AUTHOR
Hari demi hari Gina lewati tanpa Dion. Cowok itu hanya berada di sisinya saat pelajaran Bu Ratna, selain itu Dion akan kembali duduk bersama Berlian.
Ya... karena Gina sendiri sih yang nyuruh sebenernya.
Gina ngerasa dodol banget-bangetan tentang fakta bahwa dia menyukai seorang Dion. Apalagi Dion jelas-jelas naksir Berlian dan keliatannya mereka makin hari jadi semakin dekat. Ke mana-mana selalu berdua, ke kantin berdua, ke perpus berdua, ke parkiran berdua, ya untung aja ke toilet nggak berdua.
Sedangkan Gina sehari-harinya harus rela jadi obat nyamuknya Shandy dan Arlyn yang entah kenapa jadi makin mesra aja. Atau berdua bersama Melin membincangkan Kiev sampai mulut berbusa.
Jujur, Gina nggak suka perasaan yang menyeruak di hatinya, dia nggak biasa, dia benci rasa itu. Rasa yang membuat otaknya berpikir lebih rumit dan bikin dia jadi lebih banyak ngelamun. Rasanya Gina pengen banget dirukiyah atau ngejedotin kepalanya ke tembok ribuan kali.
Perlahan Gina mencoba biasa, membuang rasa itu jauh-jauh. Dan gadis itu bersyukur bahwa organisasinya sekarang lagi superduper hectic. Akhir-akhir ini Gina selalu pulang sore untuk mengurus keperluan organisasi dan melihat adik kelas dan teman-temannya yang latihan untuk mengikuti lomba besar tingkat provinsi.
Seperti sore ini, Gina turun dari motor tepat di depan sanggar pramuka dengan membawa galon besar di depan motornya. Gadis itu kemudian mengangkat galon itu dengan susah payah. Gina menarik napasnya teratur dan berjalan cepat menuju sanggar agar siksaan beban berat yang ada di pelukannya segera berakhir.
Seseorang dengan seragam basketnya berlari ke arah Gina disertai dengan senyuman lebar.
"Gila lo setrong amat, Na. Ngangkat galon sendirian," ujar Dion sembari membantu Gina mengangkat galon.
"Nggak usah. Gue bisa sendiri kok."
"Heh, lo nggak nyadar apa udah kayak nenek-nenek maksain ngangkat galon, lagian anak buah lo pada kemana?"
"Mereka bukan anak buah gue, dodol. Sibuklah lagi latihan. Lo nggak liat mereka di lapangan depan?" Gina kemudian menendang pintu sanggar sampai terbuka. "Udah lepasin gue bisa ngangkat ke dalam sendiri." Gadis itu melepas sandal jepitnya yang berwarna merah sebelum memasuki ruangan itu.
"Alah nggak usah sok kuat lo, Na," kata Dion bergeming.
Langkah Dion kemudian tercegat karena seruan Gina. "Eh kalau mau masuk lepas sepatu lo, Nyet!"
Dion mendengus dan melepas sepatunya asal. Cowok itu kemudian memasuki markas besar anak pramuka dengan nuansa warna cokelat yang dominan.
Mereka meletakkan galon di samping dispenser.
"Lo sendiri nggak ikut lomba? Biasanya juga nggak pernah absen," tanya Dion sembari memperhatikan Gina yang sedang membuka penutup galon dengan menggunakan pisau.
"Nggak, gue nggak dikasih ijin sama nyokap, lombanya kemah satu minggu." Gina kembali mengangkat galon untuk dipasang ke dispenser.
Dion lantas merebut galon itu dari Gina dan dengan cepat memasangkannya.
"Thanks, Yon." Gina menghela napas sebelum memilih duduk di atas lantai marmer yang dingin dengan kaki berselonjor. Ia kemudian menyenderkan diri ke dinding dan duduk senyaman mungkin, memejamkan mata sembari mengatur napasnya yang terengah. Dion ikut duduk di samping Gina setelah selesai dengan pekerjaannya.
Dion menatap Gina lekat. Cewek itu kelihatan lebih tirus, kantung matanya yang mencolok dan aura yang tidak seterang biasanya. Gadis itu tampak redup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fangirl Enemy [SUDAH TERBIT]
Humor[Sebagian part dihapus untuk kepentingan penerbitan] Highest rank: #2 in Humor (21.03.17) #2 in Humor (12.05.17) #2 in Humor (15.05.17) -------------- Gina langsung menyerang. Dia menjambak rambut Dion dengan merajalela. Dion yang tersulut emosi ju...