A Meeting and Promises

1.1K 44 0
                                    

Rio duduk di atas motornya sambil memandangi langit malam tanpa bintang diatasnya, matanya sudah berat karena mengantuk tapi ia tidak bisa pergi dari tempat ini. Rio merapatkan jaketnya, dia melirik ke sekitarnya yang nampak sepi. Rio memijat keningnya, jam dua pagi seperti ini memang enak untuk tidur di rumah dengan tenang.

Rio menarik keluar ponselnya dari saku, di tekannya noomor teratas di logisternya. Rio menunggu dengan geram mendengarkan bunyi nada sambung di ponselnya. Rio mengetuk ngetukan jarinya di stang motornya, matanya menatap ke depan dengan gusar. Rio benci menunggu.

"Halo, De kenapa baru ngangkat telfon lo!" Gerutu Rio kesal.

"Sorry Bos, ngga gampang lolos dari tempat kaya gini. Lo tau sendiri kan—"

"Udah deh, lo gue ampuni. Sekarang cepet kasi tau info nya ke gue" Tuntut Rio, orang di seberang telfon berdecak kesal.

"Sabar deh Bos, kasi tau gue tempat lo sekarang" Ujar Orang di seberang telfon.

Setelah memutuskan panggilannya dan memastikan anak buahnya sudah tahu tempatnya menunggu, Rio menjadi lebih rileks. Ia jadi sedikit lebih lega begitu mengetahui kalau anak buahnya berhasil menjadi mata mata untuknya.

Tak lebih dari lima belas menit, Dendy memarkir motornya di samping motor Rio. Orang yang tadi di telfon Rio dengan harap harap cemas itupun langsung menghampiri Bos tidak resminya itu.

"Sorry Bos, gue mesti beresin beberapa orang dulu dan mastiin yang lainnya tutup mulut" Ujar Dendy.

"Ngga penting buat gue tau, sekarang mana infonya?" Dendy menghela nafas, Rio memang susah kalau sudah berambisi.

"Gue udah tau markasnya dia, tapi biar lebih save mending cari di tongkrongannya dia dulu. Bos" Rio mengangguk kaku, ia diam untuk mendengar berita selanjutnya."Kita ngga punya sejarah perang sama dia atau kroninya, lagipula gank dia sasarannya udah bukan anak SMA lagi. Males katanya urusan sama bocah" Imbuh Dendy.

"Lo mainnya bersih kan?" Tanya Rio hati hati.

Dendy mengangguk mantap,"Makanya gue lama! Gue kan mesti pastiin mereka semua ngga ada yang ngomong apa apa, bisa bisa gue di datengin di depan rumah gue sama mereka" Dendy bergidik ngeri.

"Bagus, males banget gue kalo dia udah tau gue nyariin dia. Bisa bisa kabur dia" Rio menepuk pundak Dendy,"Oke sob, lo mau berapa?" Tanya Rio enteng.

Dendy nyengir lebar,"Dua Juta aja deh Bos, tangan gue sakit habis bogem orang" Sahut Dendy sambil tersenyum tipis.

Rio memberikan amplop cokelat ke arah Dendy, di tatapnya anak buahnya itu dengan teliti. Ternyata Dendy cukup lihai berkelit dari gerombolan penjahat, buktinya ia tidak lecet sedikitpun. Awalnya Dendy ragu menerima perintah Rio untuk jadi mata mata, tapi setelah semuanya dilicinkan Rio ia merasa tertarik.

Dendy menepuk nepuk amploip coklat itu di dadanya sendiri, "Thanks Bos, lo emang the best. Kapan kapan koontak gue lagi, Ok?" Dendy berseru dengan semangat, Rio hanya balas tersenyum tipis.

Dendy menatap Rio dengan curiga, meskipun ia dibayar oleh Rio tapi ia merasa perlu tahu apa maksud cowok ini memata matai ketua gank cowok lain, padahal setahu Dendy gank mereka tak pernah terlibat seteru sedikitpun. Apa jangan jangan Rio akan memulai seteru itu?

"Bos lo ngga lagi nyari musuh kan?" Tanya Dendy khawatir, Rio menatap Dendy sinis.

"Lo ngomong apa sih?" Sahut Rio pedas.

"Oke, kalo gue ngga boleh tau. Gue sih Cuma ngasi saran kalo gank mereka juga kuat. Jadi lo jangan macem macem" Rio mengangguk mendengar nasehat Dendy.

If I StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang