Alex memandangi Ara yang sudah bersiap akan pergi. Ara memakai kemeja putih bersih dengan Vintage Dress dengan motif kotak-kotak tanpa lengan berwarna biru muda. Sesuai keinginan gadis itu, Alex mengembalikan postman bag-nya dan juga membelikannya sepatu Converse baru berwarna abu-abu. Alex menyeringai lebar sambil membantu gadis itu mengikat tali di belakang dress-nya. Ia mengakui dalam hati bahwa Ara begitu cantik dalam tubuh mungilnya. Membuat orang-orang tak akan menyangka bahwa ia wanita muda berumur 22 tahun.
"Terima kasih." Gumam Ara dengan semburat merah di pipinya.
Alex sudah siap dengan polo shirt bergaris abu-abu dan celana jeans hitam, ia menggandeng Ara yang terlihat kikuk melewati asisten rumah tangga yang sedang bekerja. Tanpa mengeluarkan suara sedikitpun Ara duduk di dalam mobil Alex yang beraroma kopi itu. Alex membantu Ara yang kikuk untuk memasang sabuk pengaman dan mulai menjalankan mobilnya.
Ara hanya terdiam memandang keluar jendela sedangkan Alex sesekali melirik ke arahnya. Rambut cokelat sepunggungnya yang begitu lurus itu menuruni dadanya yang dilapisi kemeja berlapis dress tanpa lengan itu. Pipinya yang terlihat semburat merah terlihat begitu manis dan menggemaskan. Alex mengalihkan pandangannya kembali ke jalan sebelum ia tidak bisa menahan diri untuk menerjang gadis itu.
Alex memelankan mobilnya perlahan dan memasuki ruang parkir. Ara terlihat tak sabaran membuka sabuk pengamannya dan bergegegas menarik kenop pintu mobil sampai tiba-tiba pintu terkunci dan Alex memandang gadis itu dengan tajam. Ara memandang Alex setengah ngeri.
"Kenapa begitu terburu-buru? Apa kau berencana kabur dariku?"
Ara hanya terdiam dan menggeleng pelan. "Ada pesta buku, aku hanya tidak ingin kehabisan buku-buku bagus dan murah."
Alex yang mendengar jawaban polos itu mendengus sambil berusaha menahan tawa. "Tidak perlu terburu-buru, dan jangan mencoba untuk kabur dariku!"
Ara mengangguk. Alex membuka kunci pintu dan membiarkan Ara keluar dengan sendirinya disusul dengannya. Sambil merangkul bahu gadis itu ia menuntunnya sampai ke dalam di mana buku-buku lama dari gudang dengan harga murah bertumpuk di meja-meja rendah. Alex memandangi Ara yang terlihat bersemangat mulai memilih-milih buku dan menjepitnya di bawah ketiak. Sambil berpura-pura membaca sinopsis buku ia mengawasi Ara dan tumpukan buku yang mulai dibawanya semakin banyak. Tak lama salah seorang pegawai toko buku memberikannya tas untuk buku-buku belanjaannya dan Ara tersenyum sambil mengucapkan terima kasih.
Alex menggeram kesal. Entah mengapa ia tidak begitu suka melihat Ara tersenyum begitu lebar pada pegawai toko buku itu. Alex menghampiri Ara yang menghitung buku di dalam tas berwarna hitam itu dan lalu memandang ke arah buku dalam genggaman Alex. Tangan gadis itu terulur seolah meminta buku itu.
"Kau ingin membelinya?"
Alex mengerjap dan menaruh buku itu di tumpukan buku judul lain. "Tidak."
"Di meja sana ada buku non-fiksi bagus-bagus dengan harga sangat murah. Ayo!"
Alex membiarkan Ara menariknya ke arah tumpukan buku non-fiksi dan menemaninya untuk memilih. Bertumpuk buku non-fiksi dari buku motivasi, biografi, sampai ilmu politik dan sosial berada di tiga meja terdekat. Alex mengambil tiga diantaranya yang langsung disambar Ara untuk disimpan di dalam tas belanja.
Ara lalu mencari buku lain dan Alex terus saja mengekorinya seakan-akan takut ia menghilang dalam satu kedipan mata. Ara yang terlalu fokus membaca sinopsis buku dan mencari buku-buku tidak mempedulikan Alex sama sekali.
"Waaaah... Phantom of the Opera!" serunya dengan mata berbinar-binar saat melihat novel klasik itu. "Kau tahu, aku dan Alan terobsesi mengumpulkan novel klasik dengan cap lilin merah seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Fell
RomanceDi saat sang kakak di penjara atas tuduhan penculikan terhadap seorang wanita. Ara tinggal di rumah seorang pengusaha misterius yang ternyata adalah tunangan dari wanita yang telah menghilang itu. Awalnya Alex berniat membalas perbuatan sang kakak m...