Wedding Story || Kemajuan

13.7K 839 125
                                    

Maaf sudah membuat kalian semua menunggu cerita ini terlalu lama. Bukan maksudku menggantungkan cerita ini. Jujur saja ide cerita ini sangat amat mahal. Bahkan ada niat beberapa kali untu men delete cerita ini. Namun ku urungkan. Kalian pasti sangat kecewa kalau aku tiba-tiba men delete cerita ini hanya karena idenya yang susah. Dan menurutku juga itu tindakan pengecut.

Semoga episode kali ini klian puas yah. Dan ku buat agak sedikit panjang dari biasanya, sebagai penebus ketidak becusanku menjadi author cerita ini. Kalau begitu. Sampai jumpa di part selanjutnya. Dan semoga saja idenya gak ngambek. Selamat pagi, selamat beraktifitas buat kalian yang mempunyai aktifitas. XD

......

Warna hitam di atas menyelimuti sebagian kecil bumi bagian barat, lebih tepatnya Indonesia bagian barat. Tak lama tetesan air membasahi bumi yang awalnya rintik-rintik berubah menjadi deras hanya dalam hitungan detik.

Hembusan nafas lelah keluar dari belahan bibir ranum yang menatap air membasahi bumi. Ingatannya berputar saat ia masih remaja, saat ia masih mengenal apa arti itu sebuah kehangatan dari keluarga, saat ia masih merasakan kecerewetan sang mama saat dia bertengkar sama tetangga sebelah dan saat dia masih bisa bercanda tawa sama sang cinta pertama.

Terlihat biasa saja memang, tapi hal itu sangat di rindukan pria berusia 25-tahunan ini, bibirnya tak henti-hentinya mengeluarkan helaan nafas lelah.

"Ngalamunin apa, Van?"

Tubuhnya tersentak mendengar suara lembut wanita yang sudah ia hapal, suara yang menemaninya saat keadaanya sedang terpuruk, suara yang selalu mensuportnya untuk bangkit. Suara yang juga mati-matian ia hindari belakang ini. Suara sang sepupu.

Kepalanya menoleh kebelakang di susul tubuhnya. Punggungnya menyender kaca di belakang yang menampilkan halaman belakang rumahnya. Menatap wanita yang sedang memandangnya dengan dahi mengkerut.

"Entahlah." Jawabnya sekenanya.

Wanita itu semakin mengangkat alisnya, menatap sepupunya dengan tatapan mengintimidasi. Tidak bisa percaya begitu saja dengan hjawaban ambigu sang sepupu.

"'Entahlah' dalam kutip?"

Pria yang di panggil Van tadi menghela nafas jengah. "Sejak kapan loe ada Indo? Kok gak ngabarin dulu?" tanyanya mengalihkan pembicaraan yang di balas dengusan malas dari sang sepupu, tidak terpengaruh sama topik pembicaraan yang tiba-tiba melenceng jauh.

"Anyway, gua tadi gak merasa lagi ngebicarain itu." Katanya acuh, berjalan ke arah sofa di depan sang sepupu yang menghadap taman, mendudukan dirinya di sofa senyaman mungkin. "loe kepikiran siapa? Om, tante, apa cinta monyet loe?"

"Bukan urusan loe, Dei." Jawabnya ketus. Dia sangat kesal saat sepupunya ini mulai mencampuri hidupnya, yah meski sepupunya inilah yang mensuprotnya untuk kembali melanjutkan hidupnya yang kelam.

"Kalau gua bilang semuanya, apa yang mau loe lakuin, Dei?" tanyanya menantang sang sepupu dengan menaikkan salah satu alis, bibirnya menyeringai.

"Well, kalau loe ngalamunin tante Maya sama om Prato it's ok, tapi kalo loe ngelamunin cinta monyet loe, gua gak akan bilang it's ok, Van."

Alvano mengangkat alisnya, matanya menatap wanita di depannya dengan pandangan mencomo'oh.

"Gua gak tau kalau loe masih cinta sama gua." Katanya lengkap dengan senyuman sinis.

Si wanita ikut tersenyu sinis, matanya menatap pria di depannya tajam, penuh penegasan. "Memang betul kalau gua masih cinta sama lo. Seenggaknya, gua gak cinta sama orang yang sudah benar-benar sah milik orang lain. Benar?" tanyanya tak kalah sinis dari senyumannya, menekan kata 'sah' sebagai bentuk untuk menyadarkan sang sepupu.

Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang