17. Hai Mantan Sahabat

10.9K 891 11
                                    

Sudah hampir satu minggu lebih kehidupan (Namakamu) di sekolah menjadi seperti awal ia masuk kembali. Tentram dan damai. Meskipun kini para siswa maupun siswi SMA Cakrawala menjadi segan dengannya dan memberi hormat seakan-akan dia seorang guru. Risih, tapi mau bagaimana lagi? Semenjak semuanya tau reputasi lama (Namakamu) yang merupakan ketua 'The Queen', kelompok yang berisi tiga orang gadis yang sangat di segani. Kalian baik, mereka baik. Tapi jika kalian usik, mereka bisa lebih usik.

(Namakamu) menatap jam tangannya. Ternyata ia datang terlalu pagi, lagipula percuma dirumah berlama-lama. Karena keluarganya sibuk dengan urusan masing-masing. (Namakamu) melewati kelasnya tanpa menengok sedikitpun. Ia memutuskan untuk pergi ke toilet dulu sebelum ke kelas.

(Namakamu) melewati koridor dengan mata yang sesekali melirik ke lapangan basket. Lapangan yang pernah ia pakai untuk battle dance dengan Zidny dulu.

Omong-omong soal Zidny, (Namakamu) agak merasa sepi karena kehilangan satu musuhnya itu.

Zidny pindah sehari setelah pertengkaran hebatnya dengan Amanda. Beberapa hari setelah itu Caca dan Bella mengikuti Zidny pindah. Hanya saja mereka bertiga berbeda sekolah. Zidny pindah ke luar negeri sedangkan Caca dan Bella  pindah ke sekolah lain yang masih ada di daerah Jakarta.

Yah... sisi baiknya kini ia hanya punya dua musuh disekolah ini. Yaitu Ari dan Amanda. Tapi setidaknya mereka tidak mengganggu (Namakamu) dalam seminggu lebih ini. Entah kenapa, tapi mereka seperti kasat mata. Ari ada dikelas saat pelajaran, dan segera pergi entah kemana saat beberapa menit sebelum bel istirahat ataupun pulang. Sedangkan Amanda sendiri (Namakamu) tidak tau soal dikelasnya. Namun Amanda tidak menampakan dirinya baik itu di koridor, kantin, lapangan atau tempat apapun disekolah ini.

(Namakamu) memasuki toilet lalu menatap ke arah cermin besar yang disediakan. (Namakamu) memang tidak ada niat untuk buang air kecil atau apapun. Ia hanya ingin menghabiskan waktunya sedikit untuk menatap cermin, setidaknya sampai saat ia balik ke kelas ada beberapa orang yang menemaninya.

Cklek.

Salah satu bilik toilet terbuka. (Namakamu) menatap dari cermin siapa yang keluar dari sana.

"Amanda.." gumam (Namakamu) kecil. (Namakamu) segera mengalihkan pandangannya kembali ke tubuhnya lewat cermin. Merapihkan beberapa helai rambut yang sedikit mengganggu lalu berbalik hendak pergi. Tepat saat itu pula Amanda maju melangkah ke depan cermin. "Hai mantan sahabat..." sapa Amanda yang menatap punggung (Namakamu) dari arah cermin. Sebuah senyum miring tersungging dari bibir Amanda.

"Gimana sepuluh hari damai lo?" Amanda kembali bersuara.

Sepuluh hari damai? Ah ya. Sepertinya (Namakamu) mulai mengerti mengapa seminggu lebih ini Amanda tidak muncul. Selama sepuluh hari ya ternyata tepatnya?

"Semoga baik, karena sekarang udah waktunya kedamaian lo musnah."

Amanda berbalik tepat saat (Namakamu) juga berbalik. Sehingga posisi mereka kini saling berhadap-hadapan meskipun tidak lurus.

Amanda tersenyum. "Gue sengaja ngasih lo waktu, siapa tau aja lo perlu persiapan mental sebelum ngehadepin ini. Dan kebetulan kita ketemu disini. Karena menurut gue ini udah saatnya lo hancur." ucap Amanda setengah berbisik.

"Apa maksud lo?!" (Namakamu) membentak Amanda seraya bersidekap dada.

"Uhh sabar dong. Ada waktunya kok. Tenang aja. Lo tinggal tunggu waktunya." Amanda mengedipkan sebelah matanya lalu mendorong sebelah bahu (Namakamu) dengan satu jari dan pergi begitu saja.

(Namakamu) terdiam. Ia mematung setelah kepergian Amanda, memikirkan hal apa yang akan dilakukan Amanda. Semoga saja itu bukan hal-hal yang gila.

(Namakamu) menghembuskan nafasnya yang berat lalu berbalik pergi menuju kelasnya.

(Namakamu) memasang headsetnya ke telinga lalu menghubungkannya dengan hpnya. Tak lama lagu Safe and Sound milik Taylor Swift mengalir dengan lembut di telingannya.

Entah kenapa akhir-akhir ini (Namakamu) merasa seperti ada beban yang sangat berat yang sedang di tanggungnya. Seperti ingin menjadi kuat tetapi malah semakin lemah. Ingin menyerah tapi tak bisa.  Kemana sebenarnya (Namakamu) yang tangguh?

Srek.

(Namakamu) segera menoleh ke samping kirinya ketika headset di telinga kirinya di tarik dan kini dipindahkan ke telinga si penarik. Iqbaal. (Namakamu) tersenyum saat mendapati Iqbaal yang tersenyum menatapnya. (Namakamu) ingin menyerah tapi tak bisa, (Namakamu) ingin melepaskan Iqbaal tapi tak bisa. Apalagi setelah melihat senyuman milik Iqbaal, tekadnya untuk mempertahankan Iqbaal malah semakin kuat.

"Lo kenapa jadi mellow girl gini?" tanya Iqbaal yang mendengarkan lagu yang kini mengalun di telingannya.

(Namakamu) terkekeh lalu kembali menatap ke arah depan dengan tatapan kosong. "Entah. Gue ngerasa lagi capek aja." jawab (Namakamu) seadanya.

Iqbaal menggenggam jari jemari (Namakamu). "Lo bisa bagi beban lo ke gue. Jangan ngatasin sendirian mulu." bisik Iqbaal lembut.

Iqbaal kini ikut masuk ke kelas (Namakamu) lalu duduk di samping kursi (Namakamu). "Mau cerita?" tanya Iqbaal.

(Namakamu) menggeleng lalu memejamkan matanya. Tak lama ia menyenderkan kepalanya ke pundak Iqbaal. "Gue cuma butuh pundak lo sekarang." ucap (Namakamu) dengan mata terpejam. Tak lama (Namakamu) menghela nafasnya. Membuat Iqbaal yakin jika gadis kuat ini memang sudah sangat kelelahan dengan semua yang menimpanya.

Iqbaal mengusap puncak kepala (Namakamu) lalu berbisik, "Pundak gue selalu siap buat lo."

Beberapa orang yang sudah berada dikelas melihat mereka berdua dengan tatapan iri dan lainnya. Tapi Iqbaal tidak perduli dan memilih untuk mendengarkan lagu-lagu dari headset milik (Namakamu).

****

(Namakamu) menyerahkan selembar uang berwarna merah lalu mengambil kantung plastik berisi cemilan miliknya. (Namakamu) keluar dari minimarket lalu menatap ke sebrang, melihat Iqbaal yang sedang bersender pada body mobil miliknya.

Iqbaal tersenyum menatap (Namakamu) lalu membuka kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya.

(Namakamu) tersenyum lalu berjalan, menengok ke kanan dan ke kiri untuk sesaat dan kemudian menyebrangi jalan.

Tanpa ia sadara mobil yang tadinya terparkir di salah satu tepi jalan kini melaju dengan kencang ke arahnya. Iqbaal membelalakan matanya lalu segera berlari menuju (Namakamu) dan menariknya ke dalam pelukannya.

Kantung belanjaan (Namakamu) jatuh. Makanan ringan dan minumab yang ia beli berserakan di tengah jalan. Mata (Namakamu) membelalak. Ia masih tidak percaya dengan yang di alaminya. Bibirnya bergetar, ia dapat mendengar deru nafas Iqbaal dalam posisi ini. (Namakamu) segera mendongak dan mendapati Iqbaal dengan tatapan tidak percayanya pada mobil yang hampir saja menabrak atau menyerempet tubuh (Namakamu).

Iqbaal tidak dapat melihat jelas plat mobilnya, karena mobil itu sangat cepat. Kejadian ini sangat cepat. Bahkan beberapa orang yang belanja di mini market kini keluar menatap mereka yang masih berdiri di tengah jalan.

Iqbaal segera menuntun (Namakamu) menuju mobilnya tanpa memperdulikan belanjaan milik (Namakamu) yang berantakan. Iqbaal segera membuka pintu mobil sebelah kiri lalu mendudukan (Namakamu), setela itu ia berlari kecil menuju pintu mobil sebelah kanan dan memasukinya.

Iqbaal tidak langsung menyalakan mobil, ia menatap (Namakamu) yang masih dengan tatapan kosong tidak percayanya. "Are u okay?" tanya Iqbaal dengan gurat ke khawatiran.

"I'm not. Baal..." (Namakamu) menengok ke arah Iqbaal.

Iqbaal diam, menunggu kelanjutan kalimat (Namakamu).

"I'm scared."

****

maaf pendek, mainstream, gaje dll. see u next time!

@srmwlnd

ABSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang