Wah, sekali lagi terima kasih atas apresiasinya. Maaf tidak bisa update cepat-cepat. Sepertinya seminggu sekali sudah cukup untuk cerbung ini. Semoga nggak melenceng dari jadwal. Sekali lagi terima kasih sudah vote dan comment apalagi sampai ada yang follow juga. Maaf juga nggak balas comment, soalnya saya bingung juga kalau ada comment 'lanjut'. Kalo dijawab takut nge-php-in pembaca. Terima kasih sekali lagi dan happy reading.
.
..
...
Biji kacang yang dulu tak ingin kulihat fotonya kini sudah tiada. Dan sekarang yang aku lakukan hanyalah menghadap bantalku dan berusaha meredam tangisku. Namun, yang tidak aku mengerti adalah sikap Alex saat ini. Sejak aku bangun, dia sama sekali tak beranjak dan memberikanku kabar itu dengan pandangan kosongnya. Dia sama sekali tidak berusaha menghiburku, tapi entah mengapa ia terus menggenggam tanganku dan juga tak melepaskannya.
Setelah tangisku reda aku menghela napas dan berusaha tetap tegar. "Bagaimana Mallory?"
"Edgar sedang bersamanya. Kau tidak perlu khawatir." Suara Alex tidak setegas biasanya. Pria ini pasti begitu terkejut melihat tunangannya diculik dalam keadaan hamil besar.
"Aku senang dia aman."
Alex tersenyum kecil dan meremas tanganku. Aku kemudian bergerak untuk duduk dan dibantu dengan sigap oleh Alex. Aku menatap matanya lurus-lurus dan tersenyum. Alex membalas senyumku, dan membuat mataku terasa mulai berair. Aku akan merekam senyum itu dan mengenangnya. Senyum tulus ayah dari biji kacangku.
"Kurasa sekarang waktunya perpisahan."
Aku memperhatikan wajah Alex lekat-lekat dan senyum itu menghilang dan berganti dengan wajah terkejut lalu wajahnya kembali datar dengan mata menerawang seolah mengingat sesuatu. "Ya, tentu kau bisa pulang ke rumahmu segera."
"Terima kasih sudah menjagaku sebulan lebih ini. Kau juga menyediakanku kamar yang menyenangkan, sofa yang nyaman, buku yang banyak dan juga cemilan tengah malam yang sangat enak."
"Ara, kau tidak perlu berterima kasih padaku. Terlebih pada orang sepertiku." Suaranya terdengar parau saat ia mengatakan itu. "Aku sudah memperkosamu dan aku menyekapmu seperti tawanan."
Aku balas meremas tangannya. "Itu karena kau tidak tahu. Ketidak tahuan akan menyebabkan banyak kesalah pahaman."
Aku dapat meihat rahang Alex menjadi kaku, "Kumohon jangan pernah mengatakan ini perpisahan."
"Ya, kau benar." Kali ini suaraku terdengar bergetar dan tiba-tiba dia mengusap pipiku dengan ibu jarinya yang kemudian baru kusadari bahwa dia telah menghapus air mataku. "Mungkin kita akan bertemu lagi, entah itu di jalan, di toko buku, di manapun."
"Pintu rumahku selalu terbuka untukmu." Katanya. "Aku berjanji akan melepas teralis besi itu dan membuatkan kamar yang di dalamnya ada perpustakaan kecil."
Ara menggeleng. "Jangan. Gunakanlah itu untuk anak-anak kalian nanti. Aku akan senang sekali. Dan aku rasa," ia terdiam sebentar dan batuk kecil. "aku menyukaimu."
Alex melepas kacamatanya sambil meremas rambut di sisi kepalanya dan memelukku. "Maafkan aku, sayangku." Bisiknya sambil mengecupi leherku berulang kali. Bisikan mesranya padaku membuatku melambung dan balas memeluknya.
Ia memandangku, dan aku melihat matanya yang memerah dan kami berciuman dengan intens. Bibirku membuka dan menerimanya tanpa berlama-lama lagi. Saling mengecup dan membalas penuh kerinduan. Aku tidak ingin ini berakhir, tapi Mallory sudah kembali dan kami harus berpisah. Jika saatnya tiba nanti, aku berharap aku masih bisa berdiri dan melambaikan tangan pada mereka dengan penuh senyuman. Mendoakan mereka agar selalu tersenyum dengan bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Fell
RomanceDi saat sang kakak di penjara atas tuduhan penculikan terhadap seorang wanita. Ara tinggal di rumah seorang pengusaha misterius yang ternyata adalah tunangan dari wanita yang telah menghilang itu. Awalnya Alex berniat membalas perbuatan sang kakak m...