"Tidak tahu? Hell! Jangan bilang kalau kau masih memcintainya? Hey, kau tahu dia..."

"Stop it! Aku tidak lupa itu dan tolong jangan mengungkitnya lagi!" tegas Fachri dengan aura dinginnya.

"Baiklah. Oh ya, tadi aku ke rumahmu. Kau tahu? Kedua orangtuamu tak sabar ingin kau dan aku cepat menikah. Menurutmu bagaimana?" tanya Lea antusias.

Fachri hanya diam. Tak bergeming sedikitpun. Entahlah, tapi rasanya empat tahun dengan satu tahun terakhir menjadi tunangan Lea, ia tetap belum menemukan rasa itu. Rasa seperti yang ia rasakan saat bersama Riana.

"Fachri?"

"Maaf Lea. Aku belum memikirkannya." sahut Fachri datar.

"Tapi kita-kau dan aku..."

"Ya, aku tahu kita sudah lama bersama. Tapi mengertilah." potong Fachri seraya menatap Lea lekat sebelum kembali mengubur dirinya dengan pekerjaan kantor.

"Apa ini karena jalang itu? Apa yang sudah ia lakukan padamu sampai kau jadi seperti ini, huh?" tanya Lea dengan tatapan terlukanya.

"Maaf. Sekarang tolong keluar dari sini. Aku sedang ingin sendiri." tukas Fachri sehalus mungkin.

Lea sedikit terbelalak namun akhirnya ia menuruti keinginan Fachri.

RianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang