BAB 2

62.9K 4.5K 88
                                    

REVAN

"Revan? Ngapain lo?" tanya Arjuna, sahabatku sejak dulu, yang terkejut menemukanku di klub yang menjadi tempat favorit kami nongkrong di malam minggu seperti ini saat aku belum menikah. Arjuna, yang masih saja single hingga sekarang, diapit dua wanita cantik duduk di sofa memutar.

"Bosen di rumah," kataku singkat sambil duduk di sebrangnya. "Gue yakin akan menemukan lo di sini. Ternyata kelakuan lo masih sama aja," cibirku sambil mendengus. "Setidaknya, pindah lah ke klub yang lebih cocok untuk orang seumuran lo!"

"Bro, lo sendiri di sini kan? Sama aja lah berarti," katanya sambil menyengir yang membuatku tertawa kecil. Terus terang aku ke sini pun karena tahu dia akan ada di sini. Kalau tidak, mana mungkin aku datang ke klub yang lebih cocok untuk anak muda ini. "Tumben banget lo bosan di rumah? Bukannya lo family man ya sekarang?"

"Anak-anak gue lagi nginep di rumah bonyok. Sepi jadinya."

"Lha, si Demi?"

Aku cuma memberikan senyum samar padanya. Aku tidak bisa berdua saja dengan Demi saat ini. Emosiku sedang tidak stabil karena akhirnya kemarin, aku memberikan keputusan akhir untuk memecat setengah dari jumlah buruh pabrik. Meskipun aku tidak suka ide itu, tapi sudah tidak ada jalan lain.

Dibandingkan marah, aku lebih merasa kecewa. Karena aku gagal menjadi seorang pemimpin yang baik dan bisa melindungi seluruh karyawanku. Seharusnya aku memastikan kesejahteraan seluruh orang yang bekerja di perusahaanku, memastikan mereka bisa bertahan hidup demi diri mereka dan keluarga. Tapi aku malah merengut pekerjaan mereka. Merenggut sumber penghasilan mereka yang kebanyakan hanyalah orang-orang kecil. Dan rasa bersalah ini, membuatku begitu mudah tersulut emosi.

Oleh karena itu aku kabur ke klub. Aku ingin melupakan semua masalah yang aku alami saat ini. Mencoba untuk menenangkan hati dan pikiranku. Bukannya aku tidak bisa melakukannya di rumah, tapi aku tidak mau Demi melihat diriku yang hancur. Aku punya harga diri yang harus kupertahankan di depannya. Lagipula, aku tidak tahan dengan tatapan mengasihaniku yang sejak kemarin dia berikan. Aku tidak perlu dikasihani. Aku tidak butuh itu.

"Lo mau minum apa? Soda?" tanya Arjuna sambil memanggil waitress. "Atau mau cewe?" lanjut dia, mengejekku karena dia tahu aku tidak akan bermain wanita.

"Vodka," jawabku dengan tegas. "Gue butuh Vodka saat ini."

Mata Arjuna melebar mendengar ucapanku. "Lo bukannya udah berhenti minum sejak pacaran sama Demi?" tanyanya dengan nada tidak percaya. "Serius lo mau minum lagi?"

"Hanya malam ini gue rasa tidak masalah."

"Sob, mending lo ga usah cari masalah. Istri lo kan galak banget. Nanti lo dikebiri, baru tau!"

"Vodka 1 botol!" kataku tidak peduli ucapan Arjuna pada waitress yang sudah menunggu.

Arjuna akhirnya hanya menggelengkan kepalanya menatapku. Tidak lagi protes mengenai apapun itu. Hanya melihatku menghabiskan gelas demi gelas Vodka sambil menghela napasnya.


***


DEMETRA

Kemana Revan? Sudah jam 2 dia belum pulang juga. Aku sejak tadi menunggu di ruang keluarga dengan cemas. Berada sendirian di rumah saja sudah membuatku cemas, apalagi Revan tidak kunjung pulang. Saat aku mengira bisa menghabiskan waktu berdua dengannya, Revan malah pergi begitu saja setelah anak-anak di jemput supir Ayah tadi sore.

Dia tidak bilang akan kemana, dia hanya mengatakan ingin mencari makan di luar. Padahal aku sudah memasakkan makanan kesukaannya, tapi dia memilih makan di luar. Bahkan tanpa repot menanyakan padaku apa aku ingin ikut atau tidak. Atau mungkin Revan sengaja ingin menghindariku? Dia tidak mau berduaan denganku. Karena itu dia memilih untuk pergi.

[2] Baby, Dont Cry [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang