Agustus, Liburan Musim Panas

14 3 1
                                    


"Aku mau mati."

Shalimar mencebik. "Setiap kata adalah doa. Jangan mengucapkan hal buruk begitu."

"Oke, maaf, tapi serius... rasanya waktu merangkak lambat sekali."

"Aku tidak pernah menyuruhmu ikut-ikutan puasa, kan?"

"Yeah, aku penasaran." Tubuhku tergeletak tak berdaya di atas lantai teras. "Bolehkah aku minum?"

Shalimar bangkit sambil mendengus meremehkan. "Oke, akan kuminta pada Mrs. Vaughn."

"Tidak, stop. Duduk." Geramku. "Aku bukan anak cupu."

"Baiklah," kulihat ia menyeringai jahil, "baiklah, kalau itu maumu."

"Berhenti mengejekku. Aku sudah separuh hari tidak makan dan minum apapun, oke. Fuck, this is hard."

"Pahala puasamu hilang. Minumlah sekarang."

Aku mengangkat tubuh, bertumpu pada sikuku. "Hei, kenapa? Aku tidak minum apapun!"

"Berkata kasar, mengumpat, marah, itu tidak diperbolehkan. Intinya kau harus menahan nafsu, termasuk amarah."

"Fudge!"

Ia tertawa. "Kau payah."

"Mengapa Tuhanmu banyak sekali bikin aturan? Ia ingin melihat umatNya menderita?"

"Hmm, ibaratnya kau bertemu seorang gadis yang cantik, seksi, dan segala macam. Tapi, orang tuanya sangat protektif serta selektif pada calon suami putrinya. Jadi untuk mendapatkannya kau harus menempuh banyak sekali syarat. Kau harus punya pekerjaan stabil, membeli, rumah, menyediakan cukup uang untuk meminangnya, menghentikan kebiasaan-kebiasaan burukmu, berusaha keras untuk memenangkan hati keluarganya... hal-hal yang seharusnya membuatmu menderita."

"Whoa...."

"Tapi, kau tidak menganggapnya penderitaan, karena kau mencintai gadis itu. Kau ingin bersamanya seumur hidup, membesarkan anak-anakmu, menghabiskan hari tua bersamanya," ia tersenyum. "Analogi yang sangat cetek, tapi kira-kira begitu. Tuhanku menjanjikan surga, kepada mereka yang pantas. Jadi, yah ini bukan benar-benar penyiksaan seperti yang kaupikir. Aku ingin lebih dekat dengan Tuhan di surgaNya. Jadi, yah...."

Aku mengerang. "Untung selama ini aku tidak pernah kesulitan meniduri gadis-gadis."

Shalimar menghela napas, bergumam tentang membersihkan pikiran, sementara aku memejamkan mata merenungi jawaban asal yang kulontarkan.

Aku berpikir analogi Shalimar soal gadis tadi kedengaran manis dan menyenangkan, kemudian bertanya-tanya apakah itu yang harus dilalui seorang pria jika ingin meminangnya.

Year of Shalimar [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang