part 4

1.1K 65 3
                                    

selama di perjalanan menuju rumah Ana, mereka tak henti-hentinya tertawa karena candaan yang mereka lontarkan. tak ayal ketiga gadis itu mampu menarik perhatian para pengguna jalan untuk memperhatikan mereka. namun bukan mereka namanya jika memperhatikan hal yang menurut mereka tidak penting, mereka terus saja melanjutkan perjalanan mereka tanpa merasa terganggu karena menjadi tontonan banyak orang.

"masih inget dehh sama kejadian pas Ana nggak bawa buku satupun dalam tasnya. kebayang kan gimana tuhh nasib Ana saat itu, mana pelajaran pertama gurunya killer lagi. anehnya lagi dia nggak ngerasa aneh gitu ngerasain tas yang tiba-tiba jadi ringan, biasanya kan dia bawa tas udah kaya mau camping aja" ujar Diba membuat tawa Layya pecah.

"udah berat sama beban hidup dia kali Dib" tak ayal ucapan santai Layya kali ini membuat Ana semakin cemberut. awalnya ia berpikir Layya akan berada dipihaknya dan membebaskannya dari bullyan Diba tapi ia hanya mampu menghela napas pasrah melihat kedua sahabatnya kali ini sangat kompak membullynya

"Tapi Allah itu Maha Baik sama HambaNya buktinya setiap ada kesulitan pasti ada aja kemudahan, pas banget aku nggak bawa buku ehh ada aja yang baik hati ngasih pinjem bukunya" Ucapnya bangga.

"Iya deh An, kita ngaku kok kalau waktu itu kamu lagi beruntung. Tapi saat kamu kepeleset di tengah lapangan pas olahraga volly itu udah membekas di pikiran siswa-siswa SMP An, seorang Al-Fiyah Husna Kamila yang terkenal tukang nolakin banyak cowok malah bisa kayak gitu." Diba semakin tertawa puas saat Layya mengingatkan aib Ana yang sangat ingin Ana lupakan.

"itu namanya musibah Lay, nggak usah diingetin juga aku pasti inget kok. Puas-puasin deh kalian ketawa, ikhlas dehh itung-itung buat orang bahagia. tuh udah nyampe rumah, Yuk langsung masuk aja" Ana langsung masuk ke gerbang rumahnya. Memang mereka bertiga berniat main di rumah Ana karena kebetulan besok adalah hari libur, jadi mereka memanfaatkan waktu luang ini untuk sekedar melepas penat dengan berkumpul bersama.
Mereka berduapun mengikuti langkah Ana di belakang.

"Assalamu'alaikum, kak Apdhal, Bunda, Ana pulang" teriak Ana saat membuka pintu rumahnya.

"Ana jangan teriak-teriak malu sama tamu" ucap Apdhal mengingatkan adiknya. Ana tersenyum kikuk saat menyadari ada dua orang pemuda yang sedang bertamu ke rumahnya, yang Ana tau mereka adalah Faiz yang Arda kenalkan kepadanya kemarin dan Rafif kakak tingkatnya semenjak ia SMP. Keduanya terlihat menahan tawa mereka saat melihat tingkah laku Ana. Layya dan Diba yang berada di belakang Ana hanya tersenyum sopan kepada ketiganya.

"Hay Husna" sapa Rafif kepada Ana, yang dibalas ana dengan anggukan sopan dan senyuman tipisnya.

"aduh maaf yak kak Faiz, kak Rafif atas ketidaknyamanan tadi" ucapan Ana dibalas Rafif dengan anggukan antusias berbanding terbalik dengan reapon yang ditunjukan oleh Faiz yang hanya dibalas Faiz dengan senyuman tipis, sangat tipis.

"nggak kok An, kakak masih nyaman kok sama kamu." Ana tak menanggapi ucapan Rafif ia hanya memutar bola matanya.

"Ana kamu langsung ke atas aja sama Layya dan Diba" perintah Apdhal kepada adiknya. jujur ia tak suka dengan Rafif yang terang-terangan berusaha mendekati adiknya. memang sudah menjadi rahasia umum sejak SMP Rafif sudah berusaha mengejar adiknya itu, namun Ana yang memang sedari dulu tak pernah menanggapinya.

"Tapi kak.. "

"Apa lagi sihh An?" Tanyanya kesal

"Kakak belum jawab salam Ana tadi, kan kata kakak jawab salam itu wajib" ucapnya polos. Apdhal langsung menepuk jidatnya mendengar ucapan adiknya itu. Mendengar ucapan Ana membuat Faiz dan Rafif kembali menahan tawanya.

"iya maaf lupa, wa'alaikumsalam warahmatullah" Anapun tersenyum kemudian pamit kepada ketiganya untuk meninggalkan ruang tamu.

Sesampainya dikamar Ana, mereka bertiga langsung duduk di balkon kamar Ana.

"An tadi siapa sih yang sama kak Rafif?" Tanya Diba penasaran. Sebelum Ana menjawab ada suara yang mendahuluinya menjawab pertanyaan Diba.

"Dia Faiz, kandidat calon suami idaman Ana" suara itu membuat ketiganya menoleh ke belakang. Ternyata suara itu berasal dari Apdhal.

Menyadari ucapan Apdhal tadi, Layya dan Diba langsung melempar tatapan seolah-olah berkata 'serius?' ke arah Ana.
Melihat tatapan dari keduanya Ana langsung melirik tajam ke arah Apdhal.

"Kak Apdhal jangan bikin gosip dehh, ngapain sihh kakak kesini? Nggak ngetuk pintu dulu lagi" ucap Ana kesal

"haha kakak nggak gosip kok, kakak kesini cuma mau ngasih tau, kamu nggak perlu khawatir karna kakak udah ngasih restu kamu sama Faiz kok An" Goda Apdhal dengan senyuman lebarnya, membuat Layya dan Diba semakin memberi tatapan seolah berkata 'cepat cerita'. Membuat Ana semakin kesal kepada kakaknya itu yang memasang tampang tak berdosanya.

"Kakak jangan makin buat ribet dehh, mending kakak keluar aja deh" usir Ana sambil mendorong Apdhal keluar. Setelah mengusir Kakaknya, Ana kembali menghampiri kedua sahabatnya.

"Kamu hutang penjelasan sama kita An" ucap Layya dengan tatapan tajamnya

"Kalian jangan percaya sama ucapan kak Apdhal, dia cuma asal ngomong aja" ucap Ana memelas

"Nggak mungkin ada asap kalau nggak ada api An, nggak mungkin kak Apdhal ngegoda kamu sama kak Faiz kalau sebelumnya nggak ada sesuatu" ucapan Diba membuat Ana pusing

"Udah deh Dib aku sama dia nggak ada apa-apa, kalian kan tau sendiri kalau aku nggak mau pacaran, dan sampai kapanpun nggak akan pernah mau pacaran." Balas Ana dengan nada ngotot.

"Kita nggak ngomong kmu pacaran sama kak Faiz kok An, kamu aja yang ngambil kesimpulan kayak gitu" ucap Layya telak, membuat Ana semakin tersudut.

"Aku nggak ada apa-apa sama dia, kenal juga baru kemarin. Kak Apdhal aja yang ngebet pengen punya adik ipar kak Faiz. Udah deh hapus pikiran yang nggak nggak tentang aku sama kak Faiz karena kita emang nggak ada apa-apa" ucap ana kesal membuat Layya dan Diba tertawa

"Kamu segitunya nggak mau digosipin sama kak Faiz An, sampai ngotot gitu. padahal kan Kak Faiz keren lohh" ucap Diba sambil tersenyum saat melihat wajah Ana yang kembali kesal.

"Aku nggak enak sama dia Dib, aku takut dia malah nggak nyaman kalau sampai dia denger" Balas Ana

"Wahh kamu emang udah ada rasa sama kak Faiz An, buktinya kamu malah menjadikan ketakutan kamu kalau sampai Kak Faiz dengar masalah ini menjadi alasan, padahal sebelumnya kamu itu paling nggak peduli sama apa yang dipikirkan orang lain." Ucapan Layya mampu membuat Ana diam termenung

Apa mungkin dia menyukai Faiz? Pikirnya

Melihat Ana yang terdiam keduanya tersenyum puas.

"Kita tau kok kamu memang sedang dalam proses hijrah An, tapi bukan berarti kamu juga membatasi hati kamu untuk merasakan cinta. Kamu harus ingat An, cinta itu suci. Dan aku yakin Allah menciptakan cinta itu bukan tanpa sebab. Dan aku yakin kamu mampu menjaga kesucian cinta itu. Jdi kamu nggak perlu menghindari rasa itu"

"Cinta sebelum adanya ikatan suci adalah ujian Lay"

"Dan kamu harus bisa melalui ujian itu An" Ana tersenyum mengaamiinkan ucapan Layya dalam hati

"Kamu nggak akan cerita An? Kalau kamu nggak mau cerita, yasudah kita nggak maksa kamu untuk cerita kok, tapi pesan aku kamu jangan menyiksa diri kamu dengan berusaha menyangkal perasaan itu, kasihan hati kamu" ucap Diba sambil tersenyum menenangkan.

"Aku nggak tau, aku nggak tau aku punya perasaan apa ke kak Faiz, saat pertama kali aku liat dia entah kenapa dalam hati aku bertekad bahwa kebahagiaan dia itu adalah prioritas utama aku" mendengar penjelasan Ana, Layya dan Diba kompak menjawab

"Itu cinta An.."

---

Hohoho maafkan otak saya yang membuat cerita ini semakin nggak jelas. Tapi setidaknya saya sudah mengeluarkan semua yang ada di pikiran saya, maaf kalau mengecewakan.

Jangan lupa kritik dan sarannya yahh

@almeera10

SkenarioNyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang