BAB 4

65.1K 4.6K 169
                                    

DEMETRA

Aku berdiri di depan gedung perusahaan Revan dengan hati bimbang. Keadaan lobi tidak terlalu ramai dan tidak ada yang menyadari keberadaanku. Aku memang jarang menampakkan diriku di depan karyawan perusahaan Revan semenjak fokus dengan anak-anak. Lagipula aku tidak percaya diri tampil di sebelahnya dengan penampilanku setelah melahirkan. Karena itulah banyak yang tidak tahu seperti apa istri Direktur Utama.

Dan tujuanku di sini adalah untuk mengantarkan dokumen penting yang dibutuhkan Revan saat ini. Dia meeting seharian sehingga tidak bisa mengambil ke rumah. Sebenarnya Revan menyuruh Pak Thamrin, supir kami, untuk mengantarkan dokumen ini. Tapi karena Pak Thamrin sedang mengantar Livie les ballet akhirnya aku yang datang ke sini.

Tapi mungkin ini bukanlah ide yang bagus. Biarlah Pak Thamrin saja yang mengantarkan nanti. Lebih baik aku pulang sekarang.

"Demi!" panggil seseorang dengan suara yang kukenal. Aku pun berbalik dan melihat lelaki yang dulu merupakan teman dekatku di kantor.

"Bagas?" Rasa senang dan juga lega pun kurasakan saat melihatnya. Hanya Bagas satu-satunya yang masih sering menghubungiku setelah aku keluar dari perusahaan dan menemukan orang yang kukenal saat ini, tentunya sangatlah membantu.

"Apa kabar? Udah lama ga keliatan di sini," tanyanya dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya.

Bagas sekarang sudah menjadi Manager Marketing. Dia masih terlihat sama seperti pertama kali aku bertemu, masih tampan dan penuh senyuman. Mungkin yang sedikit membedakan, munculnya beberapa rambut kelabu di balik rambut hitamnya. Dia jadi terlihat sedikit lebih tua, padahal umurnya baru 40 tahun.

Aku pun menjabat tangannya yang terulur. "Baik. Kamu apa kabar?"

"Begitulah," jawabnya sambil tersenyum kecil. Aku tahu Bagas pun saat ini sedang kesusahan karena kondisi perusahaan yang tidak baik. Apalagi dia bagian Marketing, pastinya dia harus lebih memutar otak agar mendapatkan konsumen sebanyak mungkin. "Mau ketemu bos besar ya?" tanyanya dengan cengiran mengejek.

"Bukan bos aku lagi."

Dulu, aku memang bekerja sebagai asisten suamiku. Namun sejak melahirkan Rion aku berhenti agar bisa fokus membesarkan anak-anak kami. Keputusan berat bagiku terutama Revan -karena sulit baginya mencari penggantiku- namun harus kulakukan demi masa depan anak-anak kami.

"Bos di rumah tapi kan?" katanya sambil tertawa kecil. "Mau aku temani ke lantai dia?"

Aku pun menganggukkan kepala dan mengikuti Bagas ke dalam gedung. Aku sebenarnya tahu dimana ruangan Revan sejak menjadi direktur utama. Hanya saja kakiku berat melangkah sendiri ke sana. Aku seperti mau bertemu dengan hakim yang akan menjatuhkan hukuman padaku, padahal aku akan bertemu suamiku.

Bagaimana kabarnya sekarang? Dia sudah dua minggu tidak pulang ke rumah karena selalu ke luar negri. Katanya mencari investor untuk membantu mendanai perusahaannya. Anak-anak sudah protes karena Papa mereka tidak kunjung pulang. Walaupun Revan selalu menelepon anak-anaknya setiap hari tapi tidak akan sama dibandingkan dia berada di rumah.

Makanya hari ini aku datang bukan hanya untuk mengantarkan dokumen. Aku juga ingin membujuknya kembali ke rumah. Membujuknya untuk memperbaiki hubungan kami. Aku sampai berdandan habis-habisan untuk ke sini. Padahal selama ini aku selalu menggunakan pakaian santai kalau mengunjungi Revan di kantornya. Tapi, untuk hari ini aku akan buat pengecualian. 

Sebulan ini aku diet dan olahraga. Dua hal yang tidak pernah kulakukan seumur hidupku akhirnya kujalani demi suamiku. Aku pun takjub bisa menurunkan berat badanku hingga 15 kilo. Revan sebenarnya tidak pernah mempermasalahkan beratku sejak dulu, tapi aku yakin setiap suami pasti ingin istrinya selalu terlihat cantik dan menarik. Tidak gembrot dengan tonjolan lemak dimana-mana.

[2] Baby, Dont Cry [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang