BAB 8

66.3K 5.3K 314
                                    

REVAN

"Abang liat kamu belum mendekati Demi sejak dia sadar dua hari lalu. Ada apa?" tanya Bang Athan saat kami makan siang di kantin rumah sakit.

Bang Athan, Mama dan Papa sedang datang untuk melihat kondisi Demi yang semakin membaik. Saat ini aku sedang menemani anak-anak makan di kantin rumah sakit, selain itu memberikan kesempatan kedua orang tua Demi melihat keadaannya. Mereka sangat khawatir selama ini. Mama selalu menangis setiap datang melihat Demi dan Papa selalu terlihat cemas. Mereka takut sewaktu-waktu Demi akan pergi meninggalkan mereka terlebih dahulu.

Tapi untunglah, Demi sudah berangsur pulih.

"Anak-anak kangen Demi. Biar mereka melepas rindu lebih dulu dengannya."

Sebenarnya aku tidak sepenuhnya jujur. Aku tidak berani mendekatinya karena aku takut, meskipun akulah yang selalu menungguinya di rumah sakit. Untungnya Demi yang belum sepenuhnya sembuh, lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur saat kami hanya berdua. Jadi interaksi kami pun tidak terlalu banyak.

Demi sepertinya belum mengingat apa yang terjadi di hari dia mengalami keguguran. Aku sadar, aku harus memberitahukannya. Tapi nanti, saat kondisinya sudah lebih baik.

"Demi belum tahu soal kegugurannya?" tanya Bang Athan yang membuatku tersenyum masam.

"Belum. Kondisinya masih lemah saat ini. Aku takut kalau dia mengetahuinya, dia akan shok dan bertambah sakit."

"Tapi kamu tidak mungkin menyembunyikannya terus menerus, Rev," ucap Bang Athan terdengar cemas. "Lebih cepat lebih baik dia mengetahuinya."

"Aku tahu. Aku pasti akan mengatakan padanya saat dia sudah jauh lebih baik. Tapi tidak sekarang, Bang." 

Karena aku tidak sanggup melihatnya terluka.

"Rev!" panggil Papa yang berjalan ke arah kami bersama dengan Mama. Tidak ada lagi kecemasan dan kesedihan tersirat dari wajah kedua orang tua Demi. Mereka terlihat sangat bahagia dan lega saat ini.

"Papa dan Mama sudah mau pulang?"

"Demi capek. Dia bilang mau istirahat. Anak-anak pasti ngajak dia ngobrol terus ya dari tadi?" tanya Papa tersenyum geli melihat keeempat cucunya yang sedang makan dengan lahap di meja sebelahku dan Bang Athan. "Lihat, mereka sangat kelaparan karena terlalu bersemangat!"

"Iya, mereka menceritakan semua yang terlewat oleh Mamanya sejak tadi. Padahal sudah dua hari ini mereka selalu datang tapi mereka seperti tidak pernah kehabisan bahan cerita untuk Demi. Aku tidak bisa melarang karena aku mengerti mereka rindu Demi."

"Ya, Papa juga mengerti," ucap mertuaku sambil tersenyum lega.

"Lebih baik kamu kembali ke kamar, menemani Demi. Biar anak-anak kami bawa pulang. Mama yakin kalian berdua belum pernah berbicara dengan tenang setelah Demi sadar," kata Mama mengusap puncak kepala Rion yang paling bersemangat makan saat ini.

Aku pun mengangguk setuju. Kami memang butuh waktu bicara.


***


DEMETRA

Badanku lelah tapi entah kenapa aku tidak bisa tidur. Padahal sudah tidak ada orang di kamarku. Mama dan Papa sudah pulang. Anak-anak pun sedang makan siang bersama Revan dan Bang Athan. Seharusnya aku menggunakan waktu ini untuk beristirahat tapi aku tidak bisa dan aku tahu apa yang membuatku tidak bisa tidur lelap.

Semua karena aku tidak bisa mengingat apa yang terjadi di hari aku pingsan. Yang aku ingat hanya malam ketika Revan pergi ke pesta kantornya. Setelah itu semua hanya sekelebatan. Hal ini terus menggangguku sejak aku bangun dari koma. Ada sesuatu yang sangat penting yang terlupakan. Aku terus mencoba mengingat tapi tidak bisa.

[2] Baby, Dont Cry [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang