8. Seruni Ke Mana?

491 44 27
                                    

Sepertinya apapun yang Bima lakukan akhir-akhir ini pikirannya akan berputar kembali ke titik yang sama: Seruni.
***

B

ima mendekatkan ponselnya ke telinga, dengan tidak sabar Bima menunggu setiap nada tunggu terdengar dari speaker ponselnya. Lama menunggu panggilannya tetap belum tersambung. Menandakan orang yang diteleponnya sedang tidak bisa menerima panggilan.

Sore ini kantin tidak terlalu ramai. Kelasnya sudah berakhir sejak pukul 5 tadi. Namun hujan yang turun tanpa permisi mengurungkan niat Bima untuk segera pulang. Apalagi Bima mengendarai motor. Selain jalan licin yang membuatnya takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Bima juga menghindari tubuhnya terserang penyakit.

Kuliahnya cukup padat, dan Bima tidak punya waktu untuk sakit.

Sekali lagi Bima menekan tombol hijau di ponselnya, sebelumnya menghubungi Seruni tidak pernah serumit dan selama ini. Mereka selalu keep in touch. Seruni tidak pernah lama-lama membalas pesannya. Namun sejak kemarin sore, mendadak Seruni susah dihubungi. Gadis itu juga enggan menjawab teleponnya, entah mengapa.

"Serius banget liatin hapenya?"

Bima menoleh saat pundaknya di tepuk. Perempuan manis berkaca mata tersenyum menawan kepadanya.

"Boleh aku duduk di sini?" tanyanya lagi.

Bima mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Konsentrasinya tertuju pada layar ponselnya. Lagi-lagi panggilannya ditolak.

"Belum pulang, Yasmin?" Bima bertanya dengan nada santun namun pandangan matanya tertuju pada layar ponsel, dia sedang mengetik sesuatu.

"Belum, hujan soalnya nanti deh pulangnya nunggu agak reda."

Bima menganggukkan kepalanya tanpa menoleh pada Yasmin sama sekali.

Gadis itu merasa terabaikan. Dulu, Bima tidak pernah bersikap seperti ini kepadanya. Bima adalah teman sekelasnya yang baik dan ramah. Namun entah mengapa akhir-akhir ini Bima berubah padanya. Yasmin bisa merasakan perubahan itu. Jika berpapasan di koridor atau di luar kelas Bima hanya akan tersenyum saja, bahkan dalam beberapa kesempatan Bima tidak menyapanya sama sekali.

Dulu Bima tidak begini. Lelaki yang duduk di hadapannya ini adalah orang yang hangat. Namun sekarang, jangankan mengajaknya bicara kadang jika dia menyapa melalui LINE atau BBM pun, Bima jarang menjawabnya. Padahal kelihatan sekali kalau Bima tidak pernah lepas dari ponselnya.

"Waktu tadi malam aku LINE kamu, nanyain tugas kamu nggak bales," ucap Yasmin pelan namun nada bicaranya penuh tanda tanya dan menuntut jawaban.

"Iya gue semalam lagi nggak pegang hape, jadi lupa."

"Oh, begitu...."

Ada nada kecewa dan tidak percaya dari bibir Yasmin. Enggak pegang hape? Zaman sekarang mana ada orang gak pegang ponselnya lebih dari satu jam? Bisiknya dalam hati. Yasmin menyimpulkan Bima berbohong padanya.

"Iya, hehehe," kata Bima. Entah mengatakan itu pada Yasmin atau pada teman chatting-nya. Karena sejak tadi lelaki itu tidak memalingkan pandangannya sama sekali.

Bima tidak berbohong. Tadi malam, dia memang tidak sedang memegang ponsel. Seruni telat membalas pesan-pesannya, gadis itu juga tidak menjawab teleponnya. Jadi tadi malam, Bima memutuskan untuk tidur lebih awal. Mengingat beberapa waktu belakangan ini Bima sering tidur larut untuk mengerjakan tugas-tugasnya yang tiada akhir.

Ditambah lagi kesibukannya dengan Seruni.

Suara petir dan hujan yang semakin deras membuat Bima mengalihkan konsentrasinya dari ponsel, dan melihat Yasmin duduk di depannya dengan ekspresi lugu. Gadis itu terlihat ketakutan, dan kedinginan.

When We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang