Benarkah?

10.1K 633 31
                                    

Hening yang mencekam terasa menyesakkan di salah satu restoran –tepatnya di meja dengan nomor 11. Kedua orang yang duduk di meja itu berdiam diri entah sudah berapa lama. Bibir si pria terasa kelu hanya untuk membuka, mengutarakan kata yang sangat ingin ia sampaikan.

Beberapa kali bibirnya terbuka untuk memulai percakapan, tapi detik berikutnya bibirnya kembali menutup rapat. Semua kata yang sudah tersusun rapi di dalam tempurung kepalanya terasa menjauh begitu dia membuka bibir.

Kedua tangannya terkepal erat. Rasa kesal begitu menguasai dirinya, kesal karena dirinya tidak mampu untuk berbicara meski hanya sepatah kata.

Sedangkan wanita di depannya hanya terdiam, kepalanya menatap jalan raya yang berlalulalang dengan tatapan datar tanpa minat. Bibirnya terkatup rapat, tidak ada niatan untuk membukanya meski hanya satu centi. Entah apa yang sekarang ada di dalam otaknya saat ini. Tidak ada yang tau. Ekspresinya benar-benar datar, tatapannya pun serupa. Tidak ada emosi apapun yang berkecamuk dalam retina matanya. Entah ekspresi belajar dari mana.

Hembusan nafas berat keluar dari belahan bibir sang pria, menandakan seberapa frustasinya ia sekarang. Tangannya menggaruk rambut belakang kepala dengan kesal, berharap ada beberapa kata yang mampu di serap otaknya saat ini.

"Airin," panggilnya lirih.

Orang yang bersangkutan hanya melirik tanpa berucap apapun. Sebagai tanda kalau dia akan mendengarkan ucapan pria di depannya.

Namun detik berikutnya kembali hening. Pria itu kembali menutup mulutnya saat tidak ada kata yang tepat untuk kembali melanjutkan ucapannya. Kondisi yang benar-benar sangat awkward dan menyebalkan.

Jengah dengan keterdiaman pria di depannya Airin berinisitaif untuk berbicara.

"Apa yang mau loe ucapin?" tanyanya datar, sedatar wajah dan tatapannya sekarang ini.

Airin benar-benar jengah dengan pria di depannya. Apa pria itu tidak tau apa yang sudah Airin lakukan hanya untuk menerima permintaan pria itu di danau tadi dan berakhir di sini? Kalau Airin bisa berlari dan menjauh, sudah pasti wanita itu akan melakukannya sejak dulu, dulu sebelum lelaki itu hadir lagi dalam hidupnya, membuat pikirannya kembali berkecamuk tidak karuan, membuat hatinya gelisah dan tertekan di saat bersamaan.

Apa pria itu tidak tau, kalau kehadirannya itu benar-benar meresahkan? Hampir membuat Airin gila karena kenangan masalalu kembali terputar dengan sangat leluasa setelah beberapa terapi yang dia terima untuk menghilangkan rasa ketakutan saat mati lampu? Saat malam tiba?.

Airin tau kalau semua orang itu mempunyai sisi egois, tapi dia tidak tau kalau pria di depannya sangat amat egois. Setelah merusaknya dan pergi begitu saja, sekarang dia hadir lagi di hidupnya. Ingin sekali Airin berteriak 'APA MAU KAMU?!' dengan lantang dan penuh emosi. Tapi dia tau, kalau berteriak seperti itu tidak akan mengubah apapun. Apapun!.

"Aku mau minta maaf,"

Airin mendengus sinis, matanya menatap tajam pria di depannya. "Just it?" tanyanya penuh dengan cela.

"Setelah membuatku hamper gila, dan pergi begitu saja sekarang kamu hadir lagi hidupku, mengacaukan semua kemampuan otakku, dan hanya itu yang kamu ucapkan? Mengagumkan." Sarkasnya tanpa minta ampun. Tatakrama berbicara sopan santun seolah menguap begitu saja dalam hatinya mendengar perkataan pria di depannya.

Pria di depannya menunduk. Dia tidak bisa mengangkat kepalanya untuk menatap wanita di depannya, wanita yang masih di cintainya. Apa yang di katakana Airin memang benar. Dia tau kalau dia brengsek. Dia datang kembali ke Indonesia karena dia ingin meminta maaf, hanya itu memang. Hanya kata yang mampu mengutarakan seberapa menyesalnya dirinya sekarang. Tapi dia tidak tau kalau kehadirannya di kehidupan Airin saat ini salah. Salah tepat dan salah waktu. Seharusnya dia datang beberapa tahun lalu, bukan sekarang, di saat wanita yang di cintainya sudah mendapatkan pria lain.

Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang