THREE

609 30 1
                                    



Pemuda kotor itu meringkuk di atas meja sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya. Tampaknya ia tertarik pada pensil pak polisi yang terjatuh.

Polisi desa berkata ia tidak membantu ibu Su Ni. Ia membaca dari sebuah surat kabar, ada 60 ribu anak-anak yang terlantar karena perang. Mungkin saja pemuda ini salah satunya. Pemuda ini sepertinya berusia 18 tahun jadi panti asuhan tidak akan mau menerima.

Polisi itu terus bergerak mendekati pemuda kotor itu. Pemuda itu bergerak-gerak gelisah. Polisi memperhatikan ada luka pada wajah pemuda itu. Saat ia hendak lebih mendekat tiba-tiba pemuda itu menggeram keras. Kontan semua orang terkejut dan melompat mundur.

Ibu Su Ni berkeras ingin membawa pemuda itu ke kantor polisi agar bisa diselidiki asal-usulnya. Polisi itu tidak bisa apa-apa karena takut dihukum atasannya.

Ji Tae tak sabar lagi. “Tendang saja ia keluar!” katanya kesal. Ia menatap pemuda kotor itu dengan penuh kebencian. Pemuda kotor itu menatapnya sambil menggeram pelan. Sebenarnya Ji Tae agak takut tapi ia tidak mau memperlihatkannya.

Polisi berjanji untuk menyelidikinya dan meminta ibu Su Ni menjaganya sementara waktu. Ibu Su Ni keberatan tapi polisi berkata pemuda itu anak terlantar. Diam-diam Su Ni mengintip. Pemuda kotor itu menoleh memergoki Su Ni. Su Ni memalingkan wajahnya dan kembali ke kamarnya.

Ibu Su Ni berusaha mengurus ke kantor daerah agar pemuda yang ia temukan bisa dimasukkan ke panti asuhan. Tapi kantor daerah malah menyuruh ibu Su Ni meminta bantuan polisi, padahal ibu Su Ni datang ke kantor daerah atas anjuran polisi. Intinya mereka tidak mau menerima pemuda itu.

Ibu Su Ni terpaksa membawa kembali pemuda itu ke rumahnya. Pemuda itu nampaknya sangat menyukai pensil. Ia terus memegangi pencil dan membuat coretan-coretan yang tidak beraturan. Sun Ja yang baru pulang dari sekolah terkejut melihat ada pemuda aneh di rumahnya.

Pemuda kotor itu menatap air hangat di hadapannya. Ibu Su Ni terkejut karena air mandi malah diminum pemuda itu. Ia melarang pemuda itu meminum air tapi pemuda itu malah menggeram. Ibu Su Ni tidak takut. Ia kembali memarahi pemuda itu seperti memarahi puteranya sendiri dan membuka baju pemuda itu dengan paksa.

Ibu Su Ni memandikan pemuda itu dan menggosoknya keras-keras. Walau sambil mengomel tapi ibu Su Ni orang yang berhati lembut dan baik hati. Ia menyadari walau pemuda itu tidak tahu apa-apa tapi masih tahu malu karena menolak melepaskan celananya. Pemuda itu malah tertidur karena keenakan dimandikan.

Pemuda itu sekarang telah bersih. Tapi begitu melihat makanan yang tersaji di atas meja, ia langsung menerjang dan memasukkan semua ke mulut. Bahkan sup pun ia raup dengan tangan dan langsung dimasukkan ke mulut. Pemuda yang tak tahu tata krama sama sekali. Tidak tahu sopan santun. Tidak bisa bicara. Manusia, tapi tidak seperti manusia.

Ibu Su Ni mengasihani pemuda itu yang dianggapnya kelaparan selama ini. Tapi Su Ni tidak menyukai pemuda aneh ini. Ia marah begitu tahu ibunya berencana merawat pemuda itu selama beberapa hari sambil menunggu kabar dari kantor daerah.

Pemuda itu diberi sebuah kamar kecil beserta perlengkapan tidur untuk tidur. Ia gelisah begitu terkunci dalam kamar yang asing baginya. Ia mondar-mandir sambil mendengking seperti anjing ketakutan. Lalu ia naik ke atas lemari dan melolong seperti serigala di depan jendela. Ibu Su Ni masuk dan menarik pemuda itu turun sambil mengomelinya.

Su Ni menolak makan bersama keluarganya selama pemuda itu masih tinggal di rumahnya. Karena ibu Su Ni harus pergi ke kantor pos, ia meninggalkan Su Ni bersama pemuda itu.

Su Ni hendak mengambil buku-bukunya yang belum dikeluarkan dari kardus. Kardusnya terletak di tumpukan paling bawah. Ia menoleh, melihat pemuda itu sedang asik mencoreti lantai dengan pensil. Sadar tak bisa meminta bantuan pemuda aneh itu, Su Ni berusaha menurunkan kardus-kardus di atas kardusnya. Tapi kardus-kardus itu terlalu berat.

Tiba-tiba sebuah bayangan bergerak mendekatinya. Su Ni merasa seseorang mendekatinya. Ia berbalik dan melihat pemuda aneh itu menghampirinya dengan tatapan aneh. Su Ni ketakutan. Tapi ia berusaha tidak memperlihatkan rasa takutnya dan menyuruh pemuda itu pergi.

Pemuda itu semakin mendekat hingga Su Ni berteriak-teriak. Saking takutnya Su Ni terjatuh. Ia terus berteriak-teriak. Pemuda itu mengulurkan keduanya dan semakin mendekati Su Ni.

Pemuda itu menunduk di atas tubuh Su Ni. Su Ni pun berteriak histeris sambil memukuli pemuda itu dan menjambaki rambutnya. Teriakannya berhenti saat ia menyadari ternyata pemuda itu mengangkat kardus-kardus di atas kardus Su Ni. Pemuda itu memandang Su Ni dengan tatapan polos.

Su Ni buru-buru mengambil kardusnya. Pemuda itu menjatuhkan kardus yang dipegangnya dan menggeram saat melihat Su Ni berdiri. Mungkin berjaga-jaga siapa tahu Su Ni hendak memukulinya lagi.

Su Ni merasa tak enak hati karena telah berburuk sangka pada pemuda itu (padahal udah heboh banget :D). Ia mengulurkan sebuah jagung rebus. Pemuda itu langsung menyambarnya dan pergi sambil menggerogoti jagung. Lalu kembali berlutut dan menulisi lantai.

Tiba-tiba Ji Tae masuk ke rumah. Su Ni sebal melihatnya dan tidak mengacuhkannya. Ji Tae hendak membantu Su Ni membereskan kardus yang berserakan karena tadi dijatuhkan pemuda aneh itu. Tapi satu kardus pun tidak mampu ia angkat. Hmmm…berarti tenaga pemuda itu luar biasa.

Kesal karena malu tak bisa mengangkat satu kardus pun, Ji Tae mengomeli Su Ni dan keluarganya. Ia lalu melihat pemuda aneh itu masih ada di sana. Su Ni tahu Ji Tae orang yang suka mencari gara-gara. Ia menyuruh Ji Tae pergi dengan alasan ia harus belajar.

Ji Tae malah meraih tangan Su Ni dan berkata Su Ni tidak perlu belajar dan ikut ujian persamaan. Cukup menikah dengannya dan memasak untuknya. Su Ni menepis tangan Ji Tae, menyuruhnya melepaskan tangannya. Tapi Ji Tae tak mau melepasnya. Ia akan segera berangkat ke Seoul jadi ingin berduaan dengan Su Ni.

Tiba-tiba cengiran lebar di wajah Ji Tae berganti dengan kernyitan menahan sakit. Rupanya pemuda aneh itu mencengkeram tangan Ji Tae kuat-kuat. Ji Tae mengaduh-aduh setelah tangannya dilepas pemuda itu. Pemuda itu terus menatap Ji Tae dengan pandangan dan sikap mengancam, seperti seekor anjing yang sedang melindungi tuannya.

Ji Tae masih berusaha sombong tapi ia tak bisa menutupi rasa takutnya melihat sikap pemuda itu. Setelah mengancam pemuda itu, Ji Tae pergi dari rumah Su Ni.

Su Ni dengan canggung berterima kasih atas bantuan pemuda itu. Pemuda itu dengan cuek kembali menekuni lantai dengan pensilnya seolah tak terjadi apapun.

Tapi kejadian tadi nampaknya telah mengubah kesan Su Ni pada pemuda aneh itu.






Vote and commen okey! ;)





A Werewolf boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang