Tujuh

1.5K 116 0
                                    

Jam makan siang telah tiba. Berhubung perut Riana yang sudah tidak bisa diajak kompromi, ia pun memutuskan untuk pergi ke kantin.

Sesampainya di kantin ia segera memesan makanannya dan menyantapnya dengan lahap. Setelahnya ia segera membayar makanannya tersebut. Namun tiba-tiba saja ia teringat Fachri. Apa lelaki itu sudah makan? Ah, pasti belum. Mengingat sedari tadi lelaki itu belum keluar sama sekali dan tidak ada pengantar makanan yang datang. Akhirnya ia pun memesan makanan kesukaan Fachri.

"Permisi?"

"Masuk!" seru Fachri.

"Ada apa?" tanya Fachri yang terkesan ketus tatkala mendapati Riana masuk ke ruangannya.

"Ini saya bawakan makan siang untuk bapak." sahut Riana dengan senyum tulusnya.

Sejenak Fachri mengangkat sebelah alisnya sebelum berkata, "Saya tidak pesan makanan. Jadi bawa kembali makanan itu."

"Tapi Bapak tetap harus makan." keukeuh Riana yang mulai berjalan mendekati meja Fachri dan meletakkan sekantung makanan itu di meja Fachri.

"Saya tidak lapar." desis Fachri acuh.

Riana mendengus kesal. Ia segera mengeluarkan kotak nasi dari kantong plastik itu dan menyodorkannya pada Fachri.

"Saya tidak lapar, Riana!" tegas Fachri.

Riana tertegun. Ini kali pertama ia kembali mendengar Fachri menyebut namanya. Walau bukan dengan nada sayang seperti dulu tapi itu sudah lebih dari cukup baginya.

"Apa kamu tuli? Bawa kembali makanan ini karena saya tidak lapar." geram Fachri dengan sorot tajamnya.

Namun Riana tak menggubrisnya. Ia malah membuka kotak nasi itu dan menyuapkan sesendok penuh nasi pada Fachri. Jika kalian berpikir bahwa Fachri akan menerima suapan itu dengan senang hati maka kalian salah. Karena faktanya Fachri malah menepisnya kasar.

"Sudah kubilang aku tidak lapar! Jadi berhentilah memaksaku." tukas Fachri dingin.

Hampir saja Riana meluruhkan air matanya namun segera ia tahan. Ia tidak boleh jadi gadis cengeng lagi. Bagaimanapun ia harus membuktikan pada Fachri bahwa ia bersungguh-sungguh ingin memperbaiki hubungannya dengan Fachri. Setidaknya mereka masih bisa berteman, kan?

"Tidak apa. Kau bisa memakannya nanti." ucap Riana dengan senyum tulusnya sebelum melenggang pergi dari ruangan Fachri.

"Arrgghhh!!" Fachri memekik sembari menggebrak mejanya.

"Kenapa kau harus kembali?" desahnya frustasi.

***

Hari ini entah mengapa bus sulit sekali dicari. Setiap datang pasti sudah penuh. Dan hal itu membuat Riana harus menjadi satu dari karyawan lain yang telat ke kantor. Untungnya kantor bukan macam sekolahan yang jika telat akan dikenai hukuman. Namun tetap saja itu tak menjamin bahwa karyawan terlambat tak dimarahi atasan.

Dengan nafas yang tersengal dan keringat yang membasahi baju kerjanya ia kini harus menghadapi kemarahan Fachri.

"Saya membayarmu bukan untuk terlambat seperti ini." tegas Fachri dengan tatapan mengintimidasinya.

Riana yang ditatap seperti itupun hanya bisa menunduk pasrah.

"Apa sekarang kau sudah bisu?" tanya Fachri sarkastik.

Lagi-lagi Riana diam.

Melihat Riana tak bergeming sedikitpun, Fachri beranjak memegang erat kedua bahu Riana. Ditatapnya lekat-lekat gadis yang berada dekat di depannya itu. Bohong jika Fachri tak merasakan apapun. Karena nyatanya rasa itu masih ada dan sekarang jadi lebih menggila.

Sementara Riana yang dipegang erat seperti itu tentu saja terkejut. Bahkan sekarang ia makin menunduk dalam.

"Sejak kapan lantai jadi begitu menarik di matamu, huh?" tanya Fachri setelah beberapa detik dalam posisi diam.

"Kenapa kau diam?! Apa kau juga tuli?!" gertak Fachri dengan menambahkan daya pegangnya di bahu Riana yang membuat Riana memekik tertahan.

"Maaf." akhirnya suara lirih itu lolos dari bibir Riana.

"Kau mengatakan sesuatu? Aku tidak mendengarnya. Coba angkat wajahmu dan berkatalah dengan lantang!" pancing Fachri.

Dengan perasaan yang carut-marut akhirnya Riana memberanikan diri mengangkat wajahnya. Matanya langsung bertumbukan dengan manik hitam legam milik Fachri. Ada hening beberapa saat sebelum Riana mengatakan maaf untuk yang kedua kalinya.

Perlahan Fachri melepas pegangannya di bahu Riana dan berbalik memunggunginya.

"Kenapa terlambat?" tanya Fachri melunak.

"Bus selalu penuh tadi dan saya harus menunggu bus berikutnya. Itu mengapa saya datang terlambat. Sekali lagi saya minta maaf. Saya berjanji hal ini tidak akan terulang lagi." ujar Riana.

"Baik. Pastikan benar-benar tidak terulang." tegas Fachri masih dengan memunggungi Riana, "Sekarang kau boleh kembali bekerja." sambungnya.

RianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang