Part 9

132 6 0
                                    


"hai" ucap seorang lelaki padaku. Aku tersenyum canggung.

"kalau begitu, kalian sudah ada teman, baik-baiklah! Dah!" ucap sang wanita sambil pergi bersama sang pria meninggalkan kami bertiga.

"halo" sapaku ramah.

"hai, aku Naira Relina dan dia, saudara kembarku, Riana Relina" ucap salah satu gadis. Rambutnya pendek, hanya seleher. Antingnya simpel, hanya lingkaran emas putih.

"halo!" ucap gadis yang ditunjuk sambil membungkuk hormat. Dia berambut sebelikat, dikucir ekor kuda. Antingnya satu ruas jari dengan bentuk beruang berbahan emas putih. Keduanya sama-sama mengenakan kaos pendek hitam dengan celana training bertuliskan 'Sport and Art High School'.

"cukup. Hai, aku Cindya Lily Dellova. Lily" ucapku memperkenalkan diri sambil mengangkat tubuhku dari kasur. Lalu gadis tadi bangun. "mari kubantu" tawarku kemudian.

"terimakasih!" balas Riana. Lalu kami membenahi barang-barang Riana dan Naira.

"ngomong-ngomong, kalian sekolah dimana?" tanyaku ketika kami sibuk memberesi.

"kami? Sekolah di SMP Sport and Art High School, Semarang." Balas Naira cuek. Lagi-lagi, dari sekolah bagus. Aku merasa minder akan menang.

"oh" balasku singkat lalu melanjutkan pekerjaan.

"bagaimana denganmu?" tanya Riana. Aku tersentak. Lalu tergeragap.

"eh, aku cuma dari sekolah Amazical Academy" jawabku minder.

"sungguh?! Apakah disana memang ada perinya? Hebat sekali kau bisa terpilih disana! Pasti bakatmu luar biasa!" reaksi yang tak pernah aku duga. Riana langsung melompat kearahku dan merasa kagum dengan sekolahku.

"apa kau bercanda? Itu hanya sekolah biasa bagiku. Bahkan aku tak suka terpilih kesana" balasku jujur.

"kau sungguh gila! Harusnya kau bersyukur bisa terpilih! Itu sekolah yang didambakan banyak anak! Ketika aku melihat kotak pos, aku selalu berharap ada surat dari Amazical Academy. Tapi aku memang tak beruntung untuk bisa sekolah disana" ucap Naira benar-benar terkesima.

"sekolah itu sudah meraih 10 penghargaan dalam waktu tiga tahun saja. 4 penghargaan di tahun pertama, lalu 3 penghargaan, dan tiga penghargaan lagi. Salah satu penghargaan yang didapat Sekolah itu diantaranya penghargaan 'Sekolah Tua Paling Unik'. Karna walaupun sudah tua, sekolah itu memiliki daya menarik yang sangat kuat. Lagipula, di sekolah itu hanya berisi murid-murid pilihan sekolah itu sendiri." Sambung Riana. Benarkah sehebat itu? Aku bertanya-tanya heran. Aku melongo.

Lalu aku bertanya, "sudahlah, lupakan saja tentang sekolahku itu. Sekarang, aku akan tanya, kalian ranking berapa?"

Cekrek...!

"halo!" sapa seorang gadis memasuki ruang kami –aku, Naira, Riana–. Segera saja kami mengalihkan pandangan ke sumber suara. Seorang gadis menggunakan kacamata hitam berdiri di ambang pintu. Kukenal suaranya. Kucoba mengingat-ingat.

"apa kau Layla, si ranking dua?" tanya Naira tiba-tiba. Apa? Segera saja aku melihat kembali gadis itu.

"Lily!" panggil gadis itu sambil melepas kacamata hitamnya. Ini Layla!

"Layla. Kenapa kau lama sekali kemari kalau hotelmu disini?" tanyaku.

"maaf. Tadi aku makan bersama Mr. Iggy lebih dulu" jawab Layla memberikan jawaban.

"jadi kalian sudah saling kenal?" tanya Riana.

"tentu." Jawab aku dan Layla bersamaan.

"oh iya! Aku baru ingat, tadi kan aku bertanya ranking berapa?" tanyaku teringat yang aku tunjukkan pada Naira dan Riana.

"aku ranking 1" jawab Riana.

"aku ranking 3" Naira kemudian.

"aku ingat perolehan skornya. Kau mendapatkan skor smash 42, aku 39, sedangkan kau 38, dan Lily 32" jelas Layla. Aku tersentak.

Apa? Jadi disini akulah pecundangnya? Ranking terbawah di kamar ini. Dengan skor yang terpaut cukup jauh dengan ranking 3? apakah aku hanyalah anak miskin yang diangkat menjadi putri diantara putri raja yang sesungguhnya? Aku membatin dengan melongo dan tatapan minder dan pasrah.

"hey Lily, ada apa?" tanya Riana. Semuanya lalu mengarahkan pandangan padaku. Aku semakin merasa diriku 'tidak ada'.

"ti... tidak" jawabku tergagap.

"ya sudah." Balas Riana.

"ayo kita bantu Layla!" ajak Naira. Riana dan aku mengangguk. Lalu kami membantu Layla. Setelah selesai membantu Layla menata barang-barangnya, kami kembali mengobrol.

"hey, aku punya usul. Gimana kalo kita saling memperkenalkan diri?" usul Riana disusul anggukan Naira.

"hmmm... baiklah!" jawab Layla lalu mengangguk.

"okey" jawabku singkat.

"kita mulai dari siapa?" tanya Layla.

"kita mulai dengan tunjukkan botol ini" jawab Naira sambil mengeluarkan sebuah botol bekas minuman. Lalu kami bertiga –aku, Riana, dan Layla mengangguk. Lalu Riana memutar botol itu. Botol berputar dan akhirnya berhenti pada...

Amazical AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang