04 - Alex

21.8K 1.2K 25
                                    



Saya berterima kasih sekali pada pembaca yang sudah mau vote dan komentar. Terima kasih atas apresiasinya untuk cerbung ini. Semoga Chapter 4 ini menghibur. Maaf sekali untuk alurnya yang kecepatan, maaf untuk ke-sotoy-an saya pada beberapa scene di sini. Sekali lagi terima kasih. Maaf belum diedit. Kelewat ngantuk saya.

.

..

...

Alex masih saja mengingat pertemuannya dengan Andrew Graham, kakak tiri dari Mallory sore ketika ia baru saja pulang dari luar kota. Seperti biasanya topik pertemuan mereka tidak jauh-jauh dari Mallory yang masih belum ditemukan. Terlebih lagi Andrew mengatakan bahwa ia menemukan surat dari rumah sakit yang menyatakan bahwa Mallory hamil 12 minggu yang tertanggal lebih dari setengah tahun yang lalu.

Alex terkejut. Selama ia menjalin hubungan sebagai kekasih Mallory ia tak pernah membawa wanita itu ke ranjangnya. Baginya Mallory terlalu berharga untuknya, sehingga ia menahan diri. Andrew pun terlihat begitu terkejut mengetahui bahwa Alex tidak pernah menyentuh Mallory lebih jauh. Jika begitu kenyataannya, siapa yang menghamili Mallory?

Alan, kah?

Mungkinkah mereka berdua kembali bersama lagi dan mengkhianatinya?

"Bagaimana menurutmu?" Andrew menatap Alex lekat-lekat.

"Maaf, aku akan segera menyelidikinya."

"Jadi bukan kau?" Andrew terlihat terkejut. Alex mengira-ngira dugaan Andrew bahwa dirinyalah yang menghamili Mallory.

Alex menggeleng. Andrew terhenyak di kursinya dan memijat dahinya sendiri dengan tangan kanannya. Alex ingin pertemuan ini segera berakhir, karena ia harus menanyai Alan lagi. Tapi, hari sudah mulai sore, ia baru tiba sejam yang lalu setelah sehari sebelumnya membuat janji dengan Andrew. Sepertinya ia harus menunda waktunya untuk menemui Alan karena besok ia harus menghadiri upacara wisuda Ara dan sudah tentu ia tak akan melewatkannya.

...

Alex meninju pintu kamarnya sendiri sambil menahan kesal. Ia tiba-tiba merasa tak suka melihat Ara begitu dekat dengan Edgar. Apa-apaan mereka itu? Setelah acara wisuda Edgar tidak berhenti memotret Ara dan itu membuat Alex jengkel sekali. Bahkan makan siangnya terasa begitu hambar melihat Edgar dan Ara begitu akrab.

Alex tahu dengan jelas bahwa Edgar berusia lebih jauh daripada Ara dan bahkan mungkin menganggap Ara seperti adiknya sendiri. Tapi, ia tidak begitu suka melihat kedekatan mereka yang terlihat seperti teman. Teman yang saling memegang rahasia masing-masing. Dan puncak kekesalan Alex adalah saat ia melihat Ara menelepon Edgar. Ara bahkan menyimpan nomor ponsel Edgar di kontaknya.

Setelah puas melepaskan emosinya pada pintu yang tak bersalah, Alex menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Ia menarik napas panjang beberapa kali dan berusaha meredakan amarahnya. Entah mengapa ia tiba-tiba menyadari bahwa sikapnya tadi begitu kenanak-kanakan.

Menghancurkan ponsel Ara lalu meninju pintu demi melepaskan amarahnya yang tak terbendung. Mengapa ia begitu marah? Bukankah Ara hanyalah pelampiasan keksalannya pada pengkhianatan Mallory dan Alan? Ia ingin membalas Alan, dan Ara adalah orang yang tepat. Benar begitu, bukan? Alex membenarkan dalam hati semua tindakannya pada Ara selama ini walau daam hatinya ia begitu terusik.

Alan bersalah. Dan dia pantas mendapatkannya.

Ya, benar seperti itu.

Panggilan dari ponselnya menyadarkannya dari renungan. Alex segera mengangkat telepon dari Abraham yang terlihat begitu penting itu.

"Saksi alibi Alan akhirnya muncul."

"Apa? Kenapa dia baru muncul sekarang?"

"Entahlah, Alan yang melarangnya dengan alasan ia masih berstatus mahasiswi. Ia tidak ingin terlalu menyulitkannya."

If I FellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang