Seva
Aku sedang membaca hasil notulen dari meeting persiapan pernikahan Alex dan Indah. Ini adalah pernikahan antara dua anak konglomerat Indonesia yang mana papa Alex masuk dalam 50 orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes. We-O-We!
Hal ini tentu saja bukan sekedar proyek sembarangan. Aku dan tim dibantu dengan wedding organizer dari calon mempelai harus ekstra dalam mempersiapkan acara super megah tahun ini di Indonesia. Setidaknya begitu menurut acara infotaimen di televisi. Terkadang aku dan kepala WO yang menangani pernikahan ini harus dihadangkan oleh sekumpulan wartawan yang ingin mengetahui sejauh mana persiapan pernikahan Alex-Indah ini. Seperti siang ini.
"Bu Seva, ada 4 wartawan dari stasiun tv dan majalah tuh di depan." Vera, asistenku, berdiri di depanku yang masih duduk di kursi kerjaku.
"Lagi?" Aku mendongak malas menatap Vera yang dijawab dengan anggukan kepala dan cengiran yang dipaksa. "Kenapa para wartawan itu tidak saling berbagi info sih? Kan mereka bisa tanya dengan wartawan yang udah interview kemarin." Aku meletakkan kepalaku lemas di atas meja.
"Saya juga udah bilang gitu, Bu, tapi kata mereka harus dapat yang valid langsung dari sumbernya."
Aku menghembuskan napas kencang. Ini adalah salah satu resiko pekerjaanku yaitu meladeni para wartawan bila yang aku urus adalah pernikahan orang-orang terkenal. Namun aku tetap mengikuti keinginan yang punya acara, sejauh mana aku boleh memberitahu khalayak tentang persiapan acara yang kubuat.
"Bu, mau saya gantikan?" Gilang menawarkan diri dari balik rak buku sebagai skat meja kami. "Bu Seva kelihatan lelah. Nanti kalau muncul di tv keliatan jelek hehehe."
"Benarkah?" Masih dengan kepala di atas meja, aku memiringkan kepalaku sehingga dapat melihat sedikit Gilang dari sela-sela buku. "Ya udah deh, kamu aja Gilang. Tapi inget ya apa aja yang boleh kamu kasih tau." Aku akhirnya membiarkan Gilang untuk melakukan interview.
"Siap!" Secepatnya Gilang keluar ruangan dan menuju tempat dimana para wartawan sudah menunggu.
Vera juga meninggalkan mejaku dan kembali ke mejanya. Aku memijit jidat lalu leherku sendiri. Aku benar-benar lelah dengan segala persiapan pernikahan super mewah ini. Ini memang bukan hal pertama aku mengerjakan acara pernikahan, tapi pernikahan dengan skala internasional adalah momok tersendiri bagiku.
Jam istirahat makan siang telah tiba, aku dan tim memiliki ritual bila di hari Rabu yaitu kami akan makan siang di luar kantor. Kali ini Jhon yang giliran memilih tempat. Restauran Jepang adalah pilihannya yang langsung kami disetujui.
"Se, kamu nggak deg-degan apa ngurus pernikahan ini?" Tanya Gilang setelah kami memesan makanan. Jika di luar kantor aku lebih sering dipanggil dengan sebutan nama karena memang rata-rata usia kami tidak jauh beda, namun bila di kantor mereka akan kembali memanggilku dengan embel-embel 'Bu' yang sejujurnya ini membuatku kelihatan lebih tua dari usia dan wajahku.
"Nggak Cuma deg-degan, Gil, mules, puyeng, meriang apa ajalah aku rasain sekarang ini." Jawabku lesu.
"Dia beneran orang kaya ya?" Kali ini Mitha bersuara sambil menggigiti sumpit yang dia pegang. Kebiasaan buruknya yang sudah kami hafal.
"Nurut koen (Menurut kamu)?!" Cibir Tata.
"Cuk, tonto'en iki (Guys, lihat ini)!" Tiba-tiba Jhon bersuara dan menyodorkan ponselnya yang berukuran 6 inchi ke tengah meja membuat kami semua memajukkan posisi tubuh untuk melihat.
"Breemastya Alan Sasongko memberikan hadiah istimewah untuk pernikahan sahabatnya, Alexander Satria Hermawan. Hadiah tersebut digadang-gadang adalah sebuah mini kapal pesiar senilai 450 milyar rupiah." Mira yang duduk dekat Jhon membaca cukup keras yang dapat di dengar oleh kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You but I'm Afraid
RomanceSebuah kecelakaan mobil yang maha dahsyat menimpa Breemastya Alan Sasongko hingga membawa Seva Libria menjadi saksi utama kecelakaan naas tersebut. Selama proses penyelidikan Seva banyak mendapat teror dan tekanan hingga mengharuskan adanya perlind...