#Part15 Kejutan besar

855 56 0
                                    

Dua tahun sudah Ana tinggal di negara Singa itu, banyak pengalaman yang bisa di ambil oleh gadis itu. Tinggal jauh dari keluarga membentuk Ana menjadi pribadi yang lebih mandiri dan dewasa lagi.

"Ana kamu kapan pulang? Kakak kangen sama kamu An"  Ana tersenyum mendengar suara lembut di sebrang sana. Lagi lagi Arda dan keluarganya selalu menyuruhnya untuk cepat pulang, namun Ana selalu mengatakan bahwa pulang harus membutuhkan banyak uang, jadi ia tak ingin merepotkan keluarganya untuk mengeluarkan banyak uang untuknya. Padahal keluarganya selalu meyakinkan Ana bahwa mereka tidak keberatan untuk itu, namun bukan Ana namanya kalau tak bisa mempertahankan pendiriannya.

"Nanti Ana pasti pulang kok Kak, Ana juga kangen sama kak Arda"

"Kamu itu An dari dulu nanti nanti mulu jawabnya, sampai sekarang juga nggak pulang pulang. An minggu depan kakak akan menikah, apa kamu nggak akan menjadi saksi kebahagian kakak itu?"  Ana terkejut bukan main mendengar ucapan Arda itu, apa benar arda akan menikah?

"Kakak serius? Kakak menikah sama siapa?" Ana menjawab dengan semangat.

"Dia orang yang selama ini kakak sebut dalam do'a kakak An, kemarin dia mengkhitbah kakak, dan akhirnya kami sepakat untuk menikah minggu depan."  Pikiran pertama Ana mengenai siapa orang yang di maksud Arda adalah Faiz, bukan kah Ana mengetahui bahwa Arda memang menyimpan perasaan untuk Faiz.

"InsyaAllah minggu depan Ana pulang kak" hanya itu yang bisa Ana ucapkan untuk memberi respon ucapan Arda.

---

Ana menangis, ini kali pertamanya lagi menangis seperti dua tahun yang lalu. Dia menangis untuk alasan yang sama dan untuk orang yang sama. Dia menangis di sepertiga malamnya, dia menangis di hamparan sejadah untuk menghadap Rabbnya

"Apa Hamba belum ikhlas Ya Rabb? Hamba lelah membohongi diri Hamba sendiri mengatakan bahwa Hamba sudah mengikhlaskannya, nyatanya Hamba hanya berusaha membohongi hati Hamba sendiri. Hamba belum ikhlas, Hamba masih mencintainya, Hamba masih ingin menyebutnya dalam do'a Hamba. Tapi apa masih pantas Hamba menyebut dia dalam do'a hamba, sedang dia adalah calon suami orang lain." Ana memegang dadanya, rasanya sesak sekali yang dirasakan Ana pada saat ini, ia pun tak bisa menghentikan tangisannya. Mungkin jika ada yang mendengar tangisan Ana ini, orang itu pasti dapat merasakan kepiluan Ana saat ini.

---

Ana berjalan tanpa semangat menuju perpustakaan, dia berniat akan meminjam beberapa buku untuk membantunya mengerjakan tugas.

Karena ia tak berhati-hati, ia nyaris terjatuh dari tangga. Namun sebuah tangan menariknya agar tetap berdiri tegak.

"Astagfirullah" Ana langsung melepaskan tangannya dari tangan yang telah membantunya itu.

"Maaf saya tak bermaksud menyentuhmu" ucap pemuda itu menyesal.

"Tidak apa kak, terimakasih telah membantu saya." Balas Ana tetap menundukan kepalanya. Ia tahu siapa pemuda di depannya itu, dia adalah kakak tingkatnya. Dia memang banyak dikenal karena kepandaiannya sehingga Ana bisa mengenalnya.

"Perkenalkan nama saya Farhan Abadan, kamu Al-fiyah Husna Kamila kan?" Pemuda itu menelungkupkan tangannya di depan dada. Ana pun balas menelungkupkan tangannya di depan dada juga.

"Kok Kak Farhan tau nama saya?" Tanya Ana bingung. Farhan tertawa mendengar pertanyaan Ana.

"Siapa sihh yang nggak kenal kamu, siswa terpintar di kampus ini."

"Kak Farhan terlalu berlebihan, saya tak sehebat itu kak. Yang saya tau siswa terbaik di kampus ini adalah Farhan Abadan." Farhan kembali tertawa.

"Kamu memuji saya? Terimakasih untuk itu. Akan saya kenang pujian kamu itu sampai kapan pun. Kalau begitu saya pamit dulu Assalamu'alaikum" Ana termenung beberapa saat heran dengan ucapan Farhan.

SkenarioNyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang