Part 1

52.7K 1.1K 19
                                    

" Ca, bangun. Caca bangun udah pagi." Panggil suamiku pagi itu. Aku mengucek-ngucek mataku dan mengerjap, masih merasa aneh dengan cahaya matahari yang mengusik mataku.
" Apaan sih Raka ganggu tidur gue aja." Aku memukul bahu suamiku pelan, dia berdecak kesal dan membuka selimut yang membalut tubuh kami.
" Sopan dikit dong sama suami Ca. Gue kan bukan temen lo lagi kaya dulu, sekarang gue udah sah jadi suami lo." Dia manyun kesel, aku hanya senyum melihat tingkahnya yang ke kanak-kanakkan.
" Itu lo juga pake gue-lo kan? Heeeeh dasar suami labil." Kemudian aku kabur dari jitakkan maut suamiku.



* * *


" Duh, Ca kenapa sih lo masih pake minyak telon? Lo tau kan gue ngga suka bau minyak telon?" Raka menutup hidungnya dan menjauh dariku. Aku cuma ketawa jahil liat ekspresinya. Raka emang ngga suka bau minyak telon. Dia paling anti dan paling benci sama minyak telon. Waktu ditanya alasannya kenapa dia bisa benci minyak telon, dia malah jawab sambil melotot, "jangan pernah bahas-bahas masalah itu lagi." Gitu katanya. Raka benci banget sama minyak telon, sedangkan aku? Aku sih cinta banget sama benda satu ini. Gimana ya, minyak telon itu nggak terlalu anget sih, tapi baunya ngingetin sama anak bayi. Kan lucu yaa :3
" Duuh suamiku sayang, lo kan tau gue suka banget sama minyak telon. Lo tau kan gue ngga bisa memulai aktivitas gue tanpa memakai minyak telon?" Aku ngga mau kalah, lagi-lagi Raka menunjukkan wajah kesalnya, yang menurut aku itu malah keliatan lucu banget.
" Lebaynya kumat deh ini orang satu." Jawab Raka.
" Raka nyebelin sih. Gimana kalo nanti punya anak coba, kamu mau anak kita ngga pake minyak telon gitu? Atau kalau nanti anak kita pake, nanti kamu ngga akan mau gendong dan ngga mau deket-deket sama anak kamu?" Aku jadi sewot sendiri, kesel. Tapi sedetik kemudian diem karena sadar sama kata-kata aku sendiri. Apaan sih yang aku omongin tadi. Ngaco banget, udah ngomongnya pake aku-kamu, ngomongin anak pula! Kita kan baru nikah 2 minggu juga -__-
Aku bisa rasain wajah aku langsung panas saat itu, dan memerah. Karena malu pastinya.
Lalu aku nengok ke samping, pengen liat ekspresi wajah Raka gimana. Dan bener aja, sekarang dia lagi senyum-senyum sendiri sambil liatin aku.
" Sayang, apa coba yang tadi ulangi lagi? 'Kamu' ya sayang? Dan kamu pengen cepet-cepet punya anak? Aku ngga tau kamu berubah pikiran secepet itu, kamu baru bilang ke aku 1 minggu yang lalu waktu kita bulan madu kalo kamu ngga mau cepet-cepet punya anak. Padahal kan aku udah pengen banget gendong anak kita, sayang. Karena sekarang kamu mau juga, aku sekarang ngga pergi ke kantor deh ya. Kita bulan madu lagi aja, kita bikin anak."
Aku langsung melotot kaget, cowok yang satu ini emang bisa berubah menjadi sangat gila!
"Apaan sih Raka ngaco! Sana cepet berangkat ke kantor. Malu kan kalo.. kalo l-lo kesiangan." Jawabku agak terbata-bata. Raka lalu menunjuk-nunjuk bibirnya dan tersenyum manis. Aku mengangkat kepalaku dan mengernyitkan sebelah alisku tanda tidak mengerti.
"Morning kiss-nya mana sayang?" Aku menjinjitkan kakiku untuk mensejajarkan wajah kami. Niat awalnya sih cuma kasih dia ciuman kilat, ngga taunya kepala aku malah ditahan dan ciuman kilat itu berubah jadi.. ehem, ciuman yang.. kalian semua pasti tahu, aku terlalu malu untuk mengatakannya.
"Udah Raka, l-lo harus pergi ke kantor sekarang. Nanti lo telat Ka." Kataku menyudahi ciuman kami. Raka lalu mundur dan mencium puncak kepalaku dengan lembut, dan lama.
"Baik-baik di rumah ya sayang, nanti kita berangkat ke rumah mamahnya bareng ya. Kamu harus tunggu aku di rumah."
"Itu permintaan kan?" Kataku dengan tatapan puppy eyesku. Biasanya Raka akan luluh dengan jurus yang satu ini, tapi ternyata kali ini ngga berhasil. Karena dia menggeleng.
"Bukan, itu perintah Nyonya Wiraya. Kamu ngga boleh pergi sendiri, kamu ngga liat koran sama TV ya sayang? Sekarang lagi marak-maraknya kasus penculikan." Wajah Raka berubah jadi cemas, aku memutar bola mataku kesal.
"Tapi kan aku bukan anak umur 5 tahun juga Raka, aku bisa jaga diri sendiri kok." Aku memukul bibirku, apaan sih yang tadi. Lagi-lagi keceplosan bilang aku-kamu. Raka cuma cengengesan sendiri dan kembali mendekat ke arahku. Kali ini dia mengusap perutku yang rata,
"Ayah pergi kerja dulu ya nak. Jaga Bunda ya." Katanya lalu mencium perutku lembut. Aku yakin kali ini wajahku pasti memerah. Apa-apaan sih Raka? Aku kan belum hamil!?



* * *


Malam ini Raka, aku, dan Ibu berada di dalam mobil. Kami bertiga sedang dalam perjalanan menuju rumah Tante Elisa. Ayah tidak ikut karena sedang dinas ke luar kota. Anak Tante Elisa, Riana mengadakan syukuran 4 bulan kelahiran anaknya . Jadi keluarga besar kami berkumpul di rumah Tante Elisa untuk menghadiri acara tersebut. Jujur, hubunganku dengan sepupuku itu bisa dibilang kurang akur. Saat masih kecil kita sering berantem, dan hal itu sepertinya masih terus terbawa sampai kami remaja. Tapi sekarang ini ketika kami sudah dewasa yang ada kami tidak terlalu banyak bicara satu sama lain. Aku tahu apa yang aku lakukan ini tidak baik, dan aku sangat menghormati Tante Elisa karena Tante sangat baik sekali. Jadi sudah aku putuskan malam ini aku akan memperbaiki semuanya. Aku akan mulai berbaikan dengan Riana.
"Sayang.. Sayang." Aku menoleh ke arah Raka, dari raut wajahnya sudah pasti dia mencemaskanku. Sebelah tangannya menggenggamku erat. Aku lalu tersenyum.
"Kamu kenapa sayang?" Kata Raka sambil menoleh ke arahku, lalu kembali memperhatikan jalan yang ada di depannya. Aku menggeleng,
"Ngga apa-apa kok." Jawabku singkat.
"Kamu pasti gak dengerin obrolan Ibu sama Raka tadi ya sayang? Padahal tadi kita sampai ketawa cekikikan gitu loh nak." Kata ibu dari kursi belakang, aku lalu membalikkan badanku dan memandang ibu dengan penasaran.
"Emangnya tadi Ibu sama Raka ngobrolin apa bu?" Aku mulai kepo. Ibu senyum-senyum malu, wah udah pasti obrolan Ibu sama Raka tadi kurang beres ini.
"Tadi Ibu bilang ke Raka kalo Ayah sama Ibu pengen cepet gendong cucu, Ibu juga pengen kaya Tante Elisa nak. Pengen cepet-cepet jadi nenek." Kata Ibu sambil tersenyum malu, "terus kata Raka katanya ngga usah khawatir, katanya kalian tiap hari juga berusaha. Aaah, ibu jadi bahagia dengernya. Pokoknya kalian harus cepet-cepet kasih Ibu kabar ya kalau Caca hamil." Aku melotot mendengar penjelasan Ibu, bener kan? Raka bicaranya aneh-aneh. Dia sendiri malah ikutan senyum-senyum. Aku lalu mencubit perutnya, Raka meringis kesakitan.
"Aduh sayang, sakit. Kamu kenapa malah cubit aku?" Raka meringis dengan lebay, aku tahu kok dia bohong. Ngga mungkin cubitan aku tadi bikin dia kesakitan, ditonjok sama aku aja dia malah ketawa-ketawa santai. Ini cuma dicubit, kayanya membekas juga gak akan.
"Raka lo ngomongnya aneh-aneh deh sama Ibu. Gue sebel banget sama lo!" Aku cemberut, dan meyilangkan kedua tanganku. Aku cuma gak mau bikin Ibu-Ayah, Mama-Papa kecewa. Aku tahu mereka sudah sangat menunggu-nunggu kedatangan bayi mungil di keluarga kecil kami. Aku takut ngga bisa penuhin keinginan mereka.
"Eh nak, masa sama suami ngobrolnya lo-gue sih? Ngga boleh gitu dong Caca, ngga sopan nak." Aku membalikkan tubuhku lagi, mulutku sudah terbuka lebar. Tapi tidak ada satu patah kata pun yang meluncur dari mulutku. Aku ngga bisa membantah Ibu juga soalnya, karena apa yang Ibu bilang tadi itu betul.
"Tapi.. Ibu, tapi... Hoekk." Aku menutup mulutku dengan sebelah telapak tanganku, Raka langsung memberhentikan mobilnya dan menatapku dengan khawatir. Ibu juga tidak kalah khawatir. Ibu mengusap-usap punggungku.
"Sayang, kenapa sayang? Kamu mau aku anter ke dokter sekarang sayang?"
"Nak, Caca baik-baik aja kan nak? Ini nak, minum dulu."
Suara-suara itu terdengar tumpang tindih di telingaku, aku tidak bisa mendengar suara mereka dengan jelas. Yang aku rasakan hanya mual dan kepalaku terasa sangat pusing saat itu.
"Toilet." Kataku singkat sambil menepuk bahu Raka. Raka, masih dengan wajah khawatirnya langsung mengangguk dan membawa mobilnya ke rest area terdekat saat itu.



* * *



Karena insiden muntah tadi, perjalanan yang biasanya ditempuh selama 30 menit untuk bisa sampai ke rumah Tante Elisa jadi memakan waktu 57 menit. Aku setelah puas muntah tadi langsung tertidur di dalam mobil, dan waktu bangun tahu-tahu udah sampai di rumah Tante Elisa. Acara sudah dimulai, kerabat-kerabat sudah berkumpul di ruang keluarga. Semua tamu juga sudah hadir mengelilingi bayi mungil cantik itu. Alika Amira Wijayanto. Riana dan suaminya memilih nama yang cantik untuk anaknya. Aku terus memperhatikan bayi mungil mereka. Seandainya kami juga diberi kesempatan untuk bisa memiliki bayi mungil, aku dan Raka juga pasti akan sangat bahagia. Aku cepat-cepat menggeleng, menenangkan diriku. Lagipula kami baru menikah 2 minggu, tidak mungkin juga kan kami langsung memiliki momongan. Riana dan suaminya saja harus menunggu selama 10 bulan untuk punya anak.

* * *


cerita pertama hehe, dan pasti sangat aneh ya .__.
Kalau misalnya ada yang baca cerita ini kalau boleh minta kritik, saran dan komennya yaa hehe.
Terimakasih banyaaaak untuk teman-teman yang udah mau meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini :'D
Dan maaf yaa karena masih banyak salah-salahnya
Dan maaf juga kalau misalnya ada cerita yang sama atau mirip dengan cerita yang aku bikin ini, tapi beneran aku pure bikin sendiri cerita ini .__.
Mohon maaf yaa
Selamat menikmati :D

My Husband and Minyak Telon (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang