(Namakamu) mencari kunci rumah yang biasa ia letakan di pot bunga retak di depan rumahnya.
"Kok gak ada sih?" dahi (Namakamu) berkerut. (Namakamu) menghela nafas lalu memutuskan untuk mencoba membuka pintu rumah.
Cklek.
"Bang Bily udah pulang?" lagi-lagi (Namakamu) bertanya pada dirinya sendiri. (Namakamu) memasuki rumah lalu menutup pintunya. "Bang..." (Namakamu) memanggil-manggil Bily seraya mencoba mencari saklar lampu, karena keadaan rumahnya kini gelap.
"Apa bi sum udah kerja lagi?" tanya (Namakamu) dengan tangan yang masih merayap pada dinding untuk mencari saklar lampu.
Dapat!
Tunggu, diatas saklar ini seperti ada sesuatu...
.
.
.
.
.
tangan! ini adalah sebuah tangan!(Namakamu) segera menengok untuk melihat siapa orang yang kini berada dalam rumahnya, namun terlambat. Karena kini hidung (Namakamu) telah ditutup dengan sapu tangan yang di beri obat bius.
"Bantu gue!" ucap orang yang membius (Namakamu).
"Jangan sampe (Namakamu) kenapa-napa!" balas orang yang berdiri di dekat saklar lampu.
****
Iqbaal menatap hpnya kali-kali. "Kemana sih lo," gumam Iqbaal cemas. Ia kini berada di sebuah kafe yang di jadikan tempat pertemuannya dengan (Namakamu). Namun sudah sejam lebih (Namakamu) tidak datang, tidak mengangkat teleponnya dan juga tidak membalas pesannya.
Ting.
Iqbaal segera membuka notifikasi terbarunya. Sebuah pesan masuk dari nomor (Namakamu). Dengan cepat Iqbaal mengbuka pesan tersebut.
'gimana kalo gue rusak dulu muka songongnya?'
Begitulah isi pesan tersebut. Dan pesan tersebut menyertakan foto wajah (Namakamu) dengan mulut yang di lakban.
Iqbaal bangkit lalu berjalan menuju mobilnya. Tangannya tidak berhenti menekan tombol telepon berkali-kali, namun terlambat karena nomor (Namakamu) sudah tidak aktif.
****
(Namakamu) merasa sedikit pusing. Pandangannya kini mulai melihat walaupun dengan tidak jelas. Ia mengerjapkan matanya saat sebuah cahaya menyorot wajahnya.
"Well, lo udah bangun ex-best friend?"
(Namakamu) kini dapat melihat dengan jelas Amanda yang memainkan lampu senter ke arah wajahnya, dan di samping Amanda terdapat Ari.
(Namakamu) mencoba untuk berbicara, namun percuma karena hanya gumaman-gumaman tidak jelas yang dapat ia keluarkan. Tangan serta kakinya terikat, sehingga ia makin tidak bisa berbuat apa-apa.
Amanda mematikan lampu senternya lalu berjalan maju ke arah (Namakamu). Ia mengeluarkan hp (Namakamu) dari saku jaketnya. "Gue udah sms mantan gue, pacar lo. Kita liat apa dia berhasil nemuin pacar kesayangannya ini." Amanda menyeringai lalu tangannya memegang dagu (Namakamu) dan akhirnya Amanda mencabut lakban dari mulut (Namakamu) dengan gerakan cepat. Membuat (Namakamu) meringis kesakitan.
"Man..." Ari memperingati Amanda. Ari memang menyetujui untuk membantu Amanda, namun Ari sudah memperingatkan. Jika Amanda berbuat kasar pada (Namakamu) maka Ari tidak akan diam begitu saja.
Amanda tersenyum miring lalu kembali berdiri dengan lengan yang bersidekap dada.
"LO! APA SEBENERNYA MASALAH LO SAMA GUE?!" ucap (Namakamu) dengan berapi-api. Wajahnya kini memerah karena amarahnya.
Amanda terdiam sesaat sebelum akhirnya mengeluarkan sebuah pertanyaan, "Lo masih nanya?" tanya Amanda.
"Gue udah yakin teror satu minggu terakhir ini juga dari lo!"