Senja itu angin semilir berhembus menyentuh wajahnya. Sesekali ia memejamkan matanya membiarkan belaian lembut sang angin menyentuh permukaan kulitnya. Kebiasaan ia saat menyambut senja tiba adalah berdiri di balkon rumahnya. Memejamkan mata dan merasakan hangatnya udara senja, Reza Zakarya, ya pemuda yg kini berdiri di atas balkon dan sedang menikmati mentari tenggelam itu adalah Reza"Za...! Ayo masuk sebentar lagi Maghrib...." Kata seseorang dari arah belakang dengan suara agak sedikit keras, Reza yg mendengar suara itu langsung menoleh kearah asal suara.
Reza tak perlu menerka siapa pemilik suara itu. Tentu saja ia tak perlu menerka karena suara itu seolah simponi yg paling indah dan menyejukan hatinya meskipun yang ia dengar adalah teriakan dan omelan dari Uminya.
"Iya Umi.... Reza sebentar lagi masuk " Jawabnya sambil dengan senyuman melengkung di sudut bibirnya
"Ya sudah! Cepet gih siap-siap ke mesjid " Ucap Umi lagi, sedang Reza hanya mengangguk pelan lalu mengekori langkah Uminya ke dalam.
"Kamu itu sudah besar Za! masa harus Umi ingatkan terus untuk ke mesjid " Omel Uminya sambil terus melangkah mendahului Reza, sedang Reza yang mendengar omelan Uminya hanya bisa tersenyum sembari menggaruk tengkuknya yang jelas sama sekali tidak gatal.
"Kamu ngapain ikut ke kamar Umi"Kata Uminya sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, sedang Reza yang mendapat omelan hanya nyegir kuda.
"Kamu kalau ibu omelin kenapa senyum-senyum"
"Karena Ejja sangat suka Umi omelin" Ucap Reza, ibunya hanya mengerutkan dahi tanda bingung melihat tingkah putranya.
"Kenapa...?"
"Karena itu sudah cukup bagi Ejja tahu kalau Umi sayang Ejja" Ucap Reza tulus, Uminya yang mendengar kata-kata Reza hanya tersenyum dalam hati.
"Kamu itu...!" Kata Uminya sambil menjawil hidung mancung Reza yang terpahat sempurna di wajahnya. Sementara Reza hanya tersenyum sambil meresapi jawilan tangan ibunya yang mulai kasar termakan usia.
"Sudah akh sana berangkat! nanti telat ke masjid." Ucap Uminya, Reza hanya mengangguk patuh, lalu berbalik memunggungi Uminya yang masih memandangi kepergian anak sulungnya. Namun beberapa langkah Reza berjalan ia berbalik kembali lagi pada Uminya.
"Ada Apa lagi Reza Zakarya " Kata Uminya seolah memberi tekanan kepada nama Reza, Ia sangat gemas akan tingkah laku Reza yang aneh sore ini.
"Tidak ada apa-apa. Umi bolehkah Reza bertanya" Ibunya hanya berdecak kesal karena waktu sholatnya sedikit terganggu, dan Ia tak akan bertoleransi akan hal itu, dengan malas Ia mengiyakan pertanyaan Reza.
"Apa Umi sayang Ejja, seperti Umi mencintai Ega" Ucap Reza sungguh-sungguh. Umi Hanin sedikit terkejut mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir Reza.
"Pertanyaan konyol apa itu.. "
"Ejja juga tidak tahu, tapi Ejja merasa perhatian Umi untuk Ejja dan Ega berbeda..""Nak dengarkan Umi, tidak ada pembedaan antara Kamu dan Ega.."
"Jadi apa Umi menyayangiku..."
"Lebih dari apa pun sayang" Kata Umi sambil memgelus pipi Reza lembut, belaian hangat penuh kasih itulah yang mampu menenangkannya.
"Umi janji tidak akan berubah.."
"Tidak akan ada yg berubah sayang, cinta Umi tidak akan berubah, tidak untuk sekarang, tidak untuk besok dan tidak untuk hari, minggu bulan dan tahun yg akan datang tidak akan pernah berubah sedikit pun... Kamu puas sekarang " Reza yang mendengar hanya tersenyum.
"Dan ingat! Umi akhir-akhir ini lebih bersama dengan Ega bukan berarti Umi lebih sayang Ega, Kasep. tapi memang ada hal-hal yang tidak perlu kamu tahu Za" Imbuh Umi Hanin lagi dan kembali Reza hanya mengangguk sambil tersenyum, dari belakang teriakan khas memecah suasana hati Reza.
"Ikh A Ejja Cepat ke Masjid! keburu sholat Jamaahnya di mulai. Aa ini gimana sih, Mau Neng pakakaikan mukena biar tiap hari bisa sholat di rumah... Ya ampun Aa ini masjid cuma beberapa langkah doang juga, malesnya minta ampun" Cerocos gadis berjilbab merah marun sambil bersungut-sungut. Sedang Reza yang mendengar hanya memutar matanya malas.
"Tuh adik kamu sudah ngomel-ngomel " Kata Umi sambil menyuruh Reza untuk berangkat dengan kepalanya sebagai isyarat untuk pergi.
"Iya Mi...!" Kata Reza sambi pergi meninggalkan Umimya. Lalu berdiri di depan Ega
"Jangan bilang Aa mau ngomong gini, kalau sampai Aa ngomong kayak gini lagi, udah cocok dapet gelas cantik dari Neng." Batin Ega
"Sebenarnya yang jadi Umi disini itu siapa sih, kamu bawel banget , Kalau sudah teriak-teriak itu sudah kayak ibu-ibu nagih uang kost saja, dasar mulut knalpot" Omel Reza pada Ega "Tuhkan bener apa yang neng kira " Batin Ega lagi
"Biarin.. Ya habisnya Aa lelet banget suruh ke Masjid"
"Udah-udah kalian itu kayak tom and Jerry saja kalau sudah ketemu... Hayu atuh Neng katanya mau Jamaah bareng Umi" Kata Umi menegahi perang ejekan kakak beradik itu. Mereka yang di tegur hanya saling memeletkan lidah lalu pergi berlawanan arah.
........Engkau Laksana Bulan........
Reza bergegas menuju masjid setelah terdengar Iqomah di kumandangkan, setelah memasuki aula masjid Ia langsung menuju shaf belakang, dia mencoba shalat dengan se-khusuk yg bisa Ia lakukan, Mencoba menyatukan jiwa dan raganya pada semesta, beberapa menit berjalan begitu khidmat, detik di Isi dengan takbir dan terus mengalir hingga diàkhiri dengan salam, Reza terus bertapakur mencari sesuatu yang seolah hilang dalam dirinya, sesuatu yang bisa mengisi ruang hatinya yang kosong, sekelebat potongan bayangan masa yang indah sekaligus kelam itu berputar-putar dikepalanya seperti kaset kusut yang terus memunculkan potongan-potongan gambar naas itu terjadi.
Reza menitikan air mata, ia merasa sholat belum mampu menghapus peristiwa itu, ia menangis tertahan seolah dinding kubah dan menara masjid ini menyertai kepiluan hatinya.
"Vira.... Kenapa sulit sekali melupakan kamu, kenapa takdir kita seperti ini, Ya Allah jika tak kau izinkan aku dan dia bahagia di duniaMu, maka perkenankan aku dan dia bahagia di Jannah-Mu " Doa Reza lirih dalam hati.Tiga tahun silam sebelum hari bersejarah dalam hidupnya terjadi, peristiwa naas itu menimpa Vira, sebelum ijab qobul terlaksana kecelakaan itu merenggut nyawanya, merenggut sosok yang begitu amat berharga baginya, ia memejamkan mata kembali dan melanjutkan doanya.
Doa yang ia dengar dari Uminya akhir-akhir ini ternyata doa ini adalah doa yang Uminya kutip dalam surat QS. Al-Mumtahanah 4-5.
" Rabbanaa alaika tawak kalnaa wa ilaika anabnaa wa ilaikal masir Rab banaa laa tajalnaa fitnatal lazina kafaruu wagfirlanaa rab banaa in naka antal azizul hakim " Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal, hanya kepada Engkaulah kami bertaubat, dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi orang-orang kafir. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami. Sungguh hanya Engkau Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Reza terdiam, biasanya ia sangat ahli memainan ritme hatinya, tapi kalau perasaan ini sudah muncul dalam keadaan bahagia seperti apa pun ia tak bisa, bahkan tak mampu menahan laju air matanya, sayup ia mendengar seseorang tengah melantunkan surah Surah Al-Mumtahana, doa yang selalu ia baca setiap kesedihan menderanya, ia resapi suara lembut yang ia yakini adalah milik seseorang yang masih muda, Reza menoleh kebelakang tapi yang ia lihat adalah siluet putih yang tertutup tirai putih tipis, gadis itu masih melanjutkan qiroahnya dengan khusuk.
"Siapa dia, perasaan aku baru mendengar suaranya, apa aku memang yang kurang bergaul ?" Tanya Reza pada dirinya sendiri. Pertanyaan demi pertanyaan bergelayut di dalam kepalanya hingga suara seseorang yang sudah ia hafal betul menghentikan qiroah gadis itu.
"Teh Fida...!"
Seru gadis itu yang tak lain adalah Ega. Terdengar gadis yg Ega panggil bernama Fida itu mengucap istihadoh membuat Reza sedikit kecewa.
"Dasar si Ega, selalu saja merusak suasana.... Ckkk " Gerutu Reza pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Engkau Laksana Bulan
RomanceSINOPSIS Engkau Laksana Bulan Tiga tahun Reza memendam trauma mendalam karena di tinggalkan kekasih dan ayahnya, sekian lama Ia menutup hatinya pada semua gadis yang mencoba mendekatinya bahkan ada yang di jodohkan adik dan uminya, namun Ia tolak se...