1 - Sabun dan Rengginang

109K 5.1K 890
                                    

Cowok bermata besar itu mengulum senyum jail ketika indra penglihatannya menangkap punggung sesosok cewek yang sedang berjalan di area parkir sekolah. Sosok dengan rambut dikucir sembarang dan mengenakan seragam gombrong yang telah tercatat kuat dalam memorinya. Cowok itu semakin melajukan sepedanya dengan kecepatan super.

Tiga,

Dua,

Satu!

"RENGGINANG! MINGGIR WOY!" teriaknya tepat di telinga gadis itu.

Seketika, jantung gadis itu sepertinya mental keluar.

Bagaimana tidak? Ia yang tadi dengan fokus dan nikmatnya berjalan dengan pikiran di awang-awang, penuh riang gembira menyambut hari pertama sekolah setelah libur semester, terkaget-kaget dengan teriakan nyaring seperti suara speaker orkes dangdut.

Ya enak jika yang didengar itu adalah suara indah nan syahdu pangeran dangdut tampan. Lah ini, suara teriakan bak petir menyambar dari makhluk usil, tengil, hidup lagi.

Cowok itu tamvan sih, dikit. Dikit banget secuil. Itu dedek-dedek kelas mungkin rabunnya udah lewat kali ya jadi mengagumi segitunya banget saat cowok tengil itu lewat di depan mereka.

Gina-biasa gadis itu disapa-menyipitkan mata belonya dengan sinis pada cowok megakamfred yang kini memarkir sepedanya di antara banyaknya motor yang ada di parkiran sekolah. Di mana sulitnya mencari parkir kosong sama dengan betapa sulitnya nyari jodoh.

"Heh!" Gina menendang sepeda cowok itu dengan semena-semena. Tapi nggak sampai itu sepeda terbang ke Gunung Mahameru kok, suer ia nggak sekuat itu. Sontak cowok tersebut melotot tajam melihat tindakan Gina pada sepeda tercintanya.

"Eh, lo apa-apaan?! Kasian nih si Manis. Lo emang nggak ber-pri-ke-sepeda-an, untung nggak lecet. Coba kalo lecet awas aja lo, body Manis lebih seksi dari body lo," oceh cowok itu sambil mengelus sepedanya dengan sayang.

"Eh, lo banding-bandingin body gue sama ini sepeda butut? Jelas lebih seksi gue lah, heloww!" balas Gina dengan ekspresi mengejek.

"Elo? Seksi?" Cowok itu kemudian ngakak sampai muncrat-muncrat, gaes.

"Muncrat bangkeee, jorok amat dah," rutuk Gina seraya mengelap wajahnya yang sudah terkontaminasi dengan hujan lokal dari congor si cowok tengil.

"Ya elo juga sih, lawak abis. Lo segede gentong gitu dibilang seksi."

"Apa kata lo?!" seru Gina murka sambil bertolak pinggang.

Cowok itu mengusap dada mendengar seruan Gina. "Nyantai dong, Nang. Lo ngapain nggak ada angin nggak ada hujan ngajak gue ribut? Ini baru hari pertama kita jumpa kembali lho, kangen nih?" tanya cowok itu sembari menggerakkan alisnya naik turun.

"Iyuh banget mah gue kangen sama lo. Elo tuh tadi! Emang ini jalan punya moyang lo apa?! Jalan juga masih segede gini, bisa kali nggak usah teriak-teriak nyuruh gue minggir!" cerocos Gina meluapkan kekesalannya.

"Ini jalan emang punya moyang gue," cetus cowok itu santai sambil benerin rambut di spion motor orang. Dih, dikira ganteng, batin Gina sewot.

"Moyang lo dari Hongkong." Gina mencibir sinis. Cowok itu kemudian menoleh dan menatap Gina tepat di manik mata. Tangannya lalu terangkat untuk menjitak kepala Gina.

"Moyang gue orang Indonesia bukan dari Hongkong."

"Siapa?" tanya Gina.

"Yang nanya?" Gina lantas mendumal saat kalimat yang ingin ia ucapkan lebih dulu diutarakan oleh cowok yang sedang tertawa puas itu.

Fangirl Enemy [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang