ELB Part 4

96 2 0
                                    

Reza berbaring diatas ranjangnya mencoba memejamkan matanya, hatinya kembali gelisah, beberapa kali ia merubah posisi tidurnya untuk mencari kenyamanan dalam lelapnya tapi bagaimana pun ia berusaha tetap saja ia gagal. Ia mengusap wajahnya kasar dentingan jarum jam seperti melodi pengalun kehampaan dan kesunyian jiwanya, matanya terpejam kembali menghayati kata-kata adiknya, Ega. Bahwa sudah saatnya ia realistis, tapi hatinya selalu meragu karena sekeras apa pun ia mencoba, tetap saja kenangan itu, wajah itu, darah itu terus tergambar jelas dalam benaknya.

"Aku tidak sanggup...! Enyalah dari benakku...! Pergilah kumohon pergi dari otakku biarkan aku hidup tenang" Rintih Reza lalu meremas rambutnya kuat-kuat, Ia bangkit dari rebahannya menuju laci nakas yang ada di samping Kepala tempat tidurnya. Mencari sesuatu yang selama ini menaninya, ternyata di dalam laci nakas itu ada beberapa botol obat penenang, ia mengambil salah satu botolnya dan menuangkan beberapa butir pil ketelapak tangannya, tangannya bergetar seolah menolak dan memberontak perintah otaknya, Reza mengacak rambutnya kembali dengan kasar, lalu mengambil seluruh botol obat penenang itu lalu melangkah dengan penuh kekesalan kearah kamar mandinya. Setelah sampai Ia hendak menuangkan seluruh isi kapsul yang ada dalam botol-botol itu kedalam kloset, tapi sebelum ia melakukannyan lama ia termenung sambil menatap kosong air dalam klosetnya, Beberapa Kali ia menarik nafas panjang dan berat hingga akhirnya Ia membuang seluruh Isi dalam botol itu, setelah kapsul itu lenyap terbawa arus air. Ia memukul setengah keras tutup kloset sambil menahan isak tangisnya agar tak terdengar keluar kamarnya, Ia kembali goyah, Ia menangis seolah luka lamanya kembali mengangga tak tersembuhkan, Ia meluruh kelantai kakinya seakan tak sanggup menopag tubunya, air mata yang selama setengah tahun ini bisa ia tahan kini terjatuh begitu saja, kembali kata-kata Ega kembali terngiang.

"Aa juga sudah tahu betapa pun Aa bersedih seberapa banyak apa pun air Mata yang Aa untuk menangisi Ka Vira itu tidak akan ada artinya...."

Kata-kata Ega seolah menampar kesadaran Reza untuk segera bangun dari mimpi buruk panjangnya, apalagi sekilas sorot mata Uminya yang menatap penuh binar luka itu terbayang begitu saja dibsudut matanya.

"Aku harus berubah... Aku harus bisa melupakannya.... Aku harus bisa lebih kuat dari siapa pun yang ada di rumah ini... aku anak pertama, aku panutan, dan aku tidak boleh lemah " Azzam Reza dalam hati sembari beranjak berdiri dan menatap tajam bayangan lusuh dirinya di depan cermin.

"Maafkan aku Vira.... Bukan aku ingin melupakanmu... Sungguh bukan aku ingin melupakan kamu, tentang kita, aku hanya lelah mempertahankan cinta yang sama sekali takan pernah terwujud, kamu akan selalu ada di jiwaku, ada di sudut hatiku yang paling istimewa, maafkan aku! Ku harap kamu mengerti " Kata Reza lalu menunduk dua cairan bening lolos begitu saja di pelupuk matanya, dengan langkah gontai kembali ke ranjang king sizenya.

Reza kembali merebahkan kembali tubuhnya yang seolah sudah memberontak ingin di istirahatkan, ia tutupi seluruh tubuhnya degan bed cover perlahan matanya mulai terpejam tapi brberapa saat kemudian tidurnya kembali terusik, keringat dingin mulai bercucuran di dahi dan wajahnya.

"VIRA......" Teriak Reza dengan nafas memburu sambil meremas bed cover nya kuat.

"Aku gila.... Aku benar-benar akan gila kalau seperti ini " Gumam Reza sambil meremas rambutnya kuat-kuat sembari tertunduk lesu, ia menyandarkan punggungnya ke Kepala ranjangnya, tubuhnya ia hadakan pada nakas dan mencari sesuatu di dalam lacinya.

"Shit...... Aku lupa kalau aku sudah membuang obatnya... " Gumam Reza.

ia akhirnya hanya meneguk air dalam gelas yang selalu ia persiapkan untuk meminum obat penenangnya hingga tandas, setelah itu Ia mecoba memejamkan matanya kembali namun sia-sia, hening, sepi dan bisu Ia seperti ada diruang kehampaan, saking sepinya sampai-sampai jarum jam tangannya pun bisa ia dengar dengan jelas.

Engkau Laksana BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang