Bibirnya mengulas senyum manis melihat pria yang di cintai berjalan kearahnya, bibirnya terbuka untuk memanggil nama yang sudah di rindukan hatinya. Sudah beberapa hari ini dia tidak bisa melihat pria yang di cintainya lagi, sudah beberapa hari ini pria itu menjauh, seolah di telan bumi.
Tapi kini, ia bisa melihat prianya lagi, dan berharap kemarahan sang terkasih mereda.
"Kalv---"
"Rin, nanti loe pulang 'gak?" Tanya pria jangkung berpostur ideal tanpa memperdulikan wanita yang tadi memanggil namanya.
Miciko tersenyum pedih, Kalva masih marah padanya, padahal dia sudah sangat berharap kemarahan pria itu menghilang, namun dia terlalu naïf - entah bodoh.
Airin menautkan alisnya bingung. Matanya menatap Kalva dan Miciko bergantian. Meski kata orang dia itu bebal, kurang Peka terhadap sekitar dan buta sama keadaan, namun nyatanya dia tidak sebal itu.
"Kalian bertengkar?" tanyanya tanpa memperdulikan pertanyaan Kalva untuknya.
Kalva terdiam, matanya masih menatap Airin minta jawaban. Tidak perduli apa yang baru saja wanita itu katakan.
Miciko menundukan kepalanya, mencoba meahan sesak di dadaya, tanganya mengaduk-ngaduk mie di depannya tanpa selera.
Sekarag Airin benar-benar yakin, kalau mereka bertengkar.
"Kalian kenapa?" tanyanya lagi, berharap salah satu di antara mereka ada yang menjawab pertanyaanya. Dia bertanya bukan utuk di dengar atau di cueki, tapi untuk di jawab!/
"Loe tau kan, Tante mau ngadaiin syukuran? Jadi tante nyuruh gua buat ngingetin loe." Kata Kalva tanpa perduli pertanyaan yang di tujukan Airin, itu tidak penting. "Loe jangan lupa dating, nanti nyokap loe marah." Sambungnya melenggang pergi.
Miciko tersenyum pedih, air matanya jatuh dengan sendirinya, nyatanya Kalva benar-benar serius dengan keputusan sepihaknya kemaren.
Airin menggaruk kepalanya bingung. Tidak biasanya Kalva seperti itu, mengabaikan orang yang penting untuk hidupnya. Kalva itu gampang untuk memaafkan kesalahan seseorang, dia baru melihat Kalva yang seperti ini, sebenarnya apa yang sudah yang dilakukan Miciko terhadap sepupunya? Kemarahan Kalva berbeda dari sebelum-belumnya.
"Ada apa, Ko?" Tanya Airin lembut. Mencoba tidak berprasangka buruk terhadap adik iparnya.
Miciko menggeleng tanpa mengatakan apapun.
Sekrang dia benar-benar pusing. Ada apa dengan mereka?.
"Kalian putus?" Tanya Airin iseng. Namun respon yang di tunjukan Miciko cukup untuk menjawab pertanyaan isegnya.
Miciko menegang di tempat, tangannya berhenti mengaduk-ngaduk mie yang bentuknya sudah tidak laya untuk di makan.
Miciko mengangkat kepalanya dengan wajah shock, tangannya menghapus air matanya yang jatuh. "Loe tau dari mana?"
"Jadi itu bener?" tanyanya memastikan.
Miciko menghela nafas kasar. Ternyata Airin tidak tau apapun, padahal dia sempat berpikir, Kalva bercerita ke Airin, namun kakak Iparnya ini hanya bertanya yang kebetulan benar adanya.
"Kenapa? Kok bisa putus?" tanyanya mulai mengintrogosi.
Miciko menahan nafas sejenak, bagaimana dia akan menjawab? Apa yang harus dia jawab? Pertanyaan Airin seakan menyekeknya tanpa kasat mata.
Tanpa menjawab apapun, Miciko memilih bangkit dan menjauh.
Airin mengerutkan keningnya. Sekarang bukan lagi kepo, tapi dia benar-benar ingin tau, dia care sama kedua orang yang sudah pergi itu. 'Apa yang terjadi?' Benaknya penuh Tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Story
Romancegua nggak nyangka gu akan nikah sama kakak sahabat gua sendiri. ini musibah atau anugerah??!! dan parahnya gua yang ngerlamar dia. gua ulangi sekali lagi GUA YANG NGELAMAR DIA. catet baik-baik itu. -Airin Maharani- dia ini sudah gila atau ap...