Ini POV nya Tao waktu ada di Singapura.
Setelah sampai di bandara Singapura, aku bergegas untuk check in di salah satu hotel bintang lima. Kepalaku hampir pecah jika membayangkan kemungkinan buruk yang akan terjadi dengan perusahaanku disini. Mungkin benar kata Suho, kalau aku hanya serangan panik karena ini adalah pertama kalinya perusahaanku mengalami gangguan besar.
Kalau dipikir-pikir, hanya perusahaanku lah yang belum mengalami kejatuhan hingga sekarang. Mungkin karena aku orang yang cukup hati-hati dan menginginkan yang 'sempurna'.
Kakiku melangkah cepat setelah mengambil kartu id sebagai kunci masuk kamar. Lift yang ku tumpangi terasa berjalan amat lambat. Aku hampir meraung frustasi jika pintu lift tidak terbuka dan menampilkan sosok seorang wanita seksi dengan balutan seragam kerja yang ketat. Dia cukup terkejut ketika melihatku. Ia sedikit membungkuk dan berjalan masuk menuju lift yang sama denganku.
"Bagaimana bisa sampai seperti ini?" tanyaku dengan nada mengintimidasi. Wanita itu terlihat menunduk sambil mengambil beberapa berkas yang ada di tangannya.
"Maafkan saya karena lalai dalam mengelola perusahaan milik Tuan" ucap wanita itu sambil memberikan sebuah map berisi kertas kertas yang ku pikir itu adalah berkas penting.
Ya, dia sekretarisku yang ku berikan kuasa penuh untuk mengelola perusahaanku yang berada di Singapura ini. Namun, beberapa hari yang lalu, salah satu karyawan sekaligus teman minumku, memberikan kabar buruk tentang perusahaanku ini. Ia memberikan pesan tepat ketika aku sedang makan malam. Well, dalam sekejap nafsu makanku hilang.
Jika kalian bertanya mengapa tak ada wakil CEO di perusahaanku, maka aku akan menjawab kalau aku tak suka. Karena wakil CEO sama saja CEO. Posisi ku sebagai CEO asli akan lengser begitu saja jika banyak orang lebih memilih Si 'wakil CEO' untuk menjadi pemimpin mereka karena seringnya aku absen.
"Pergilah, kau tak perlu mengantarku sampai kamar" usirku pada sekretaris cantikku itu. Sekretarisku itu membungkuk dan berlalu pergi keluar dari lift. Kebetulan lift yang ku tempati belum juga membawaku ke tempat tujuanku.
"Jika tuan membutuhkan teman wanita, saya bisa menghubungi mereka" ucap Soo Hi, sekretarisku. Aku memberikannya death glare.
"Tidak. Aku sudah memiliki kekasih." tolakku. Soo Hi tampak gugup dengan kesalahannya.
"Maaf, tuan. Saya tidak tahu soal itu. Sekali lagi saya minta maaf" ucapnya. Aku menghela nafasku. "Pergilah"
Aku menekan tombol close pada salah satu sisi lift. Keheningan menyapu suasana. Kepalaku terasa sangat kosong. Seketika aku teringat Eun Wook. Memang kekasihku itu belum terkenal sampai sini. Bahkan orang orang di perusahaanku hanya mengenalku sebagai CEO tanpa tahu identitas pelajar yang melekat pada tubuhku.
Ting
Aku melangkah keluar dan menyeret kasar koperku. Ku cari nomor kamar yang seharusnya ku tempati. Langkah ku terhenti ketika mataku menatap sebuah pintu bernomor 777.
Aku tersenyum miring. Eun Wook pernah berkata padaku kalau ia sangat menyukai angka tujuh, seperti Luhan. Aku pernah bertanya mengapa, tapi ia justru menjawab,'alasan yang sama seperti kau yang memilih angka 68 sebagai nomor favoritmu'.
Aku menggesek pelan kartu id ku. Pintu terbuka bersamaan dengan bunyi ting pada mesin. Kakiku melangkah sepelan mungkin ketika memasuki ruang kamarku ini. Fasilitasnya cukup lengkap dan aku menyukainya.
Karena ini masih pagi buta, aku memilih untuk berbaring di ranjang baruku setelah mencuci muka dan menata beberapa barang. Ku pejamkan mataku dan menikmati suasana yang cukup hening ini. Ku gerakkan kakiku sehingga membuat ranjang bergoncang. Aku menghentakkan kakiku pada permukaan ranjang. Bukan, aku sedang tidak dalam keadaan emosi atau apapun itu. Aku hanya kesepian.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Time Control
FanfictionVampir. Apa yang ada di benak kalian tentang itu? Benar, makhluk penghisap darah yang paling menjijikkan yang pernah ku tahu. Ku tarik ucapanku. Setelah bertemu dengannya, dunia benar benar menjungkirbalikkan fakta itu. Takdir? Aku? Dengannya? Mimp...