Dunia Cermin

657 44 22
                                    

Alex terkekeh pelan ketika ia kembali ke ruang tamu dan mendapati Tria terlelap dengan posisi tiduran di sofa. Sedikit lucu baginya, melihat gadis itu seolah sama sekali tak memiliki rasa sungkandi rumahnya.

Pemuda itu kemudian melangkah ke arah pintu, berniat membukanya sedikit agar cahaya dapat masuk. Sekilas, ia kembali memperhatikan wajah Tria, dan kekehan kecil kembali lepas dari bibirnya. Ia kembali menutup pintu itu kemudian.

Jika dalam satu jam Tria tak juga terbangun, maka ia akan membangunkannya. Itu yang Alex pikirkan. Baru saja pemuda itu hendak beranjak kembali ke kamarnya, suara ketukan yang berasal dari pintu depan membuat langkahnya terhenti.

"Siapa yang bertamu semalam ini?" gumam Alex sedikit heran.

Tatapannya teralih ketika mendengar suara lain dari arah kursi tempat Tria tadinya tertidur. Gadis itu tampak terbangun dan kembali memosisikan dirinya duduk di kursi itu. matanya tampak sayu dan mengantuk.

"Ada yang mengetuk pintu?" tanyanya, masih setengah sadar.

Alex mengangguk meski ia tahu ia sedang tak diperhatikan. "Siapa ya?"

"Kau takkan tahu jika tidak melihat. Buka pintunya," perintah Tria seenak jidat. Gadis itu kembali mengusap matanya yang masih sedikit berat.

Alex hanya mengangkat bahu tak acuh, kemudian melangkah ke arah pintu dan membukanya. Sosok yang ia dapati berdiri di hadapannya ketika pintu terbuka membuat sepasang maniknya melebar.

"Lho? Arji,"-pemuda itu sedikit terhenyak-"sedang apa kau di sini?"

Kalimat yang diucapkan Alex membuat Tria segera menoleh, melempar tatapan dinginnya pada sosok yang masih berdiri di muka pintu. Pemuda itu, Arji, tampak sedikit tertunduk sementara kedua telapak tangannya saling bertaut di belakang tubuhnya.

"Itu ... aku ingin minta maaf atas sikap kasarku pada kalian sebelumnya," jawab Arji. "Ibuku baru saja memarahiku habis-habisan."

Dari tempatnya, Tria masih menatap penuh selidik ke arah pemuda yang entah mengapa terlihat sedikit mencurigakan itu. Membiarkannya berbicara dengan Alex tanpa berniat menginterupsi pembicaraan mereka. Sampai kemudian, sesuatu yang sekilas dilihatnya digenggam oleh Arji di belakang tubuhnya membuatnya terbelalak. Dengan cepat, ia bangkit dari duduknya dan melangkah ke arah dua orang itu.

"Alex, menjauh darinya! Dia-"

Bruakk!!

Belum sempat Tria menyelesaikan ucapannya, ia lebih dulu menarik tubuh Alex ketika tanpa aba-aba, Arji mengayunkan sebuah kampak ke arah mereka. Alex yang sebelumnya memang tak siap, ikut jatuh terduduk di lantai ketika Tria kehilangan keseimbangan karena menariknya. Kini, mereka berdua menatap Arji yang balas menatap mereka dengan sorot mata mengerikan.

"Kalian terlalu banyak ikut campur," kata Arji. "MATI SAJA KALIAN!"

"LARI!!" pekik Tria sembari dengan cepat berdiri ketika Arji kembali mengayunkan kampaknya pada mereka berdua.

Mereka berlari ke kamar yang paling dekat dengan tempat mereka berdiri dan segera mengunci pintu.

Bruk!! Brakk!!

Suara gebrakan itu terdengar jauh lebih mencekam ketika di luar kamar, Arji mulai menghantamkan kampaknya bertubi-tubi ke arah pintu kayu itu. Mencoba menghancurkannya.

"Sekarang apa?!" tanya Alex panik.

"Jangan tanya aku!!" sahut Tria tak kalah bingung.

Tanpa sadar, Tria menggenggam telapak tangan Alex dengan kuat. Ia takut. Ahh, ini bahkan lebih menyeramkan dibanding hantu yang selalu ia takuti. Jika dipikir-pikir, hantu belum tentu bisa membunuhnya, tetapi yang sedang menggebrak dengan anarkis di luar sana jelas bisa membunuhnya jika pintu itu hancur.

1st AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang