"Raya !"
Panggilan itu terdengar dari kamar sebelah. Kamar kakaknya. Raya memasukkan kepalanya ke dalam selimut, ia menggulung dirinya dengan selimut dan sebisa mungkin mengabaikan panggilan dari Raka.
"Ray !" kali ini yang berteriak adalah sepupu Raya, Andrina.
Raya memejamkan matanya lagi. Cuman tiga kali, abis itu mereka pasti diem.
"RAYA ! BUDEK BANGET DEH !"
Pintu kamar Raya digedor berulang kali. Sang pemilik kamar mendengus dan keluar dari persembunyiannya lalu membuka pintu kamar. Andrina dan Raka berdiri di depan pintu.
"Nggak lihat ini jam berapa ? bisa kan menghargai jam tidur aku ?" Raya menatap kesal kakak dan sepupunya itu.
"Ray, kamu percaya sama video ini nggak ?" Andrina menyodorkan ponselnya yang menampilkan sebuah videon penampakan.
"Nggak." jawab Raya yang langsung menutup pintu dan menguncinya, tanpa peduli kalau Andrina harusnya tidur di kamar Raya.
"Sekali aja Raya !" teriak Andrina.
"BERISIK !" Teriak Raya lebih keras.
Raya menghempaskan tubuhnya ke ranjang, menenggelamkan dirinya di dalam selimut lalu memejamkan matanya. Ia menghela nafas.
Jika saja ia bukan gadis indigo, mungkin keluarganya akan tetap utuh. Raya masih ingat bagaimana Delliana - Ibunya - menyalahkan dirinya saat sang Ayah meninggal dunia dua tahun lalu. Harris Hamdian, sang Ayah, meninggal karena serangan jantung. Waktu itu Raya masih kelas tiga SMA dan Raka baru semester satu di bangku mahasiswa. Raya jauh lebih terpuruk hari itu. Keluarga besar Ibunya yang tidak bisa menerima perbedaan yang ada di diri Raya, menyalahkannya, menganggap kalau ini sebuah kutukan, kalau kematian Harris adalah ulah setan yang meminta tumbal karena Raya mendapat kelebihan sebagai anak indigo. Raya dihina, disalahkan, bahkan Ibunya sendiri memukulinya malam itu. Untung saja Tante Diani dan Om Damar berada di sana dan menjauhkan Dellirina dari Raya, sehingga luka pukulan Raya jadi tidak terlalu parah. Yang membuat Raya semakin kecewa adalah Raka yang sama sekali tidak berusaha melindunginya, kakaknya itu justru pergi selama tiga hari dan kembali dalam keadaan mabuk, diantar oleh teman baiknya ke rumah Tante Diani. Setiap kali mengingat semua kejadian itu, dada Raya selalu sesak meski ia tak bisa lagi menangis.
Yah, kenapa Ayah nggak muncul kayak 'mereka' yang selalu hadir di depanku tanpa aku minta ?
......
Alarm dari ponsel Raya berdering memekakkan telinga. Raya membuka mata dan meraba nakas disamping ranjangnya, tangannya menekan-nekan layar ponsel sampai alarm tersebut mati. Kepalanya berdenyut sakit, efek karena kekurangan jam tidur semalam. Raya keluar dari selimutnya, ia mengikat rambutnya yang mengembang berantakan sambil berjalan keluar kamar.
Jam lima pagi, tapi suasana dapur yang digabung dengan ruang makan itu sudah ramai. Andrina, Luna dan Leana heboh membicarakan serial Teen Wolf, sementara Raka sibuk membantu Tante Diani memasak. Kakaknya itu memang punya bakat memasak sejak SMP, wajar kalau ia lebih sering berada di dapur daripada di depan televisi. Raya duduk di samping Leana, adik Andrina yang paling manis bagi Raya.
"Kamu masuk pagi, Raya ?" tanya Tante Diani yang mengambil beberapa wortel dari lemari pendingin.
"Iya Tante. Jam tujuh." Raya menguap kemudian.
"Jorok. Mandi dulu aja kenapa sih, Ray ?" Andrina yang duduk di depan Raya menatap jijik sepupu kesayangannya yang paling sering berdebat dengannya.
"Mandiin." jawab Raya asal.
"Idiiiih amit-amit." Andrina menatap jijik Raya yang sekarang memejamkan matanya dan menyandarkan kepala di sandaran kursi.

KAMU SEDANG MEMBACA
INDIGO 2
Paranormal"Aku cuma berusaha menyelamatkanmu, tanpa pernah tahu kalau perkenalan yang datang bersama perpisahan itu ternyata menyakitkan." Kadang, bisa melihat segala hal yang tidak terlihat oleh orang lain itu, melelahkan. ••• Highest rank #7 ; 9 - 13 Fe...